3

1340 Kata
Siang ini Willy membawa Keylo untuk berjalan-jalan di Mall. Ia mengenakan baju kemeja berwarna navy dengan lengan yang di gulung hingga ke siku yang justru terlihat pas di badan tegapnya serta celana panjang formalnya berwarna hitam. Ya, dia baru saja pulang mengajar namun Keylo merengek minta dibelikan mainan baru dan disinilah mereka berada. "Daddy... daddy, Aku mau main itu," Keylo menunjuk permainan mobil-mobilan yang ada di area game center. Willy mengacak rambut puteranya sambil mengulas senyum. Hal sederhana yang dilakukannya itu sudah menarik minat wanita-wanita untuk mendekatinya. Seolah Wilky memiliki magnet yang mampu menarik orang-orang di sekitarnya. Ia menggendong Keylo sebelum membuat member card. Keduanya mulai berkeliling untuk bermain di game zone. Sesaat mata Willy menatap sesosok keluarga lengkap dengan isteri dan anaknya. Rasa sakit itu kembali menusuk dadanya membuat sendinya terasa ngilu kala mengingat mantan isterinya, Keeyna. Seandainya saja... Selesai bermain, lelaki itu kembali mengajak puteranya untuk makan terlebih dahulu karena tahu bahwa Keylo merasa lapar. Diletakkannya Keylo disebelahnya sebelum keduanya memesan makanan. "Siang, Pak." Suara seorang gadis menegurnya tiba-tiba. Membuat dirinya menoleh kaget saat matanya bertemu pandang dengan Venny dan juga mahasiswa yan sering terlambat masuk pada mata kuliahnya, Alea. Berusaha menutupi rasa kagetnya, ia menjawab ramah. "Siang. Belanja?" Tanyanya berbasa-basi sambil membantu menyuapi Keylo. "Eh, i-iya Pak." Venny terlihat gugup sedangkan Alea sudah merutuki perbuatan Venny yang sembrono sekarang. Sial sekali dirinya harus bertemu dengan dosen yang selaku memberinya hukuman. Membuat rada benci Alea semakin bertambah besar. "Sudah kubilang jangan panggil 'Pak'. Panggil saja Willy." Jawab Willy santai. "Silahkan duduk, kita makan bersama." Venny melebarkan matanya mendapat tawaran tersebut. Ia hendak duduk, namun Alea segera menarik tangan Venny dan memelototinya, seolah memberikan kode melalui mata. Willy hanya melihat adegan dua wanita di depannya ini. Ia tahu jika Alea paling anti didekatnya. "Maaf, Pak. Kami harus pergi." Baru saja Alea membalikkan badan ingin pergi namun suara Willy menghalanginya. "Bergabunglah, Alea. Saya tidak akan marah kali ini." Tersirat nada geli ketika Willy mengatakannya. Tanpa pikir panjang, Venny menarik tangan sahabatnya sehingga mau tak mau Alea duduk di kursi depan Keylo sedangkan Venny di depan Willy. "Bagaimana kabarmu?" Willy membuka suaranya sambil menatap Venny lekat. Venny tersenyum dan menjawab. "Aku baik-baik saja. Kau sendiri?" "Aku sehat. Perkenalkan, ini anakku. Namanya Keylo." Willy memperkenalkan Keylo kepada Venny. "Hai adik kecil." Sapanya pada Keylo yang tampak asik dengan mainannya. Keylo hanya melirik sebentar lalu kembali lagi untuk mengutak-atik mainannya. Seketika semburat merah langsung mewarnai pipi Venny karena malu. "Dia memang tidak banyak berbicara dengan orang yang baru di kenal." Willy seakan menjelaskan sifat anaknya yang cuek itu. "Oh ya?" Sahut Alea tiba-tiba, dan entah mengapa dirinya merasa tertantang akan ucapan dari dosen yang sangat dibencinya. Venny yang dadar akan ucapan refleks Alea segera menyikut lengan temannya. Tapi, tampaknya Alea tak memperdulikannya. "Coba saja." Willy menatapnya intens sebelum tersenyum meremehkan mahasiswa keras kepalanya itu. Kita lihat sekarang. Jangan panggil aku Alea jika anak kecil ini tak bisa kutaklukkan. Mata Alea menatapnya sengit. "Halo Keylo, nama kakak Alea." Alea tersenyum manis dengan lesung pipit yang justru menambah kecantikannya. Keylo menatap Alea seolah memperhatikan dengan seksama. Sedangkan Venny dan Eilly menunggu respon lelaki kecil itu. "Kau cantik. Aku suka kakak cantik." Ucapan itu tentu saja membuat Venny dan terutama Willy membelalak lebar. Tidak percaya akan apa yang keluar dari mulut lelaki kecil yang berumur 4 tahun tersebut. Dan tentu saja, hal tersebut langsung membuat Alea tersenyum kemenangan. "Benarkah kakak cantik?" Keylo menganggukkan kepalanya sambil memperlihatkan gigi-giginya yang sudah rapi. "Hmm, Keylo mau ikut kakak tidak? Kita bermain-main disana?" Alea menunjukkan tempat pemandian bola. "Mau mau mau," ujar Keylo bersemangat sambil meletakkan mainannya di atas meja makan mereka lalu mengulurkan tangannya ke arah Alea. Alea menggendong Keylo dan berkata, "kita tidak boleh mengganggu Daddy pacaran, oke?" "Pacaran?" Ulang Keylo. Membuat Alea mendapat tatapan tajam dari Willy. Namun, di hiraukannya. "Iya, Daddy pacaran buat cari Mommy untuk Keylo." Alea menjelaskan secara gamblang. "Tapi, aku maunya kakak menjadi mommy aku." Uhukk. Venny langsung tersedak minumannya sendiri. Sedangkan Willy, terus menatap dirinya dengan tatapan yang tidak terbaca. "Sayang, dia juga baik sama seperti kakak. Keylo pasti menyukainya." "Keylo maunya kak Lea." Keylo melingkarkan tangannya ke leher Alea seakan tak ingin dipisahkan. "Oke oke. Sekarang kita main dulu ya? Biar Daddy Keylo bisa makan sama kakak Venny." Alea mengalihkan topik agar tidak terlalu canggung. Keylo mengangguk bersemangat. Alea sempat mengedipkan sebelah matanya ke Venny agar memberikan kesempatan untuk temannya memperlancar rencananya merebut hati dosen mereka. Lalu, mata Alea bertemu dengan mata Willy dan Alea tersenyum angkuh lalu membawa Keylo bermain bola-bola. Tatapan Alea sepenuhnya pada Keylo yang tampak begitu riang. Hatinya merasa prihatin melihat sosok lelaki kecil itu tumbuh besar tanpa sang ibu disisinya. Berharap bahwa Venny akan menjadi ibu yang baik untuk anak dari dosen mereka nanti. "Terimakasih karena sudah menjaga anakku." Willy bergumam tiba-tiba dengan kedua tangan berada di saku celananya. Dia memilih berdiri tepat di samping Alea. "Saya suka anak-anak. Jadi bapak tidak perlu berterima kasih." Alea mengatakannya sambil terus menatap Keylo yang tak mengendurkan senyumnya sedikitpun. "Mommy, Daddy, sini!" teriak Keylo dari kejauhan. Seketika, tubuh Alea menegang mendengar panggilan Keylo. Atau ia memang salah dengar? Sepertinya Alea harus segera ke dokter bagian THT untuk memeriksakan kembali telinganya. Willy terkekeh pelan saat melihat tubuh Alea yang kaku setelah mendengar panggilan anaknya. "Kau tidak apa-apa?" Willy bertanya sambil tersenyum jahil namun hanya di jawab dengan gelengan kepala. "Jarang-jarang melihat Keylo dekat dengan seorang wanita." Gumaman Willy membuat Alea menatap pria itu bingung menunggu penjelasan selanjutnya. "Beberapa kali aku dekat dengan wanita. Namun, Keylo selalu menolaknya. Hari ini, aku melihat dia tertarik pada seorang wanita yaitu, kau." Tatapan intens Willy membuat Alea sedikit gelisah tidak nyaman seolah tatapan itu mampu menelanjanginya. "Ehm." Alea berdeham untuk menghilangkan kegugupan. "Dimana Venny?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan. "Dia sudah pulang lebih dulu dan menitipkan maaf padamu." Sahut lelaki dewasa itu dengan santai sambil melangkah mendekati puteranya "Apa? Kenapa tidak memberitahuku lebih dulu?" Sungut Alea kesal. Sebelum meminta izin pada dosennya itu. "Kalau begitu saya permisi duluan, Pak." Saat Alea ingin berbalik, Alea merasakan ada yang menggenggam tangannya. "Sebentar Alea." Alea menoleh dan menatap tangannya yang di genggam oleh Willy. "Izinkan aku mengantarmu." "Saya bisa pulang sendiri, Pak." Alea menolak halus lalu mencoba menarik tangannya yang masih di genggam oleh lelaki ini. "Alea, anggap ini rasa terima kasihku karena sudah menjaganya." Willy tidak sekalipun melepaskan genggaman lengan Alea yang mencoba untuk melepaskan diri. Ia justru memberatkannya. "Ta-tapi, Pak-" "Daddy, Mommy, ayo pulang." Keylo menengahi kedua orang dewasa dihadapannya secara tiba-tiba. Willy yang tidak membiarkan Alea menolak langsung menggendong puteranya dan terus menggenggam lengan Alea erat. Tidak memiliki pilihan lain, Alea sepertinya memang harus mengikuti lelaki pemaksa ini. "Aku mau sama Mommy.." Keylo kembali merengek saat mereka tiba di parkiran meminta Alea untuk menggendongnya. "Mommy capek, Sayang. Keylo duduk belakang saja ya?" Willy berkata lembut memberikan pengertian kepada anaknya. Keylo tampak ingin menangis. Lalu Alea menengahi pertengkaran anak dan bapak tersebut. "Ya sudah, Keylo pangku sama Mommy saja ya." Mata Keylo tampak berbinar-binar senang. Lalu, ketiganya masuk ke dalam mobil dengan Keylo di pangkuan Alea. "Maafkan Keylo, Alea. Dia tidak pernah manja seperti itu sebelumnya." Willy berujar sambil kosentrasi terhadap jalanan di depan. "Wajar dia manja, dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari Ibunya." Jawaban yang Alea berikan seakan menampar Willy dengan keras. Padahal, bukan bermaksud menyindir, hanya saja, Alea mengingat dirinya sendiri yang tidak lagi memiliki ibunya. Bisa dikatakan ia juga kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya semenjak Mamanya meninggal beberapa tahun silam. Sedangkan, Papanya berada di luar negeri. "Saya juga penyuka anak kecil, jadi tidak masalah." Dia hanya tersenyum tipis mendengar akhir kalimat Alea. "Kau satu apartemen dengan Venny, bukan?" Alea menganggukkan kepalanya tanpa berpikir darimana dosen ini tahu. Sudah pasti dari Venny. Tak ada lagi yang membuka suaranya hingga mereka di apartemen, Alea turun dengan Keylo berada dalam gendongan sebelum mendudukkan dengan perlahan lelaki itu di bangku sebelah Willy. "Sekali lagi terimakasih buat hari ini Alea." Willy mengatakannya dengan tulus. Alea hanya menjawab dengan anggukan kepalanya saja. Tanpa tahu bahwa kejadian hari ini mampu merubah segalanya di masa depan. Revise, 10/12/18 Mika
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN