bc

Hijrah

book_age12+
338
IKUTI
1.7K
BACA
goodgirl
CEO
neighbor
comedy
sweet
bxg
city
friendship
like
intro-logo
Uraian

Namanya Jeno, seorang pemuda yang tidak tahu apa-apa tentang agama sama sekali, pengangguran, dan kerjaannya cari keributan di media sosial. Namun ia mendadak berubah saat bertemu dengan seorang gadis pemilik toko kue bernama Kamila.

cover by: aeanakim

font by: **

chap-preview
Pratinjau gratis
01
Sebuah kamar yang penuh asap rokok, tiga bantal dan satu guling berserak di lantai, di sebuah pojok kamar berdiri lima gelas kosong bekas pakai yang letaknya tak teratur serta sebuah piring hampir kosong. Di depan meja itu pula duduk seorang pemuda yang sedang serius menatapi layar gawainya. Jeno, nama pemuda itu bersungut sembari menyesap rokoknya, kemudian membuang asapnya ke udara, sebelum akhirnya jari-jarinya kembali aktif mengetik kalimat cacian dan makian di kolom komentar. Jeno sedang bertengkar tentang agama di media sosial, yang padahal sama sekali tidak Jeno mengerti. Ia memiliki agama, namun hanya tercantum dalam identitas kependudukan, karena keluarganya juga bukan tipe yang begitu memperhatikan soal agama, jadi Jeno pun sama. Ibunya orang Indonesia dengan agama muslim, sedangkan ayahnya asli Korea, menjadi seorang mualaf karena mau menikahi Ibunya, keduanya sama-sama menjadikan agama hanya untuk mengisi data. Saat Jeno sedang asik-asiknya memikirkan kalimat yang tepat untuk membalas komentar lain, Ibunya malah memanggil. "Jeno!!!" "Iya Bunnn?! Apaan?!" "Keluar kamar sini! Anterin ini ke tetangga depan!" Jeno berdecak, ia segera mematikan rokoknya dan meletakan sisanya di asbak, sebelum akhirnya ia bergegas keluar kamar sembari mengantongi ponselnya. Jeno pergi ke dapur dan melihat ibunya, atau biasa ia panggil Bunda tengah menyusun kue di atas piring. "Habis ngerokok ya, kamu?" Tanya Bunda sebelum akhirnya menyerahkan piring berisi kue itu pada Jeno. "Asem Bun kalau gak ngerokok," balas Jeno sembari menerima piring tersebut. "Rumah yang mana?" Tanya Jeno. "Yang catnya pink putih, samping rumah yang pas banget di depan kita," balas bunda. “Itukan rumah kosong?” Protes Jeno. “Makanya, jangan ngerem mulu di kamar,” sahut bunda sambil menoyor kepala Jeno. “Oh, udah dihuni sekarang, ya?” Tanya Jeno meringis. Bunda menjawab dengan tatapan kesal. Jeno bergumam tak jelas sebelum akhirnya pergi. Meskipun bandel, Jeno ini tipe yang patuh sama orang tua, dia gak gengsi kalau bundanya menyuruh dia mengerjakan pekerjaan yang biasa dikerjakan perempuan, atau hal-hal yang remeh sekalipun. Jeno sampai di depan sebuah rumah bercet pink putih yang sudah sekian tahun tidak ditempati, tapi dua hari ini baru saja kedatangan penghuni yang konon berani membeli mahal rumah itu. Jeno tanpa ragu atau grogi mengetuk pintu, tak berselang lama pintu bercat putih itu terbuka, menampilkan seorang gadis dengan hijab instan panjang berwarna putih, berpiyama panjang berwarna pink pastel, membuat rahang Jeno seketika terjatuh. 'Buset, cantik banget,' batin Jeno. Gadis itu tak lama tersenyum pada Jeno, membuat Jeno mendadak salah tingkah. "Ada apa ya, Mas?" Tanya gadis itu, sukses membuyarkan lamunan Jeno. "Ini, gu- aku, aku tetangga depan, mau ngasih kue," jawab Jeno sambil tersenyum lebar tapi gugup sembari menyodorkan piring berisi kue yang dibawanya. "Wahhh, makasih banyak, Mas," ucap gadis itu, matanya berbinar. "Eh jangan panggil Mas deh, kayaknya kita seumuran, nama aku Jeno," kata Jeno sambil mengulurkan tangan kanannya. "Nama saya Kamila. Maaf gak bisa jabat tangan, hehe," kata gadis berpiyama yang ternyata memiliki nama Kamila itu. Sontak Jeno menarik tangannya. "Oh iya, gak mahrom ya? Aduh, aku gak tahu apa-apa nih, jadi malu," gumam Jeno sambil menggaruk-garuk kepala belakangnya. "Mau masuk dulu? Ada orang tua sama kakak saya di dalem," ajak Kamila. "Ah gak usah, gak sekarang maksudnya, hehe. Belum siap ketemu mertua, kalau gitu aku pulang dulu, assalamualaikum," setelah berkata demikian Jeno langsung berlari pergi. Kamila tercengang dan mematung di depan pintu. Tak lama ada yang menepuk bahu Kamila dari belakang. "Siapa Mil?" Tanyanya. "Tetangga depan, ngasihin kue," jawab Kamila. "Cewek cowok?" "Cowok," "Pasti ngardusin kamu," "Emang aku paket apa Kak? Yang ada Kak Lino tuh, tukang kerdus," "Ye, wajar kalau Kakak kerdus, Kakakkan ganteng," "Ya in deh." ••• "Tuh liat tuh, cantikkan?" Tanya Jeno pada Tora dan Bayu. Mereka saat ini tengah nangkring di teras, dan Jeno menunjuk-nunjuk seorang gadis yang baru keluar dari halaman, dan saat ini tengah sibuk menyiram tanaman. Ketidaktahuan gadis itu kalau sedang diperhatikan tiga pemuda di kejauhan membuat mereka leluasa mengamati, anehnya setiap wajah gadis itu terlihat jelas, seketika membuat Jeno gelagapan dan tersenyum, seolah pada gadis itu yang tak lain adalah Kamila. "Tumben amat suka cewek modelan gitu. Bukannya lo demennya cewek kayak Aw Karina, Marion Joli, yang seksi-seksilah,”goda Bayu. "Ih, tapi dia beda. Liat tuh, pipinya lucu banget," ujar Jeno dengan mata tak lepas dari Kamila. "Zina mata Lo!" Celetuk Tora. "Apaan sih? Orang cuman liatin doang masak zina? Lebay lu," "Pak Ustadz, ceramah dong," pinta Bayu sembari menyenggol Tora. "Nyeramahin Jeno mah ogah, kecuali gue dibayar," sahut Tora. "Ck, udahlah, kalian bantuin gue pokoknya buat pedakate sama tuh cewek, entar gue kasih PJ (Pajak Jadian) kalau udah jadian," papar Jeno. "Kayaknya tipe cewek kayak gitu, bukan tipe yang mau diajak pacaran deh Jen, maunya langsung diseriusin, habis itu ta'aruf-an, baru nikah," ujar Bayu. Tora menganggukan kepalanya setuju. "Emang Lo siap nikah? Sampai saat ini aja masih pengangguran," ledek Tora. "Tapi kan entar gue bakal dapet warisan, ngapain susah-susah kerja?" Sahut Jeno pede. "Et dah bocah, cetek amat pikiran Lo," sahut Bayu. "Mikir tuh yang panjang pinter, wArisan kalau gak dikembangin entar bakal habis," tambahnya. "Udah deh gak usah kejauhan mikirin nafkah. Yang harus dipikirin, emangnya Lo bisa jadi imam yang baik? Kerjaannya aja nyebat, war gak jelas di medsos, gak tahu apa-apa soal agama lagi," papar Tora yang membuat Jeno seketika bungkam. "Tobat, Bro!" Celetuk Bayu dengan nada berbisik. "Lo sama aja," timpal Tora. Jeno terdiam dengan mata mengamati Kamila yang sekarang tengah menyapu halaman, lalu ada kakaknya yang sedang cuci motor. 'Tobat? Ya kali, berkorban buat cewek yang baru ditemuin beberapa jam? Ada-ada aja, gue kan cuman sekedar tertarik, kayaknya,' ••• Rutinitas Jeno setiap pagi atau baru bangun tidur adalah langsung keluar rumah dengan secangkir kopi s**u di tangan. Belum cuci muka, apa lagi mandi, celana pendek selutut dan kaos oblong membalut tubuhnya. Rambutnya masih kusut, matanya yang sipit sekarang jadi terlihat lebih kecil karena belum terbuka sepenuhnya. Jeno duduk di teras, ponsel sudah berada di tangannya yang bebas tidak memegang cangkir, ia bersiap jadi netizen penyebar kebencian menggunakan akun fake. Kalau pakai akun aslinya bisa jadi masalah besar, apa lagi Jeno cukup terkenal di dunia maya, salah satunya karena wajah gantengnya. Bagi Jeno ini menyenangkan, bisa untuk mengisi waktunya yang kosong karena pengangguran. Ia tahu aktifitasnya ini gak berfaedah banget. Tapi karena sudah jadi keseharian, ia jadi tidak bisa lepas. Penyebar kebencian atau yang hobi war di media sosial, memang kebanyakan orang pengangguran dan jomblo seperti Jeno, tapi jarang ada yang wajahnya ganteng seperti dirinya, jadi Jeno sedikit terselamatkan karena parasnya. Sedang asik mencari-cari lapak yang pas untuk membuat keributan, pandangan Jeno teralih dari layar ponselnya, karena mendengar namanya dipanggil. Ia terkejut melihat Kamila sudah berdiri di depan gerbang rumahnya sembari tersenyum lebar. 'Pagi-pagi udah dikasih senyuman manis aja,' batin Jeno. Jeno akhirnya beranjak berdiri sesudah meletakan cangkir kopi serta ponselnya di lantai, dia bahkan lupa kalau belum cuci muka dan gosok gigi. Jeno berjalan ke gerbang dan membukanya. Kamila terlihat sudah rapih. "Ada apa?" Tanya Jeno sambil senyum. "Mau ngembaliin piring," jawab Kamila sembari menyodorkan piring dari Jeno kemArin, kini di dalamnya ada kue bolu gulung. "Wah, makasih ya, tapi kok pakai diisi segala? Jadi ngerepotin," ujar Jeno. "Enggak kok. Saya emang suka bikin kue, jadi gak keberatan sama sekali," sahut Kamila. "Ih idaman banget deh," ceplos Jeno tanpa sadar. "Eh, ehehe. Lupain aja kata-kata aku yang tadi, btw mau kemana pagi-pagi?" Tanya Jeno. "Mau kerja. Kamu sendiri gak kerja? Atau masih kuliah?" Tanya Kamila. Jeno seolah seperti disamber gledek mendengar pertanyaan Kamila. "Eungg... nanti siang. Aku freelance, kerja paruh waktu hehe,” sahut Jeno bohong. “Emang kamu kerja apa?" Tanyanya lagi. "Aku punya toko kue," jawab Kamila. "Wah pengusaha? Hebaaat," puji Jeno. Jeno memuji sekaligus merasa malu pada dirinya sendiri. "Udah gede toko kuenya?" Tanya Jeno basa-basi. "Alhamdulillah," jawab Kamila sembAri tersenyum. 'Pasti udah gede banget usahanya. Dia kayaknya udah jadi bos besar, lihat aja penampilannya, rapi banget,' riuh suara hati Jeno. "Kapan-kapan mampir aja, entar saya kasih diskon," kata Kamila. "Ah, gak usah diskon-diskonan segala. Tapi pengen deh ke sana, mau dianter gak? Biar aku sekalian mau sarapan di sana aja," tawar Jeno. "Ah, gak usah, saya mau dianter sama Kakak, dia sekalian mau berangkat kerja juga," tolak Kamila secara halus. "Kakaknya kerja apa?" Tanya Jeno. "Kepo,” sahut Kamila. “Gak boleh gitu kepoin kamu sama kakak kamu? Siapa tahu nanti ada lowongan buat aku,” papar Jeno, obrolan mulai mencair. “Boleh kok, kakakku itu seorang guru dance, siapa tahu aja kamu mau nambahin jadi muridnya," gurau Kamila. "Ooh, kayaknya keluarga kamu religius ya? Tapi dance gak papa?" Heran Jeno. "Ya gak papalah, asal bukan dance sexy aja," sahut Kamila terkekeh. "Ya udah kalau gitu saya permisi dulu, ya? Udah hampir telat," ujarnya lagi "Eh bentar. Punya kartu nama? Biar tahu alamat toko kuenya," kejar Jeno. Kamila berhenti mengambil sesuatu dari tasnya. “Di sini juga ada alamat sekolah tari kakakku, siapa tahu mau belajar, biar pagi-pagi udah gak ileran kayak sekarang,” canda Kamila sambil menyerahkan sebuah kartu nama. Seketika pipi Jeno memanas. ••• Jeno memasuki toko kue bergaya vintage dan banyak bunga-bunga mawar menghiasi toko. Aroma perpaduan karamel, vanila dan butter yang dipanggang seketika menyeruak, membuat Jeno sontak tersenyum. Banyak kursi-kursi untuk makan di sini, ada menu pelepas dahaganya juga. Jadi seperti cafe. "Gila sih, cewek tapi bisa sehebat ini." Gumam Jeno. Jeno mengamati pajangan-pajangan yang dipasang di dinding sebelah kiri. Di sana terpajang banyak sertifikat penghargaan, foto-foto saat orang penting datang ke toko, yang otomatis membuat Jeno berdecak kagum. 'Bundaa! Jeno jadi sadar betapa gak bergunanya anakmu ini,' teriak Jeno dalam hati. Toko kue ini letaknya cukup jauh dari perumahan tempatnya tinggal sampai Jeno tidak tahu tempat ini, karena dia biasa nongkrong di tempat yang free wifi dan bisa merokok. Sedangkan toko kue ini berbeda, tanda peringatan larangan merokok cukup besar terpampang di depan toko. Jeno mengambil ponselnya, memotret setiap sudut toko roti, sampai akhirnya ada salah seorang pegawai toko yang menghampirinya. "Selamat siang Mas, ada yang bisa dibantu?" Tanya pegawai itu ramah. "Eummm, mau pesan kue," kata Jeno sekenanya. 'Iyalah ya pesan kue, ini kan toko kue. Tapi mau pesan kue apa?' batin Jeno. "Ada... eumm... Cheesecake ada?" Tanya Jeno, padahal bundanya sudah terlalu sering membuat kue itu. "Ada Mas, mau berapa potong? Makan di sini atau dibawa pulang?" Tanya pegawai toko itu lagi dengan tak lepas dengan keramahannya. "Satu potong aja, makan disini, sama minumnya ice cappuccino," sahut Jeno sambil celingukan seperti mencari seseorang. "Baik Mas," tanggap sang pegawai. Jeno kemudian duduk di salah satu meja setelah pegawai itu pergi. Toko lumayan sepi, karena sekarang memang masih jam kerja. "Mbak!" Jeno iseng memanggil pegawai yang menjaga kasir. "Ya Mas? Ada yang bisa dibantu?" Tanyanya. "Bosnya mana?" Tanya Jeno. "Mbak Kamila?" Sang kasir balik bertanya. "Iya. Kemana dia? Kok gak ada di toko?" Tanya Jeno lagi. "Dia lagi ada rapat di luar Mas, ke sininya emang gak full," papar perempuan berhijab itu. Jeno menganggukan kepalanya mengerti. "Di sini ada lowongan kerja gak? Kriterianya apa kalau mau kerja disini?" Tanya Jeno. "Selalu terima Mas. Kebetulan cabangnya juga udah lumayan banyak. Apa lagi kalau dia pengangguran yang susah cari kerja atau janda, masuknya gak ribet. Kriterianya kalau buat yang muslim, wajib salat tepat waktu dan berjamaah, yang perempuan mau tutup aurat, tidak merokok, terus laki-laki dan perempuan jangan terlalu berbaur. Kalau non muslim syaratnya cuman disuruh menghargai yang muslim," paparnya panjang lebar. “Minimal lulusan terakhir apa?” Tanya Jeno. “Kebetulan gak ada syarat itu, Mas, yang penting bisa calistung dan mau belajar,” sahut sang kasir kalem. “Gak pake ijazah?” Tanya Jeno hampir berseru, sang kasir menggeleng. “Buseeet, hari gini ngelamar kerja gak pake ijazah? Mana ada?” Jeno bergumam sendiri. Sang kasir hanya tersenyum menanggapinya. 'Gue gak bisa salat, dan males juga, berhenti merokok? Big no! Berarti gak bisa dong masuk kerja di sini, padahal gue sarjana' Tak lama mendengar pintu toko dibuka, sontak Jeno mengalihkan pandangannya ke arah pintu, dadanya berdesir melihat siapa yang datang, siapa lagi kalau bukan sang pemilik toko kue. "Eh, Jeno, jadi juga ke sini ternyata," ujar Kamila sambil tersenyum. 'Hobi banget senyum.' Batin Jeno. Jeno pun pada akhirnya membalas senyuman Kamila. "Iya nih, penasaran, habis bolu yang tadi pagi kamu kasih enak," kata Jeno. "Syukur deh," balas Kamila. "Udah pesan?" "Udah, udah, lagi nunggu," sahut Jeno. "Oh gitu. Maaf ya gak bisa nemenin, masih banyak kerjaan," kata Kamila tak melepaskan senyumnya. "Iya gak papa, santai aja," sahut Jeno meskipun kecewa. 'Apa gue iseng lamar kerja disini aja ya?' Batin Jeno.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

PEMBANTU RASA BOS

read
16.8K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
157.1K
bc

Dear Doctor, I LOVE YOU!

read
1.1M
bc

Bukan Cinta Pertama

read
53.1K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.8K
bc

Kamu Yang Minta (Dokter-CEO)

read
293.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook