My Mom

1072 Kata
Rara tengah berusaha membuka gerbang besi berwaran hitam itu, yang tak biasanya susah untuk dibuka. Dalam kondisi badan lelah dan kantuk yang sudah tak tertahankan Rara masih berkutat dengan gerbang yang tak bergeming. Huh.... Sungutnya yang diiringi dengan bunyi gerbang yang berhasil didorong terbuka lebar. Setelah selesai mandi dan sarapan Rara hendak mengunci pintu depan, tiba-tiba suara pengantar paket menghentikan kegiatannya. "Paket...paket atas nama Rara," sang pengantar paket berteriak keras. "Iya pak sebentar, "Rara menjawab sambil bergegas keluar. "Dengan ibu Rara sendiri?" "Iya pak, dengan saya sendiri,"Rara menerima paket dan membubuhkan tanda tangan pada lembar yang disodorkan. Sembari berjalan masuk Rara masih berfikir paketan apa yang dipegangnya ini. Pasalnya belanjaan online nya sudah dia terima semua. Tak ambil pusing Rara meletakkan bungkusan paket itu di dekat TV, sementara Rara menyeret tubuhnya untuk tidur. Rara masih punya waktu unutk tidur sebelum memenuhi janji makan siangnya dengan Aska. Kring....kring.... jam weker Rara berbunyi nyaring, sukses membuat Rara terduduk sambil mengumpulkan nyawanya. Sesaat kemudian Rara mendengar handphone nya berbunyi dengan nada dering khasnya. "Ya halo....." "..................." "Iya, nggak papa. Sekarang dimana?, gimana kondisinya?" Rara langsung sepenuhnya terjaga. Yup.... telpon itu berasal dari Aska, dengan berat hati rencana makan siang mereka harus dibatalkan. Nyonya Barnett, mama Aska tiba-tiba pingsan saat sedang ada acara. Tidak butuh waktu lama Rara sudah siap menunggu taxi online untuk mengantarnya ke RS tempat Mama Aska dirawat. Letaknya memang agak sedikit jauh, untuk itu Rara yang masih kelelahan memilih menggunakan Taxi online. Setelah menempuh perjalanan yang penuh dengan kemacetan dan jarak yang lumayan jauh, serta bertanya kesana dan Kemari akhirnya Rara bisa menemukan Aska. Sampai saat ini Rara juga masih tak habis fikir, apa yang membuatnya rela melakukan semua ini hanya untuk berada di RS yang bahkan terkesan tidak ramah baginya ini. Yang jelas suara Aska yang panik ditelpon membuatnya spontan melakukan semua ini. Sekarang dihadapannya Aska tengah duduk diluar dengan kondisi yang berantakan. "Hai..., gimana kondisi mama kamu ka?"sapa Rara yang cukup membuat Aska tersadar dari lamunannya. "Ra, sama siapa kamu kesini?"Aska masih tak percaya "Kamu udah makan?Gimana kondisinya?"Rara enggan menjawab pertanyaan Aska Tapi untuk kali ini nampaknya Aska memang tak fokus. Hanya raganya yang tengah duduk disamping Rara, tapi jiwa dan pikirannya entah pergi kemana. "Aku nggak laper, mami masih diperiksa di dalem,"Aska tampak sesekali melirik ke ruangan pemeriksaan intensif di sebelahnya. "Jangan pesimis gitu dong Ka,"Rara tanpa sadar menggenggam tangan Aska yang sedari tadi terkepal kencang. Aska tersenyum miris sambil kembali menatap dinding dihadapannya. Rara sudah tak lagi menawarkan makanan ataupun menanyakan hal lain. Rara paham,bahwa dikondisi saat ini Aska hanya butuh ditemani tanpa pertanyaan dengan segudang rasa penasaran yang dibungkus dengan embel-embel simpati yang sering jadi kebiasaan orang-orang di negara beflower ini. Setelah beberapa saat nampak laki-laki yang sudah lumayan berumur keluar dari ruangan pemeriksaan dan semakin mendekati Aska. "Aska, mami kamu sudah mulai sadar. Dari hasil pemeriksaan semua masih dalam batasan normal, hanya tekanan darahnya saja yang melonjak semakin tinggi. Untung nya tidak memicu pecah pembuluh darah,"terang beliau. "Thanks Prof,"jawab aska lirih. "Loh Ra, kamu Rara kan?"tanya sang dokter pada Rara "Iya Prof, ini Rara murid Prof dulu. Prof Tanu apakabar?"Rara menjawab pertanyaan Profesornya dulu dengan sopan. "Sehat Ra, wah...saya bisa nitip sama kamu ya Ra buat mantau kondisi maminya Aska,"ujar Prof Tanu sambil tersenyum. Rara hanya tersenyum menanggapi cadaan sang Profesor, tanpa Rara tau bahwa candaan inilah yang akan mengubah jalan hidupnya kedepannya. "Sebentar lagi Mami kamu akan dipindahkan ke ruang rawat biasa, dan bisa kamu temuin disana.Saya pamit dulu ya Aska,"Prof Tanu beranjak pergi setelah bersalaman dengan Aska. Rara semakin paham bahwa keluarga Aska bukanlah keluarga sembarangan. Melihat dari perlakuan yang diperoleh nya saat ingin menanyakan kamar rawat Nyonya Barnett yang terkesan ditutup-tutupi, sampai semua petugas yang menangani. Semuanya adalah yang terbaik dibidangnya masing-masing. Rara duduk didepan kamar rawat inap sambil sesekali mengecek layar Hpnya. Akhir-akhir ini beberapa pesan singkat maupun telpon dari nomor tak dikenal mulai terasa mengganggu. Tapi entahlah hari ini terasa terlalu tenang baginya. "Ra kamu naik apa tadi?" tanya Aska yang baru saja keluar dari kamar rawat. "Tenang aku bisa pesen taxi online kok. Gimana kondisi mami kamu?" "Mami udah baikan, cuman butuh istirahat aja dulu beberapa hari. Aku anter ya Ra"Aska menawarkan diri. "Nggak usah Ka, aku bisa pulang sendiri. Lagian kamu mendingan temenin mami kamu disini,"Rara berusaha menolak dengan halus. "Aku kayaknya lebih baik nggak disini dulu deh, kalau aku masih tetep disini bisa ada keributan yang bakal bikin mami drop lagi,"Aska menjawab dengan getir. Rara sadar saat ini bukan waktu yang tepat untuk menolak ataupun bertanya pada Aska. "Ok kalau kamu nggak keberatan,"Rara tersenyum sambil mengiyakan tawaran Aska. ***** Sekarang mereka tengah duduk manis sambil membelah kemacetan jalanan yang sudah mulai agak berkurang. "Kamu pasti aneh ya ngeliat aku malah mau pergi padahal Mami lagi saki?"Aska membuka pembicaraan. "Nope, semua orang pasti punya alesannya. Dan nggak semua alesan perlu buat di utarakan,"Rara mencoba bijak. "Ha-ha-ha sumpah kamu tu kadang beneran nggak bisa ditebak ya??"Aska tertawa lepas. "Jadi kami memang cuma tinggal punya Mami, Papi udah lama meninggal. Nah hari ini kayaknya Mami lagi ada silang pendapat atau ada urusan apa yang nggak sesuai sama kakak. Dan seperti biasa aku nggak mau masuk dalam kepelikan masalah itu,"Aska menjawab dengan detail. "Apa yang kamu lakuin udah bener kok Ka,"Rara mencoba menenangkan. "Thanks ya Ra,"Aska menggenggam tangan Rara sepanjang perjalanan pulang. Disepanjang jalan Aska menceritakan tentang kondisi keluarganya yang kini membuatnya menjadi kepala rumah tangga,sekaligus menjadi CEO. Ayah Aska sudah meninggal semenjak Aska duduk di bangku SMP, dan otomatis semua tanggung jawab beralih kepada nya tanpa permbelajaran sebelum ini. Disisi lain dia juga masih harus menamatkan sekolah nya. Oleh sebab itu Aska menjadi sosok yang dingin, tegas dan cuek terhadap semua partner bisnisnya. *** "Thanks ya ka,"Rara tengah meraih gagang pembuka pintu. "Aku yang makasih ya Ra, kamu udah mau nemenin aku Sampek jam segini," tanpa aba-aba Aska mengecup puncak kepala Rara yang membuat wajah Rara menjadi merah padam. "aku masuk dulu ya,"Rara bergegas meninggalkan Aska yang masih merutuki tindakannya. Aska tidak segera melajukan mobilnya untuk kembali ke apartemen pribadinya. Dia masih dengan sabar duduk memandangi jalan yang tadi dilalui Rara. "A..... "Rara berteriak kencang. Mendengar teriakan dari dalam rumah Aska langsung bergegas melompati pagar rumah Rara yang tidak terlalu tinggi itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN