Chapter 2

1799 Kata
--Happy Reading-- Tanpa banyak kata, pria itu pun sudah tidak bisa lagi menunggu. Karena, suhu tubuhnya yang kian merasakan panas dan berkeringat akibat obat gairah yang diminumnya. Pria itu bergeming, setelah membalikkan tubuh gadis yang di kirim oleh kaki tangannya tersebut. “Shitte! Ini semua perbuatan kamu, Lady Michela. Aku terpaksa harus melakukan hal yang menjijikan seperti ini. Tunggu apa yang akan aku lakukan nanti!” umpat laki-laki itu saat memandang wajah gadis yang memilik wajah sangat cantik itu. Pria itu akan memberikan pelajaran untuk mantan kekasihnya yang sudah menjebaknya dengan minuman yang diberikan obat gairah. Raut wajah cantik itu nampak sedikit pucat, dengan air mata yang membasahi kedua pipinya. Tubuhnya bergetar hebat, kedua telapak tangannya begitu dingin dan kedua tungkai kaki yang seolah tidak bisa berpijak ke lantai dengan benar. Meski wajah pria itu berbanding terbalik dengan apa yang Aleandra bayangkan sesaat tadi, tetap saja dirinya merasakan ketakutan yang teramat sangat. Wajah pria itu lebih mirip dengan malaikat dibandingkan dengan iblis. Tidak tahan dengan tubuhnya yang semakin memanas, pria itu pun mendorong tubuh Aleandra hingga membentur daun pintu dan mengunci kedua pundak Aleandra dengan kedua tangannya yang kekar dan kuat, untuk segera menyalurkan hasrat yang menyiksa tubuhnya. “A..ampun, Tuan! J-jangan sentuh saya,” mohon Aleandra dengan lirih dan suara bergetar. “Tidak bisa. Kamu harus melayaniku! Camkan itu!” “T-tapi, saya tidak tahu semua masalah ini, Tuan! S-saya dijebak,” ujar Aleandra berusaha untuk meyakinkan laki-laki yang terus menyergapnya dengan sekuat tenaga. “Aku tidak perduli! Aku terpaksa melakukan ini. Tolong kerja samanya. Aku sudah tidak sanggup menahannya, kamu harus melayaniku.” Pria dewasa itu pun tidak memperdulikan lagi ucapan dan rintihan Aleandra yang terus memohon untuk menghentikan perbuatannya. Tangisan dan rintihan dari bibir Aleandra yang terdengar begitu memilukan pun, seakan sebuah nyanyian merdu di telinga pria muda yang kejam dan tidak punya hati di mata Aleandra. Sadar tidak sadar, pria itu pun sejujurnya tidak ingin melakukan hal yang menjijikan tersebut. Namun, apa boleh buat, tubuhnya sudah memaksa dirinya melakukan hal itu. Pria itu tidak mampu menahan panas gairah hasrat yang begitu kuat akibat dorongan obat sialan tersebut. Satu-satunya cara yang bisa dia lakukan adalah dengan cara ini, agar obat yang dia minum tidak semakin menyiksa dirinya. Sekuat tenaga, Aleandra berusaha untuk mendorong dadanya pria muda yang menguasai tubuhnya tersebut. Namun, tidak sedikit pun tubuh pria itu goyah. “L-lepaskan saya, Tuan!” rintih Aleandra berusaha untuk melepaskan diri. “Tolong…” “Tolong…” “Tolong aku! Siapa pun yang ada di luar sana, tolong aku!” Teriakan Aleandra berkali-kali sekeras mungkin, berharap akan ada seseorang yang mendengar jeritannya meminta tolong. Namun, teramat disayangkan teriakan Aleandra sangatlah tidak berguna sama sekali. Karena, dinding di kamar hotel itu berlapiskan kedap suara. Kedua tangan Aleandra yang berusaha lepas dari kungkungan pria yang sudah menguasai tubuhnya itu pun seakan tidak bisa bergerak sedikit pun. “DIAM!” bentak pria itu begitu kesal, tidak tahan dengan teriakan Aleandra yang merusak indra pendengarannya. Semakin Aleandra berusaha memberontak dengan meronta-ronta. Pria itu semakin kuat mengikat dan menguasai tubuh Aleandra dengan tangannya yang kekar dan bertenaga. Serangan demi serangan yang dilancarkan oleh pria itu pun, semakin tidak terkendali di tubuh Aleandra yang terus bergetar. Meski pria itu begitu lembut saat melucuti pakaian dan menyentuh semua asset berharga milik Aleandra. Namun, Aleandra merasakan sekujur tubuhnya begitu nyeri dan hatinya begitu hancur. Dunianya pun seketika runtuh, habis tanpa bersisa. Bruk! Tubuh pria itu pun ambruk di samping tubuh Aleandra, usai menyalurkan hasratnya yang tidak terkendali. Hikks... Hikks... Hikks... Tangisan pilu yang ke luar dari bibir Aleandra begitu menyayat hati. Dirinya begitu membenci pria yang kini berada di sampingnya, yang sedang terbaring kelelahan. Namun, dia harus pasrah menerima apa yang menjadi suratan takdirnya. Kehormatan dan kesucian yang dia jaga selama ini, harus hancur dalam sekejap mata oleh pria yang tidak dikenalnya itu. Namun, apa yang bisa dia perbuat, dia hanya gadis lemah yang tidak memiliki kekuatan bela diri atau pun keberanian untuk melawan pria tersebut. “Y-ya, Tuhan… apa yang harus aku lakukan? Aku sudah tidak suci lagi, Tuhan,” rintih Aleandra dengan penuh kesedihan dan penyesalan. Air matanya pun seolah menjadi saksi, betapa getirnya apa yang telah terjadi malam ini. Setelah beberapa saat pria itu merilekskan tubuhnya. Karena, rasa lelah yang telah menguras tenaganya itu pun, akhirnya dia merasa lega. Tubuhnya sudah terbebas dari efek obat gairah yang sangat menyiksanya tadi. “Terima kasih,” ucap pria itu terdengar lembut, seraya mengelus pipi Aleandra yang sudah berurai air mata. “Maafkan aku,” ucapnya lagi dengan wajah nampak menyesal. Aleandra tidak menjawab ucapan pria itu. Hanya menangis dan menyesali apa yang telah terjadi kepadanya dengan tubuh yang bergetar ketakutan. Aleandra membenamkan wajahnya diantara kedua lutut kaki yang ditekuk, sambil memeluk kedua kakinya sendiri. Menumpahkan rasa sakit dan hancur yang terkoyak atas apa yang dia alami, dengan tangisan yang tiada hentinya. Pria itu pun tidak marah atau pun membentak Aleandra. Karena, dia pun sadar atas apa yang dia lakukan terhadap gadis itu. Perlahan, pria itu menutup tubuh polos dan bergetar Aleandra dengan selimut tebal yang baru saja diambilnya dari dalam lkotak lemari yang sudah disediakan sebagai fasilitas hotel. Ada rasa tidak tega dan bersalah melihat gadis itu, yang ternyata masih polos, lugu dan bersegel alias suci. Pria itu dapat merasakan kepiluan dan kegetiran yang dialami oleh Aleandra atas perbuatannya. Namun, apa yang bisa dia perbuat untuk menenangkan tangisan gadis itu? Dirinya pun tidak tahu harus dengan apa menebusnya. “Tidurlah!” titah pria itu dengan mengulas senyum, kemudian dia pun menutup tubuh polosnya dengan selimut miliknya. “Berhentilah menangis! Aku tidak suka gadis cengeng,” ucap pria itu terdengar sedikit lantang. Seketika Aleandra menghentikan tangisannya, saat suara lantang dari pria itu terdengar. Rasa kantuk yang menyerangnya, membuat pria itu begitu cepat masuk ke dalam bawah alam sadarnya. Setelah beberapa saat hening, hanya terdengar suara dengkuran halus dari pria tersebut, menandakan pria itu sudah tertidur pulas. Aleandra pun mengangkat kepalanya dari kedua lutut kakinya. Kemudian, menatap penuh kebencian dan dendam ke arah pria yang baru saja menodainya. "Dasar b******n dan tidak punya hati. Dasar laki-laki kejam!" umpat Aleandra dengan mengepalkan kedua tangannya geram. “Aku seperti pernah melihat wajah ini. Tapi, di mana? Aku tidak mengingatnya,” guman Aleandra kemudian, setelah menatap lama wajah pria asing yang sangat dibencinya. Sekuat tenaga dia berusaha bangkit dari ranjang berukuran besar itu. Rasa perih, sakit dan ngilu di sekujur tubuhnya seakan menyayat hatinya yang hancur dan rapuh. “Awwh…” pekik Aleandra saat merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Dengan perlahan-lahan, Aleandra menuruni ranjang itu. Kemudian, berjalan tertatih-tatih menuju ruangan lembab yang ada di dalam kamar hotel tersebut, seraya memunguti satu persatu pakaian yang dia kenakan tadi dan berserakan di sembarang tempat. *** Di dalam kamar mandi. Aleandra mengguyur tubuhnya dengan air dingin shower yang dia nyalakan. Lalu, dia berteriak sekuat tenaga untuk melepaskan rasa sesak, rasa sesal dan rasa sakit yang menyiksa di rongga dadanya. “Aaaaa… aku membencimu!” jerit Aleandra seraya menggosok kasar kedua tangan dan badannya dengan air shower yang mengalir ke tubuhnya. Layaknya sebuah kotoran yang menempel di tubuhnya, Aleandra seakan tidak perduli dengan rasa sakit di tangan dan badannya yang dia gosok dengan sangat kasar. “Aku sudah kotor…” ucapnya lirih. “Aku sudah tidak suci lagi!” “M-mama… P-papa!” teriak Aleandra dengan begitu kencang memanggil kedua orang tuanya yang sudah tiada. Namun, teriakan Aleandra tidak akan pernah terdengar. Karena, ruangan kamar mandi yang berukuran besar dan luas itu dilapisi dinding pengedap suara. Satu jam terduduk di bawah guyuran air shower sambil menangisi apa yang sudah menimpanya, Aleandra pun bangkit dan mematikan tombol air shower tersebut. Kemudian, dia pun mengeringkan tubuh dan rambutnya dengan handuk yang sudah tersedia di dalam kamar mandi tersebut. Tidak butuh waktu lama, Aleandra pun sudah ke luar dari dalam kamar mandinya dengan mengenakan pakaian dalam dan gaun yang kekurangan bahan itu. Tatapannya tertuju kepada pria berwajah malaikat, akan tetapi berhati iblis yang sedang tertidur dengan begitu nyenyaknya. Mungkin, karena apa yang pria itu inginkan sudah tersalurkan, pikirnya. “Dasar b******n, b******k dan tidak punya hati!” lagi-lagi Aleandra mengumpat dan memaki pria itu dalam hatinya penuh dengan amarah dan dendam. Tapi, apalah daya yang bisa dia lakukan hanya bisa mengumpat dan mencaci di dalam hati saja. Tidak tahu jam berapa saat ini, yang pasti waktu yang dia lewati di dalam kamar hotel itu berjalan cukup lama. Aleandra harus bergegas pergi dari tempat itu, sebelum pria kejam itu terbangun. Dia pun mencari-cari benda yang berbentuk kartu untuk membuka pintu kamar hotel tersebut. “Di mana dia menyimpannya? Aku yakin, pria kejam itu pun memiliki kunci untuk membuka kamar ini seperti kartu yang dibawa pria berwajah sangar semalam.” Pantang menyerah dan tetap berusaha mencari kunci kamar hotel tersebut. Akhirnya, Aleandra pun melihat kartu tersebut di dalam dompet pria itu yang di terletak di atas nakas. Aleandra pun mengambil kartu tersebut, dengan mengambil beberapa lembar uang dolar yang ada di dalam dompet pria tersebut untuk ongkos dia naik taxi nanti. Menyadari pakaian yang di kenakan olehnya berbahan tipis dan terbuka. Akan banyak orang yang pastinya akan melihat dan melecehkannya nanti, Aleandra pun menyambar jas hitam milik pria itu untuk menutupi tubuhnya. Aleandra pun segera meninggalkan kamar hotel tersebut sebelum pagi menjelang. Meski, langkah kakinya yang sedikit tertatih dan masih terasa mengganjal di area sensitivenya. *** Pagi hari sudah menjemput. Sinar mentari sudah meninggi. Pria itu pun mengerjapkan matanya dengan perlahan, sambil menguceknya pelan. “Shitte! Di mana gadis itu? Apakah dia sedang di kamar kecil?” sadar pria itu bahwa gadis yang semalam bersamanya sudah tidak ada di sampingnya. Pria itu pun langsung menyibak selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang polos, kemudian memunguti pakaian miliknya yang dia lempar ke sembarang arah semalam. Netranya melihat satu titik lingkaran noda merah yang memudar di seprei berwarna putih itu. “Benar, dugaanku. Gadis itu memang masih polos dan perawan,” gumam pria itu dengan melukis senyuman tipis di bibirnya. Pria itu pun hendak memastikan jika gadis itu ada di dalam kamar kecilnya atau tidak. Pasalnya, gadis itu tidak mungkin bisa pergi dari kamar ini tanpa cardlock miliknya. Namun, disaat bola matanya melihat dompetnya yang terbuka di atas nakas, membuat pria itu bergegas mengambilnya. Glek! Pria itu tercekat, disaat cardlock miliknya itu tidak ada. Kemudian, pria itu melihat secarik kertas yang ada di bawah dompet miliknya. Perlahan pria itu pun membaca tulisan yang tertera di secarik kertas itu. Untuk laki-laki yang saya benci. Pertama-tama saya minta maaf kepada Anda, Tuan. Saya telah mengambil beberapa lembar uang dari dompet Tuan untuk ongkos taxi. Selain itu, saya juga telah mengambil jas milik Tuan, untuk menutupi pakaian saya yang kurang bahan. Saya tidak berniat mencuri milik Tuan. Tapi, saya hanya terpaksa mengambilnya. Seumur hidup saya akan membenci Anda. Karena, Anda begitu kejam terhadap saya.” Dari seorang gadis yang sangat membenci Anda. --To be Continue--
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN