Aska tengah memimpin rapat penting, raut mukanya gelap dan dingin. Rapat hari ini terlalu berbelit-belit baginya, pihak rekanan yang harusnya mensuplai bahan baku untuk menyempurnakan mobil rancangan nya ingkar janji.
"Jadi sekarang apalagi alasan pihak bapak?"Aska bertanya sambil masih membalik laporan dihadapannya.
"Kami terkendala bahan baku pak, harga bahan baku dipasaran melambung tinggi dan jadi langka,"jawab mitra bisnisnya
"Jangan coba membohongi saya, dengan harga yang sudah kita sepakati diawal kenaikan bahan dasar tidak akan berimbas,"Aska menatap tajam
Lawan bicaranya menjadi gelagapan mendengar pertanyaan Aska. Aska memang terhitung masih muda untuk jabatannya sekarang ini.
Tapi posisi yang sekarang digenggamnya tidak dengan mudah diraihnya. Aska benar-benar merangkak dari bawah, hal itulah yang membuatnya kuat diposisi nya sekarang dan terkenal sebagai si serba bisa.
"Saya beri anda tambahan waktu dua Minggu lagi, jika dalam waktu dua Minggu anda tidak dapat memenuhi kontrak. Silahkan berurusan dengan pihak pengacara kami"
Tanpa diantar, semua tamunya keluar lewat pintu kerjanya dengan wajah pucat.
"Hendry..... ," Aska meneriakan nama tangan kanan nya.
Hendry yang tengah berbincang dengan Lidya sekertaris Aska terlonjak kaget dan bergegas ke ruangan Aska.
"Yes boss,"Hendry tersenyum lebar
"What are you doing? Are you kidding me?"Aska melemparkan laporan yang selesai dibacanya.
"Hei... hei... tunggu, data yang gue dapet emang kayak gitu. Rekanan yang barusan lu usir emang udah diambang kehancuran." Hendry mencoba menjelaskan duduk persoalannya.
Bagaimana Aska tidak naik pitam. Laporan yang ada dihadapannya menyatakan bahwa rekanan yang ditunjuknya untuk menyediakan komponen mobil rancangan terbarunya malah pailit.
Yang membuatnya marah mereka pailit karena kelakuan pemilik nya yang menggunakan dana perusahaan untuk prostitusi.
"Hubungi Mr.James gua mau perusahaan itu kita akuisisi, atau...."kalimat Aska menggantung.
"Atau apa bos?"Hendry mencoba memastikan meskipun sudah tau ujung rencana Aska.
"Atau seret mereka semua kepenjara" Aska berujar dingin.
Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB berarti sudah satu jam sejak jadwal jaga Rara berakhir.
Sial... umpat Aska dalam hati.
Aska mencoba menghubungi Rara tapi sudah ketiga kalinya nada dering berakhir tetapi tak ada jawaban.
Aska semakin uring-uringan tak jelas, dipacunya mobil sampai kecepatan maksimum. Sampai akhirnya suara pesan masuk mengalihkan perhatiannya.
Rara : Hai sorry, tadi ada pasien
Aska segera menepikan mobil dan mencoba menghubungi Rara lagi.
"Selamat malam dengan Rara disini ada yang bisa dibantu,"
Sapaan Rara yang terkesan formal membuat Aska tersenyum geli.
"Kamu lembur?"Aska to the point.
"Sorry, aku hari ini masuk malam. Salah satu teman ku nggak bisa jaga malam ini, jadi aku lanjut jaga,"Rara coba menjelaskan
"Kamu jaga dari tadi siang?"Aska mulai melakukan mobilnya pelan.
"Hehehehe,"Rara hanya terkekeh
"Don't push your self Ra,"
"I'm okay, ini hal biasa Ka. Akupun akan minta tolong kalau memang situasi nggak memungkinkan,"Rara menjelaskan dengan tenang.
Karena entah mengapa Rara bisa merasakan hawa dingin dari setiap perkataan Aska.
"Ok, aku pulang duluan kalau gitu,"Aska mengakhiri telponnya.
"Hati-hati dijalan,"pesan Rara singkat
***
Aska masih didepan TV Plasma sambil mengganti saluran tak tentu. Pikirannya melayang jauh, rasa kesal yang sedari tadi dirasakan dikantor masih saja memenuhi otaknya.
Ditambah lagi hari ini dia gagal menemui Rara, padahal baru kemarin mereka bertemu. Baru kali ini dia merasakan gelisah, marah dan rindu bercampur menjadi satu.
Tanpa pikir panjang diraihnya jaket dan kunci motor yang sudah lama tak dipakainya. Mungkin dengan sedikit angin malam akan membuat pikirannya tenang.
Aska memacu motor dengan kecepatan tinggi, tujuan awalnya adalah ke arena balap yang dibuatnya untuk ajang balap motor amatir.
"Silahkan masuk tuan,"si penjaga gerbang mempersilahkan Aska masuk saat melihat motor dan jaket yang dikenakan.
"Hai bro, tumben kesini,"seorang pria dengan tato dibetis sebelah kirinya menghampiri Aska.
"Lagi suntuk, hari ini nggak ada balapan?" Aska mengedarkan pandangan berkeliling.
"Pas banget bentar lagi mulai,loe mau ikut?" pria yang disapa J itu bertanya ulang.
"Peraturannya kayak biasa kan?"Aska menuju salah satu garasi yang ada disana.
"Wo... wo.. wo..., tunggu man.... gue bakal tanya ke mereka dulu ada yang mau ikut sama syarat loe nggak,"J segera membuat pengumuman
Aska tengah mempersiapkan motor yang akan ditungganginya. Jika dia sudah ingin balapan maka taruhan yang diminta tak akan mudah.
Peraturannya simple, tidak boleh main curang. Pemenang dapat segalanya dan yang kalah kehilangan semua.
Tak disangka dari tantangan yang diajukannya ada tiga orang yang merasa tertantang. Tak ada satupun yang kenal maupun dikenal Aska,semua muka-muka baru di arena itu.
"Ready.... start... Go,"J meneriakan aba-aba.
Deru mesin memecah keheningan malam itu. Aska begitu fokus ingin meluapkan semua rasa kesal di dadanya.
Sementara tiga orang musuh nya sepertinya tengah menyusun rencana untuk menjegalnya. Setiap kali berbelok ditikungan motor Aska selalu dipepet oleh dua orang seperti hendak membuka jalur untuk motor Hijau dibelakangnya.
Aska yang sedari awal memang berniat untuk mencari gara-gara menyeringai dibalik helm yang dikenakannya.Sampai akhirnya mereka terlibat kecelakaan dan motor yang dikendarainya meluncur jauh sampai akhirnya terbakar.
"Loe tau nggak peraturan disini itu, nggak Nerima orang curang,"hardik Aska sambil melayangkan bogem mentah ke arah pengendara motor Hijau.
Adu mulut dan adu jotos tak bisa dihindarkan Aska menghajar tiga orang musuhnya tanpa ampun. Perlu tiga orang berbadan besar untuk menarik Aska agar menjauh.
Jika Aska tidak dilerai J khawatir tiga bocah yang menjadi lawannya akan tinggal nama.
"Ayolah man.... itu udah cukup,"J melerai sambil tetap memegang lengan Aska.
"Loe tau kan gue nggak suka dicurangi,"Aska masih menatap tajam pada tiga tubuh yang telah terkapar.
"Ok..ok... biar gua urus mereka, seenggaknya luka loe perlu dibersihin. Ayo gue anter," J menawarkan diri
"No thanks, gue bisa pergi sendiri,"Aska berganti motor dan melaju pergi.
***
Rara melepas Handscone dan mencuci tangannya di wastafel. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari, tapi pasien masih datang.
Baru hendak merebahkan kepala diatas meja, Rara dikejutkan oleh suara ketukan dihadapannya.
"Boleh minta tolong,"Aska berusaha tersenyum ramah.
Melihat sudut bibir Aska yang berdarah membuat Rara spontan berdiri.
"Kamu kenapa?"spontan Rara bertanya.
"Cuman masalah kecil,"
"Silahkan kesebelah sana pak,"seorang petugas mengarahkan Aska ke ruang tindakan.
Tampak muka protes langsung ditunjukan. Melihat situasi yang akan berujung tidak nyaman Rara mengambil inisiatif.
"Biar saya saja yang tangani," Rara mencoba menengahi, kemudian dibimbingnya Aska ke salah satu ruangan tindakan.
Aska duduk dengan tenang, sambil mengamati setiap gerak gerik Rara.
"Bisa nggak sih kalau kesini itu dengan cara yang normal aja,"Rara nampak kesal.
"Ini normal kok,cuman luka lecet biasa,"Aska menjawab enteng.
"Buka jaket dan baju kamu, aku mau lihat dimana lagi luka-lukanya,"Perintah Rara yang langsung dituruti Aska.
"Oh God.... "Rara tercekat melihat luka-luka disekujur badan Aska. Luka yang sudah biru di punggung dan pinggangnya, nampak seperti bekas hantaman benda tumpul.
"Kamu nggak ngerasa sakit?"Rara berhasil mengendalikan diri.
"No...," Aska menjawab singkat.
"Kamu belum pernah denger tentang julukanku ya Ra?" Aska bertanya singkat yang dijawab dengan gelengan kuat oleh Rara.
"Orang-orang selalu bilang aku si Trouble maker,"Aska menjawab singkat.
"Aku nggak peduli omongan orang, bagiku itu nggak penting,"
"Inget ya, kamu harus jaga diri at least jangan bikin aku khawatir," Rara membereskan peralatan dan menuliskan resep untuk Aska.
"Buruan pulang, aku nanti pulang jam 8 pagi," Rara menyerahkan resep sembari mengusir Aska secara halus.
Aska pergi dengan suasana hati yang jauh lebih tenang. Tak disangka hanya dengan melihat wajah Rara sebentar bisa mengubah suasana hatinya.