Sebulan berlalu, Iqbal membuka jasa fotografi sendiri dan juga bekerja dengan beberapa fotografer. Hubungannya dengan Andini bisa dibilang tidak terlalu baik karena menurut Iqbal sikap Andini yang kekanakan.
Seperti sekarang ini, Andini hujan-hujan kerumah yang ditempati Iqbal kini untuk meminta izin pergi dengan temannya. Tentu saja Iqbal melarang kerasa karena sekarang sudah hampir jam delapan malam.
“Sebentar doang Iqbal, gue ke supermarket. Mau beli alat alat buat tugas” ujar Andini, Iqbal memainkan ponselnya dan tidak mengacuhkan Andini.
“Ck, lo b***k atau apasih?” Tanya Andini kesal sambil merebut ponsel Iqbal
“Gue tadi udah bilang, kalau mau, ya gue anter pakai taxi. Gak ada ceritanya lo pergi berduaan doang sama Daffa. Lagian, baju lo gak mencerminkan kalau lo bakal ke supermarket” ucap Iqbal sambil meneliti Andini dari atas sampai bawah.
“Lo cemburu? Hm?” Tanya Andini menyeringai dan dibalas seringaian oleh Iqbal
“Gue ngejaga apa yang harus gue jaga dan gue gak akan pernah suka berbagi apa yang udah gue milikin” ujar Iqbal tepat diwajah Andini
“Ngejaga? Mungkin lo lupa kalau lo yang udah ngerusak gue!”
“Dan gue bertanggung jawab atas apa yang udah gue rusak!” jawab Iqbal, Andini menatap Iqbal tajam
“Bertanggung jawab yang nyebabin gue makin jatuh dan hancur” ucapan Andini membuat d**a Iqbal naik turun menahan emosinya. Andini bangkit dari duduknya dan memberikan ponsel Iqbal kembali.
“Gue balik” ucap Andini pada Iqbal, Iqbal tak menoleh sedikitpun pada Andini. Sedangkan Andini, berjalan menuju pintu yang mana ada Daffa yang menunggunya diluar
“Daf, sorry banget ya gue gak bisa nemenin lo” ucap Andini tidak enak hati, Iqbal yang mendengar itu menoleh kebelakang dan mendapati Andini sedang berbicara dengan laki laki yang ia larang memasuki rumahnya. Tak lama kemudian, Andini dan Daffa pergi dari rumahnya dengan Andini menutup pintu rumah..
“Yah masa gajadi sih din, emang kenapa musti minta izin sama abang lo sih?” Tanya Daffa saat mereka sudah masuk kedalam mobil, tadi saat diperjalanan kerumah Iqbal, Andini mengatakan bahwa Iqbal adalah abangnya
Karena dia suami gue,-batin Andini
“Balik aja lah daff, bunda gue pasti marah kalau gue gak ngantongin izin dari Iqbal” Daffa mendengus sebal
“Ikut aja elah” ujar Daffa lalu melajukan mobilnya melawan arah pulang kerumah Andini
“Daffa pulang aja!” Ujar Andini saat melihat Daffa terus melajukan mobilnya. Tujuan Daffa adalah membawa Andini sebagai pasangannya di birthday party Angel. Temannya Daffa
Andini terus berteriak meminta turun dan memulangkannya namun Daffa tidak mendengarkannya
“Daffa antar gue pulang, bunda gue bisa marah”
“Daffa, monyet lo b***k atau apa sih?”
“Daffa b*****t, turunin gue!!”
Daffa mengerem mendadak lalu menatap tajam Andini
“Lo gatau diri banget ya, seminggu ini gue udah sering traktir lo sekarang gue cuman mau minta tolong lo buat nemenin gue ke partynya temen gue lo gak mau. Turun lo!” Ujar Daffa sambil membuka pintu Andini. Andini mematung
“Turun anjir” ujar Daffa menatap Andini yang sudah hampir menangis
“Anterin gue balik, gue gatau daerah sini” Daffa memutar bola matanya lalu turun dari mobilnya dan memutarinya sampai ke pintu Andini setelah itu ia menarik Andini keluar
“Turun lo!” Bentak Daffa, Andini meneteskan air matanya lalu membiarkan Daffa meninggalkannya sendiri di daerah yang sama sekali belum pernah dikunjunginya dan dalam keadaan hujan pula.
Setengah jam kemudian, Iqbal masih dalam posisi yang sama saat Andini keluar dari rumahnya. Duduk disofa memandangi TV yang menyala. Iqbal mengambil ponselnya lalu mengetikkan sesuatu
Iqbal. Al
Assalamualaikum bun, Andininya udah sampai rumah?
Bunda
Loh, dia kan dirumah kamu. Katanya ada pr terus mau ngerjain bareng kamu
Iqbal mengernyit bingung, Andini meminta izin padanya untuk membeli perlengkapan tugas tapi meminta izin pada bu Rini pergi kerumahnya.
Dia bohong?- bathin Iqbal
Bunda
Memang Andini tadi udah pulang?
Gak kamu antar?
Iqbal?
Iqbal. Al
Hehe
maaf bun, Andininya ada kok bun. Baru balik dari supermarket
Iqbal pikir dia udah pulang, soalnya tadi pas Iqbal balik dari belakang dia udah gak ada
Bunda
Ya Ampun Iqbal, bunda udah kaget loh
Yaudah kamu antar Andini nanti aja, kalau hujannya udah reda
Iqbal. Al
Iya bun. Yaudah kalau gitu bun, Iqbal mau makan dulu
Bunda udah makan?
Bunda
Iya
Udah kok,
Iqbal. Al
Yaudah salam sama ayah sekalian ya bun, Assalamualaikum
Iqbal menutup ponselnya, ia terpaksa berbohong pada bu Rini karena anaknya yang kini tidak ia ketahui keberadaannya
Iqbal bangkit dari duduknya dengan menahan sakit yang teramat sangat, Iqbal menghela nafas, memang beginilah nasib pengidap anemia. Sering pusing
“Ck, kemana coba tuh anak? Gak ngotak banget jadi manusia!” Ujar Iqbal lalu mengambil segelas air minum. Setelah itu ia kembali ke sofa tadi dan menelpon Andini
Panggilan pertama, tidak di angkat.
Panggilan kedua, belum diangkat
Panggilan ketiga, perasaan Iqbal mulai tidak enak namun ia menepis dan berpikir bahwa Andini hanya malas mengangkat ponselnya.
Panggilan ke empat, masih belum diangkat. Iqbal melemparkan ponselnya keatas sofa lalu mengambil jaketnya dan bersiap untuk pergi mencari istrinya
Lalu, iapun mengambil dompetnya dan kembali mengambil ponselnya yang layarnya tampak hidup. Iqbal dengan segera menslide tombol hijau saat tertera nama Andini di layar ponselnya.
“Iqbal, tolongin gue bal. Gue takut hiks”
Andini menangis dan duduk di trotoar, ia sama sekali tidak tau harus berbuat apa sampai akhirnya ia mendengar ponselnya berdering
Empat panggilan tak terjawab dari Iqbal. Andini merasa lega lalu tanpa ragu ia menelpon Iqbal
“Lo dimana?”
Andini sesegukan lalu ia melihat sekelilingnya dan melihat plang sebuah ruko
“Jalan Terajanda, gue gak tau ini daerah mana”
“Tunggu gue. Jangan kemana mana”
“Iya, gue duduk didepan toko emas. Jangan lama lama”
“Gausah dimatiin hp-nya”
“Oke”
Andini menggenggam ponselnya sambil mengusap lengannya. Ia mulai kedinginan. Andini menatap ponselnya yang tertera nama Iqbal. Andini meletakan lagi ponsel tersebut ditelinganya
“Iqbal?” Panggil Andini pelan, ia hanya memastikan apakah Iqbal sudah berada dijalan atau belum
“Ini kamera saya jaminannya, saya pinjam sebentar ya pak, kalau nunggu taxi takutnya istri saya kenapa napa”
Oh, iya dek. Ini kuncinya
Makasih pak, saya enggak lama kok. Nanti bensin saya isiin
Andini terdiam mendengar percakapan Iqbal dengan seseorang. Ia merasa sangat bersalah, sangat sangat bersalah
“Hallo?”
“Ya, Iqbal?” Andini menahan tangisnya
“Jangan nangis” Andini menggigit bibirnya menahan tangisannya. Akhir akhir ini, ia menjadi sensitif. Mungkin karena sebentar lagi tanggal periodenya
“Enggak kok”
“Gue gak suka lo nangis”
***
Iqbal menelpon bu Rini dan meminta izin Andini tidur dirumahnya pada bu Rini
“Yaudah, tapi kalian gak boleh ngapa ngapain ya. Meskipun udah sah, kalian masih sekolah”
“Iya bun, pasti”
“Oke, bunda percaya sama Iqbal.Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Andini duduk bersila diatas sofa sambil meniup cokelat panas yang ia buat untuknya dan untuk Iqbal. Melihat Iqbal yang keadaanya adalah shirtless dan ditambah rambut yang basah
“Nih” ucap Andini memberikan sebuah mug pada Iqbal yang masih berdiri didekatnya dengan menatap ponselnya. Iqbal menoleh lalu mengambil mug tersebut dan menaruhnya kembali diatas nakas sebelah kanan sofa
Setelah itu, Iqbal berjalan meninggalkan Andini sendiri di sofa. Andini mengerucutkan bibirnya sedikit kesal karena usahanya tak dihargai lalu iapun meletakan mug nya disamping mug Iqbal.
Andini melipat tangan bajunya, ralat bajunya Iqbal yang ia pakai karena bajunya tadi sudah basah. Tiba-tiba pundaknya tertutupi sebuah selimut yang tidak terlalu tebal. Andini mendongak dan mendapati Iqbal yang sudah memakai baju sambil menghirup minyak angin
“Thanks” ujar Iqbal pada Andini lalu mengambil mug yang ia letakan tadi
“Dipakai selimutnya” perintah Iqbal, Andini merapatkan selimutnya hingga tersisa untuk tangannya yang sudah menggenggam mugnya kembali
Iqbal mengoleskan minyak angin di pundaknya. Badannya benar-benar tidak fit
“Itu mobil siapa?” Tanya Andini
“Mobil tetangga, gue pinjem” ucap Iqbal memijat kepalanya sambil sesekali mengernyit. Andini menatap Iqbal dengan iba, lalu ia membuka selimutnya dan berbagi dengan Iqbal
“Ngapain lo?” Tanya Iqbal mengernyit bingung pada Andini
“Maafin gue” ucap Andini tulus. Iqbal menatap Andini yang sudah duduk kembali di tempatnya
“Minta maaf sama bunda lo karena udah bohong” ujar Iqbal sambil menyeruput cokelat panasnya
“Gue pengen bal, tapi bunda pasti marah banget sama gue”
“Udah tau gitu, kenapa masih berani bohong?”
“Gue segan sama Daffa”
“Itu bukan jawaban An”
“Gue mohon, jangan bilang bunda” ucap Andini memohon pada Iqbal. Iqbal mendengus lalu menatap Andini
“Asal gak lo ulangi lagi” ucap Iqbal, Andini tersenyum lebar pada Iqbal. Iqbal yang melihat itu ikut tersenyum lalu mengacak rambut Andini gemas
Baik Andini maupun Iqbal terdiam karena perlakuan Iqbal tadi
“Um sorry, gue- mau nonton film gak?” Tanya Iqbal gugup sekaligus mengalihkan pembicaraan. Andini menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu mengangguk
“Boleh”
Setelah itu, merekapun menonton sebuah film drama comedy yang membuat rumah tersebut menjadi ramai akan tawa mereka.
Kalau kalian bertanya, kenapa Iqbal tidak marah dan menuntut penjelasan secara detail pada Andini. Jawabannya adalah karena kepalanya sangat sakit dan pusing. Mendengar Andini mengatakan bahwa ia dituruni ditengah jalan oleh Daffa saja sudah sangat menambah sakit dikepalanya apalagi jika ia marah marah pada Andini karena telah membohonginya ?
Bisa semaput dirinya nanti
Iqbal menopang wajahnya dengan tangan yang ia letakan diatas lutut. Pandangannya beralih pada Andini yang tiba-tiba berlari ke arah dapur. Iqbal mengangkat bahunya tidak acuh lalu kembali melanjutkan tontonannya
Sudah hampir sepuluh menit, namun Andini tak kunjung kembali dari dapur. Iqbal memiringkan kepalanya guna melihat Andini. Namun ia tidak melihat Andini di washtaffel
“Andini?” Panggil Iqbal setengah berteriak, namun Andini tidak menyahut
“An?” Masih tidak ada jawaban
“Lo ngapain? Nyari apaan? Lampunya idupin aja biar keliatan” ujar Iqbal, masih tidak ada jawaban, Iqbal berdiri lalu meletakan selimut diatas sofa setelah itu ia berjalan menuju dapur lalu menghidupkan lampunya
Iqbal mendengar suara air yang melimpah dari kamar mandi yang berada didekat dapur
“Matiin airnya An, mahal oi!” Ujar Iqbal sambil mengetuk pintu kamar mandi tersebut
“Hueek” Iqbal mendengar suara Andini yang muntah dan terbatuk lalu muntah kembali
“Andini, buka pintunya. Lo kenapa?” Tanya Iqbal yang sangat jelas kekhawatirannya
“Huek, gak huek gue kun- huek ci” mendengar itu, Iqbal langsung membukanya dan mendapati Andini yang sedang duduk sambil meletakan kepalanya di toilet duduk yang tertutup
“Lo kenapa?” Tanya Iqbal mendekati Andini sambil mematikan air keran yang sudah memenuhi bak mandi nya
Belum sempat Andini menjawab, ia kembali membuka tutup toilet dan muntah namun tidak ada yang ia keluarkan
“Huek” Iqbal mendekati Andini lalu mengambil seluruh rambut Andini dan memijat tengkuk Andini
“Perut gue gak enak banget rasanya, Huek” Iqbal meringis lalu kembali memijat tengkuk Andini. Cukup lama Iqbal memijat tengkuk Andini, merasa Andini sudah tidak lagi muntah Iqbal membantu Andini untuk berdiri
“Cuci muka dulu” ucap Andini pada Iqbal yang masih memegangi rambut Andini. Andini-pun cuci muka dengan rambut yang dipegangi Iqbal. Selesainya, mereka kembali ke sofa
“Lo bisa lepasin rambut gue kok bal” ujar Andini karena Iqbal yang masih saja memegangi rambutnya
Iqbalpun melepaskan rambut Andini dari tangannya lalu memberikan minyak angin pada Andini
“Salah makan kali lo” ucap Iqbal memberikan air minum pada Andini
“Gue aja belum makan dari siang” jawab Andini, Iqbal mendengus
“Pantes, masuk angin berarti. Perut kosong tambah lagi keluar malam hujan-hujan” ucap Iqbal sambil menarik selimut yang sedikit diduduki Andini
“Iya kali” ujar Andini lalu mengangkat bokongnya sedikit supaya memudahkan Iqbal mengambil selimut
“Mau makan gak?” Tanya Iqbal
“Emang ada lauk apaan?”
“Gak ada sih, kalau mau gue jemputin nasi goreng ke simpang”
“Enggak usahlah, ga laper banget gue” jawab Andini, Iqbal hanya mengangguk lalu menyuruh Andini untuk tidur
“Tidur sono, istirahat. Didalam ada bedcover nya kok.” ujar Iqbal menunjuk kamarnya
“Gue belum ngantuk”
“Tidur sono, gue juga mau tidur” ucap Iqbal lalu ia mengulurkan tangannya meminta Andini memberikannya minyak angin.
“Lo tidur dimana?” Tanya Andini bangkit dari duduknya dengan lesu karena habis memuntahkan cairan
“Digidaw” jawab Iqbal asal sambil mengusap perutnya dengan tangan yang sudah diberi minyak angin
“Bodoamat, gue nanya baik-baik juga!” Ucap Andini kesal lalu bangkit dan berjalan menuju kamar Iqbal
Iqbal terkekeh melihat Andini yang berjalan memasuki kamarnya. Lalu iapun menumpuk beberapa bantal sebelum akhirnya meniduri sofa yang berukuran hampir setengah spring bed tersebut setelah itu, Iqbal mematikan TV dan melilitkan selimut di seluruh tubuhnya lalu melihat ke arah pintu kamarnya yang lampunya baru saja mati
“Gue pikir lo hamil”