Andini keluar dari rumahnya, pagi ini ia akan pergi bersekolah seperti biasa dan tentunya dengan paksaan bundanya ia harus berangkat dengan Iqbal dan tentu saja mereka menumpang dengan mobil Abian.
“Hadeuh, mimpi apa gue semalam nyupirin manten baru” ujar Abian memecah keheningan, Iqbal dan Andini tak ada yang merespon dan itu membuat Abian mati garing didalam mobil.
“Ntar lo temenin gue tuker baju sekolah dulu ya bal” Abian kembali bersuara karena memang kini dirinya memakai pakaian bebas, Abian tidak membawa seragam sekolahnya tadi malam.
“Iya”
“Andini diam aja?” Tanya Abian, Iqbal menatap Andini dari spion tengah. Tampak Andini memutar bola matanya. Melihat itu Iqbal menghela nafas.
Saat sudah sampai disekolah, Andini segera keluar dari mobil Abian tanpa mengucapkan apapun. Abian hanya menggeleng lalu menatap Iqbal.
“Kalau dia batu, lo harus bisa jadi air” ujar Abian lalu keluar dari mobil dan disusul oleh Iqbal. Setelah itu, mereka berdua berjalan menuju loker untuk mengambil baju ganti Abian setelah itu barulah mereka menuju kelas.
“Muka lo kenapa anjir?” Tanya Gio heboh saat melihat Iqbal baru saja masuk kedalam kelas, Iqbal langsung melemparkan tasnya dan menelungkupkan kepalanya diatas meja.
“Kenapa dia?” Kini giliran Raka yang bertanya pada Abian
“Tanyakan pada rumput yang bergoyang” ujar Abian lalu meletakan tasnya dimeja dan mengambil buku pelajaran yang akan dibacanya
“Kalau gak ada rumput?” Tanya Gio
“Jamur kan ada”
“Kalau gak ada jamur?” Tanya Raka
“Elonya aja goyang 'jaran goyang' sekalian” ucapan Abian ketus dan membuat beberapa orang yang mendengar tertawa dikarenakan Gio yang bergoyang sesuai perintah Abian.
“Gue, serius itu si Iqbal kenapa?” Tanya Raka yang duduk satu bangku didepan Abian
“Mana gue tau, lo kata gue emaknya?”
Raka memutar bola matanya lalu mengguncang tubuh Iqbal sedikit
“Bal, muke lo ngapa?” Tanya Raka sedikit meringis melihat wajah Iqbal yang membiru dan bengep dibeberapa bagian
“Kalau gue bilang jatoh dari motor percaya kaga?” Bukannya menjawab Iqbal malah balik bertanya
“Kaga” jawab Gio dan Raka serentak
“Kalau gue bilang ditonjok, percaya kaga?”
“Percaya” lagi lagi Raka dan Gio menjawab serentak sambil mengangguk seperti mainan dashboard
“Yaudah” jawab Iqbal, Iqbal kembali menulusupkan wajahnya kedalam lipatan tangannya. Lalu tangannya terangkat ke atas
“Jangan ada yang ganggu gue!” Ujar Iqbal, dan itu tandanya tidak ada yang bisa menganggunya. Raka dan Gio menghadap kedepan karena guru mata pelajaran yang baru saja masuk
“Selamat pagi anak-anak, silahkan buka bukunya. Sebelumnya seperti biasa, siapa yang tidak membawa buku? Silahkan langsung keluar kelas!” Ucap pak Guntur, Iqbal mengangkat tangannya dan berjalan keluar kelas
“Muka kamu kenapa Iqbal?” Tanya pak Guntur saat melihat wajah Iqbal yang jauh dari kata baik baik saja dan itu membuat seluruh perhatian tertuju pada Iqbal
“Kalau saya jawab jatoh dari motor bapak percaya gak?” Bukan Iqbal yang menanyakan hal itu melainkan Gio. Pak Guntur menatap Gio lalu berkacak pinggang setelah itu matanya beralih pada Iqbal seakan meneliti
“Ya enggak lah, ini bengep begini kok” ucap pak Guntur
“Kalau saya jawab itu abis kena tonjok?” Raka ikut ikutan berulah seperti Gio
“Percaya” ujar pak Guntur
“Yaudah” ucap semua murid serentak lalu merekapun tertawa sedangkan pak Guntur merasa dirinya baru saja dikerjai.
“Welah dalah”
Pelajaran demi pelajaran erlalu, setalah istirahat pertama, iqbal memilih untuk ke UKS dan kini Iqbal ada didalam UKS, berbaring disalah satu dari tiga ranjang disini. Beberapa hari ini ia tidak bisa tidur dengan nyenyak, terlebih malam tadi, malam yang merubah statusnya dari Single menjadi Suami.
Sampai akhirnya, pintu ruangan terdengar terbuka. Iqbal tidak dapat melihat siapa yang masuk karena terhalang oleh tirai pemisah ranjang satu dengan lainnya
“Eh elo bal” ucap Tika, kalian ingat Tika kan? Teman satu kelasnya Andini?
“Eh iya”
“Muka lo ngapa?” Tanya Tika dan langsung mengambil kotak P3K yang berada di depan ranjang Iqbal
“Biasalah” jawab Iqbal, lalu ia memundurkan kepalanya karena Tika akan mengobatinya. Iqbal bingung, kenapa Tika tiba-tiba mengobatinya? Ia pikir Tika hanya akan mengambil obat-obatan untuk dibawanya kedalam kelas
“Sini gue obatin dulu” ujar Tika, Iqbal menyerah dan akhirnya Tikapun mengobati luka Iqbal
“Kok lo ada disini? Maksud gue-” ucapan Iqbal terhenti saat Tika angkat suara dan menunjuk nakas yang berada disamping Iqbal
Iqbal menoleh dan melihat ada satu buah papan kecil bertuliskan nama penjaga UKS hari ini beserta kelas dan no Hpnya juga.
“Terus, lo tau darimana gue disini?” Tanya Iqbal, yang sedikit memundurkan kepalanya karena sakit yang dirasakannya
“Andini yang bilang”
***
“Jadi, ini rumah kontrakan lo? Besar juga untuk lo berdua Andini doang” ucap Abian, Iqbal meletakan tasnya di atas sofa. Rumah ini memang besar kalau hanya ditempati berdua saja. Apalagi sendiri wkwk
“Ya” ucap Iqbal singkat. Lalu berjalan menuju dapur. Iqbal melihat semua perabotan yang sudah tersedia
“Berapaan?” Tanya Abian, Iqbal berbalik lalu menoleh dan mengangkat alisnya
“700 perbulan, kebetulan yang punya rumah temen nyokap jadi gue kenal” ucap Iqbal sambil menatap langit langit rumahnya. Rumah kontrakan lebih tepatnya
“a***y, murah dong? Untuk ukuran rumah bulatan ini murah banget” ucap Abian, ikut berkeliling rumah ini. Iqbal tersenyum, melihat rumah ini. Entah kenapa, pikirannya melayang jauh ke masa depan. Ia berharap bisa mempunyai rumah seperti ini dan nanti anak-anaknya akan berlarian didalam rumah
Oh, sungguh khayalan yang sangat indah!
“Dih, senyum senyum sendiri” ujar Abian bergidik ngeri. Iqbal terkekeh lalu kembali duduk disofa di ikuti Abian. Setelah itu, Abian mengambil ponselnya yang ternyata memiliki dua buah pesan masuk dari Gio dan Raka
“Gio sama Raka WA gue nih, gue suruh kesini gak apa apa?” Tanya Abian dengan mata yang masih menatap ponselnya
“Suruh bawa makanan sekalian” ujar Iqbal. Tak berapa lama kemudian, Gio dan Raka sudah sampai di rumah sederhana milik Iqbal.
“Kenapa lo gak tinggal di apartemen aja?” Tanya Gio sambil memakan Pizzanya. Iqbal meminum pepsi nya lalu menatap Gio.
“Males” jawab Iqbal singkat, Iqbal memang belum memberitahu Raka dan Gio tentang apa yang terjadi pada dirinya. Biarkan saja mereka berdua tau sendiri nanti.
“Lo pada nginep disinikan?” Tanya Iqbal memastikan, tadi Gio dan Raka mengatakan akan menginap disini tentunya Abian juga.
“Iyalah, anggap aja perayaan rumah baru lo” ucap Gio, setelah itu merekapun menonton TV yang sedang menyiarkan pernikahan putri dari presiden Indonesia ke-7
“Itu nikah pake APBN?” Tanya Gio pada Raka
“Biasanya sih iya, tapi gak tau deh yang nikahan mba Kahiyang pak Jokowi pakai APBN atau enggak. Soalnya nikahan anaknya yang pertama itu beliau gak pakai uang negara sepeserpun. Beritanya sih gitu” jawab Raka lalu menopang badannya dengan tangan yang ia letakan kebelakang
“Sok ngerti lo pada!” Ujar Abian ikut nimbrung, Gio menaikan alisnya menatap Abian
“Gini-gini nilai ulangan PKN gue lebih tinggi dari orang yang juara satu” ucap Gio menyindiri Abian
“Eleh, tinggi 2 angka aja bangga dan itupun cuman sekali!”
“Banggalah”
“Emang berapa nilainya?” Tanya Raka penasaran
“Gue 70” ucap Gio membusungkan dadanya. Raka menjitak jidat Gio dan mendengus sebal
“Masih dibawah KKM anjir” ucap Raka
“Setidaknya gue tinggi daripada Abian” ucap Gio masih dengan bangganya mengatakan itu
“Gue jadi kepengen gitu punya konsep nikah ala tradisional minang” ujar Raka menerawang, Iqbal yang mendengar itu menghela nafasnya. Perasaan bersalah kembali menyelimutinya, ia jadi kepikiran Andini
“Lo orang Padang?” Tanya Gio sedikit terkejut
“Iya, emang ngapa? Masalah?”
Abian melipat kedua tangannya menanti apa yang akan terjadi diantara kedua manusia ajaib dihadapannya
“Pantesan pelit!” Ucap Gio, Raka tentu tidak terima jika sudah berkaitan dengan kampung halamannya. Meskipun Raka baru beberapa kali ke sana, tapi tetap saja ia tidak terima
“Gak semua orang Padang pelit, di amuk orang Padang aja lo. Kicep!” Ujar Raka lalu meminum pepsi yang berada disamping kanannya
“Lagian gue heran, kenapa orang Padang identik dengan Pelit?” Tanya Raka tak habis pikir
“Iya yak, kenapa yak?” Tanya Abian yang mulai penasaran, Gio berdehem lalu menatap Raka
“Gue tanya, 'apa kabar' bahasa minangnya apa?”
“A kaba?” Jawab Raka sambil mengernyitkan dahi. Ia tidak paham apa yang akan dijelaskan Gio
“Nah, dari ngomong aja udah pelit! Dari 'apa kabar' ke 'a kaba' itu mereka mengurangi 3 huruf” jelas Gio, Raka tambah mengernyit bingung lalu menggaruk pelipisnya. Entah darimana Gio mendapatkan teori itu, namun hati kecil Raka membenarkannya
“Iya juga sih ya”
Raka dan Gio masih berdebat masalah asal muasal kenapa orang minang disangkut pautkan dengan pelit. Padahal Raka merasa dirinya tidak pelit, tapi hanya sedikit perhitungan. Namun menurutnya perhitungan itu wajar, karena jika tidak ada perhitungan rencana akan sia sia.
“Udah ngapa woi?” Tanya Iqbal memberhentikan aksi kekanakan Raka dan Gio
“Gue pokoknya gak terima orang Padang dibilang Pelit” ucap Raka kesal
“Tapi kenyataannya gitu” ujar Gio tak mau mengalah
“Kami tuh gak pelit, cuman perhitungan kami matang. Masak. Kuat” Raka benar benar terpancing emosi karena Gio. Seandainya ia tidak ingat kalau Gio adalah sahabatny, mungkin Raka sudah menelpon PWM (Persatuan Warga Minang) Jakarta untuk memberantas manusia seperti Gio. Oke itu terlalu lebay
“Iya udah woi, gue puyeng liat kalian kayak bocah!” Ucap iqbal, Iqbal memijat kepalanya. Ia tak habis pikir dengan kedua sahabatnya yang sangat kekanakan sekali
“Lo, Gio. Jangan ngeledek bawa-bawa SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan). Sekarang yang ngedenger cuman Raka, dia masih sahabat lo. Kalau orang Padang yang lain ngedenger gimana? Orang pasti gak akan terima!” Nasehat Iqbal, Raka dan Gio saling melempar tatapan
Abian terkekeh melihat Iqbal yang seperti ibu yang tengah memarahi anak anaknya. Abian yang memang sedang duduk didekat Iqbal berbisik
“Yang udah jadi suami mah beda ya wibawanya”
***
“Andini, dipanggil Iqbal ke kantin” ucap Lintang yang baru saja masuk kedalam kelas. Andini yang sedang membaca novelnya mengangkat kepalanya dan menoleh pada Lintang
“Iqbal nyuruh lo ke kantin sekarang” ulang Lintang, Andini tidak memperdulikan dan kembali membaca novelnya. Namun kemudian, ia ingat pesan bundanya yang harus manut pada suami. Andini mengeram kesal lalu menutup novelnya dengan kasar dan berjalan keluar kelas menuju kantin dengan menenteng novelnya.
Andini melihat keseluruh penjuru kantin, mencari sosok Iqbal. Dan iapun mendapati Iqbal sedang asik dengan ponselnya dengan dua mangkok bakso dihadapannya. Andini langsung duduk dikursi yang berhadapan dengan Iqbal. Iqbal yang melihat ada seseorang yang duduk didepannya menghentikan aktivitasnya.
“Gue pikir lo gak akan datang” ujar Iqbal sambil menyimpan ponselnya. Andini membuka novel yang ia bawa dan melanjutkan membaca.
“To the point aja, ada apa? Gue enek liat lo” ucap Andini tanpa menoleh pada Iqbal sedikitpun, Iqbal mendorong semangkok bakso kehadapan Andini
“Makan!” Perintah Iqbal, Andini mendorong kembali mangkok tersebut ketempat semulanya dan menutup novelnya
“Gak laper” ucap Andini, lalu Andini bangkit dari duduknya dan Iqbal mencegat tangan Andini. Andini langsung menarik tangannya supaya tidak digenggam Iqbal
“Jan pegang-pegang ish!” Ujar Andini sambil menatap tajam Iqbal
“Duduk terus makan!” Andini kembali terduduk karena Iqbal menarik tangannya
“Gue bilang gak laper Iqbal!”
“Gak laper darimana kalau lo aja gak sarapan tadi pagi” ucap Iqbal lalu mengambil sendok dan garpu lalu mengelapnya dengan tisu yang tersedia di atas meja
Andini mengernyit bingung karena Iqbal tahu dia tidak sarapan tadi pagi
“Makan!” Ucap Iqbal lagi,Andini menatap Iqbal yang kini sudah memakan baksonya
“Gue gak ada duit buat bayar baksonya. Bunda ambil semua uang gue” ujar Andini lalu mendorong kembali mangkok tersebut
“Gue yang nyuruh bunda ambil semua uang bulanan lo. Karena mulai sekarang gue yang akan nanggung biaya hidup lo. Termasuk makan” ucap Iqbal kembali mendorong mangkok tersebut sampai di dekat tangan Andini
Jika mangkok tersebut bisa berekspresi, mungkin dia sudah memasang wajah datar menatap Andini dan Iqbal yang daritadi meng-opernya bergantian
“Gue udah duga kalau elo biang dari uang gue diambil bunda” ujar Andini, lalu mengambil sendok dan garpu yang memang sudah tersedia didalam mangkok bakso tersebut lalu iapun memakan bakso yang sudah tidak panas lagi.
Iqbal menatap Andini yang makan dengan lahap, kini yang harus ia pikirkan adalah, usaha apa yang harus ia kerjakan untuk mendapatkan pemasukan?
“Din” Panggil Iqbal, Andini menatap Iqbal datar
“Din, din, lo kata nama gue udin?!” Tanya Andini sengit, Iqbal memutar bola matanya lalu kembali memanggil Dini.
“Menurut lo, usaha apa yang bakal kita jalanin? Lo ada keterampilan? Masak gitu?” Tanya Iqbal serius, Andini menghentikan makannya dan menatap Iqbal
“Kita? Lo aja kali” ujar Andini dan melanjutkan makannya membuat Iqbal kesal. Iqbal menghela nafasnya, ia benar benar tidak mau terpancing emosi meskipun memang ia sudah hampir terpancing.
“Bisa gak sih diajak kerjasama?” Tanya Iqbal yang mulai emosi, Andini menghela nafasnya. Ia menatap Iqbal
“Jualan apa kek lo nya” ucap Andini yang sama sekali tak memberikan solusi pada Iqbal
“Ya itu, gue minta pendapat sama lo. Bagusnya apaan?”
“Google kan ada” jawab Andini tanpa melihat Iqbal, Iqbal meletakan sendok dan garpunya lalu mencondongkan tubuhnya kearah depan
“Gue mau kita saling kerjasama Andini, kita ini sekarang keluarga. Tolong kerjasamanya” ucap Iqbal pelan tepat didepan wajah Andini, Andini membalas menatap Iqbal dengan pandangan sendu.
“Ini yang gue gak mau kalau kita nikah, gue belum siap untuk jadi istri. Gue akui gue masih labil”ucap Andini lirih, Iqbal kembali kepada posisi duduknya semula.
“Abisin makanan lo” ucap Iqbal lalu memberikan uang senilai dua puluh ribu pada Andini, setelah itu Iqbal membayar makanan mereka berdua. Iqbal meninggalkan Andini dengan segala pikirannya.
Pukul 16.00 wib
Iqbal sampai dirumahnya dan langsung merebahkan tubuhnya diatas sofa. Tadi, mama, papa dan adiknya mampir untuk melihat rumah yang ditempati Iqbal saat ini dan juga mamanya mengisi kulkas Iqbal sampai penuh.
Saat sedang dalam lamunannya, pintu rumah Iqbal diketuk beberapa kali. Iqbalpun bangkit dari sofa dan berjalan menuju pintu lalu membukanya.
“Elo, gue pikir siapa” ucap Iqbal saat tau yang tiba adalah Abian. Iqbalpun langsung masuk kedalam di ikuti Abian
“Tutup pintunya” ucap Iqbal, Bian menutup pintu sebelum benar benar masuk kedalam rumah Iqbal.
“Gimana Andini?” Tanya Abian sambil duduk diatas sofa. Iqbal mengangkat alisnya lalu terkekeh sinis
“Gak bisa diajak kerjasama. Ngeselin. Ngeyel. Dan demi apapun gue gedek”
“Buahahaha, inget dia bini lo!”
Iqbal menyadarkan tubuhnya dan menyalakan TV
“Justru karena dia bini gue makanya gue gedek, gue gak bisa marahin dia” jawab Iqbal
“Gimana perasaan lo sama dia?” Tanya Abian membuat Iqbal menoleh dan mengernyit aneh
“Belum ada lah, bocahnya aja begitu”
Tring
Yang awalnya ia mengernyit aneh, kini Iqbal mengernyit bingung saat melihat nama Andini berada di notifikasi ponselnya
Andini XI IPS 2
Kenapa gak buka usaha 'jasa fotografi aja?”