7 years ago.
"Jojo, jangan pergi!" Kejora memeluk lengan Jodi, kekasihnya.
"Aku juga nggak mau pergi, Ke. Tapi mau gimana lagi, ini demi masa depan aku, demi cita-citaku."
"Kamu tahu kan kalo aku udah dijodohin sama Aa Junot, gimana nanti kalau sebelum kamu pulang, aku udah nikah sama dia?"
Jodi terdiam. Ia tahu bahwa sejak kecil Kejora memang sudah dijodohkan oleh keluarganya, dengan seseorang yang sangat ia kenal. Meskipun usia mereka terpaut lim a tahun, tapi baik Jodi ataupun Kejora sangat akrab dengan Junot. Karena mereka sering main bersama.
"Ke, aku sayang sama kamu. Tapi cita-cita aku juga penting."
"Tapi gimana sama aku?"
"Maafin aku, Ke."
Dua minggu kemudian Jodi benar-benar berangkat ke Australia. Kejora hancur, ia tak pernah berhenti menangis setiap hari. Terlebih setelah pergi, Jodi sama sekali tak bisa dihubungi. Setiap hari yang dilakukan Kejora hanyalah memandangi foto-foto kenangan mereka dulu.
Hal ini dimanfaatkan oleh Junot untuk mendekati Kejora. Meskipun dijodohkan, tapi Junot memang menyayangi gadis itu. Kejora adalah cinta pertamanya. Junot ingin mematahkan mitos bahwa cinta pertama tak pernah berhasil.
"Ke, mulai besok yang anter jemput kamu kuliah, aku aja ya!"
"Lhoh, bukannya Aa Junot sibuk di pabrik?"
"Iya sih, tapi kalo luangin waktu bentar buat kamu aja sih, nggak masalah."
Kejora tersenyum. "Aa baik banget sama Keke dari dulu. Maafin Keke karena belum bisa bales perasaan Aa Junot."
"Uhm ... seandainya mulai sekarang kita coba dulu gimana, Ke? Masalah perasaan, pasti bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Kalo kata Mbah Kakung dulu, witing trisna jalaran saka kulina. Artinya, tumbuhnya cinta berawal dari kebiasaan."
"Tapi seandainya ...."
"Misal kamu beneran nggak nyaman sama aku, aku nggak apa-apa, bakal kita sudahi semuanya."
Kejora memikirkan tawaran Junot selama dua hari, dan akhirnya ia setuju. Jodi tetap belum ada kabar, bahkan sampai berbulan-bulan lamanya. Sedikit demi sedikit, Kejora mulai menerima perasaan Junot, meskipun ia belum bisa membalas, namun ia akui, bahwa ia mulai merasa nyaman.
Setahun kemudian, karena dinilai sudah cukup dekat, keluarga Kejora memutuskan tanggal pernikahan. Mereka bertanggung jawab penuh atas kesepakatan bersama yang mereka buat dengan orang tua Junot dulu, saat mereka masih ada. Lagipula mereka juga sudah menganggap Junot seperti anak sendiri.
Baik Junot ataupun Kejora, keduanya tak menolak. Kejora memang masih memikirkan Jodi, tapi ia sadar, tak ada gunanya memikirkan lelaki yang tidak jelas bagaimana kabarnya, memberi kabar saja tidak pernah. Meskipun secara resmi tak ada kata putus, tapi bagi Kejora, hubungan mereka sudah berakhir.
"Hampir aja kamu lewatin momen terpenting sepanjang sejarah, Aa!" Kejora masih tidak terima. Ia kesakitan sendirian melawan kontraksi selama 12 jam, sementara Junot baru datang saat Kejora sudah berada di pembukaan ketujuh.
"Maafin dong, Sayang. Kamu tahu sendiri, kan, aku dimintai tolong Mas Ifan buat ngawasin Yas."
"Tapi anak kamu mau lahir!"
"Mana? Sampai sekarang belum keluar, kan?"
"Sakit banget!" Kejora meremas pergelangan tangan Junot, kontraksi baru saja menyerangnya lagi.
"Laailahailallah, gimana nih, Dokter!" Junot panik sendiri dibuatnya, sementara kedua orang tua Kejora malah tertawa.
Bagaimana dokternya mau datang kalau hanya teriak-teriak di tempat? Sementara ruang bersalin ini cukup jauh dengan ruang dokter.
Dan dokternya tadi sudah bilang, bahwa ia akan datang untuk memeriksa dilasi Kejora sekitar satu jam lagi, karena masih pembukaan 7, dan ini anak pertama, pasti prosesnya masih lama.
Tapi mereka maklum kalau Junot panik. Semoga saja ia tidak pingsan saat anaknya keluar.
Untuk hubungan antara Kejora dan Junot, saat ini sudah jauh lebih baik. Mereka adalah pasangan bahagia yang saling mencintai. Meskipun Kejora sering marah-marah pada Junot, tapi ia bersumpah, saat ini hatinya sudah sepenuhnya berpaling pada Junot. Ia sama sekali sudah melupakan cintanya pada Jodi. Baginya Jodi hanyalah masa lalu.
Jam setengah lima pagi ketika bayi laki-laki itu akhirnya lahir ke dunia. Sisa-sisa lelah masih menghiasi wajah Kejora, tapi ia tak bisa menutupi rasa bahagianya. Ia menangis melihat Junot mengumandangkan adzan di telinga bayinya.
"Dikasih nama siapa, Aa?"
"Bjorka Kailash Aditya, artinya, raja kekayaan yang terhormat dan bahagia, keturunan Aditya."
"Bjor ... siapa?"
"Bjorka!"
"Buset, susah amat namanya, Aa!"
"Aa udah cari nama susah-susah, udah nggak usah protes kamu mah!"
Bjorka tumbuh pesat seiring berjalannya waktu. Sebuah keanehan terjadi. Semakin ia tumbuh besar, Bjorka semakin mirip dengan seseorang yang paling dihindari oleh Junot, Jodi. Meskipun Junot yakin bahwa Bjorka memang anaknya, bagaimana tidak yakin? Malam itu ia membuatnya dengan susah payah.
Namun kemiripan antara Jodi dan Bjorka benar-benar membuat resah. Pasti dulu saat hamil, Kejora masih sering memikirkan Jodi, kan?
"Sumpah, aku udah nggak pernah mikirin dia lagi! Kalo Jojo mirip sama Jodi, itu udah takdir Sang Pencipta, Aa!" Itulah jawaban Kejora tiap kali Junot menyinggung masalah kemiripan anaknya dengan sang mantan.
"Dibilangin jangan panggil dia Jojo!" Junot membahas ini lagi. ironisnya, Kejora malah tertawa.
Awalnya dulu ia memanggil Bjorka dengan sebutan Jojo, hanya untuk menggoda suaminya saja. Sekedar informasi, Junot itu imut saat marah, Kejora suka sekali.
Karena terlalu sering memanggil anaknya Jojo, jadilah ia kebiasaan sampai Jojo besar. Ia sering diomeli oleh suaminya sendiri.
Sumpah, ia sudah berusaha memanggil anaknya dengan nama Bjorka, tapi karena terlanjur kebiasaan, jadi susah dirubah.
Junot melakukan tes DNA secara diam-diam, dan hasilnya 99,99% Bjorka adalah anaknya. Tapi kenapa? Kenapa? Kenapa Bjorka malah mirip dengan Jodi? Syukurlah, kulit Bjorka menuruni kedua orang tuanya yang putih bersih.
Makanya Junot sangat takut tiap kali Bjorka bermain di luar terlalu lama. Ia takut Bjorka akan jadi hitam, dan semakin mirip dengan Jodi.
***
Tiga bersaudara itu masih tertawa terpingkal-pingkal. Theo malah sampai memukul-mukul meja. Mereka benar-benar tidak menyangka, Oom Junot dan Tante Keke punya masa lalu sekelam itu.
"Pantesan Oom Junot sama Tante Keke jadi aneh semenjak Oom Jodi dateng, jadi begitu toh ceritanya!" Elang melanjutkan tertawanya.
"Gue harusnya bolos aja tadi, biar lihat secara langsung pas Oom Junot sama Oom Jodi mau adu jotos!" Theo menambahi.
"Mas, tuh, kasihan sama Bjorka, dia nggak tahu apa-apa, cuman bisa bengong di belakang Mommy-nya!" Bukannya mensihati adik-adiknya, Yas malah ikut-ikutan.
"Yas, udah mau jam tujuh, tuh! Lo nggak ke pabrik?" tanya Theo masih sambil memukul-mukul meja.
"Ke pabrik, lah! Aduh, Mas sampek kebelet pipis!"
"Gue yakin lo bakal ngakak lagi pas ketemu Oom Junot di pabrik nanti!" Elang ikut-ikutan memukul-mukul meja.
Ya, biarkan mereka tertawa sepuasnya, selagi tertawa masih gratis. Kalau kata WARKOP DKI, sebelum tertawa dilarang.
***
Zidan bersiul-siul sembari menyaksikan acara berita di smart-teve LED 43 inch di depan sana. Kurang dua jam lagi sebelum waktunya pulang ke rumah. Saat ini ia sedang menunggu kedua anak buah yang dikirimnya untuk mengawasi mereka.
Dua orang berseragam serba hitam tiba, mereka segera menghadap pada tuannya. Zidan tak mengalihkan padangannya dari televisi.
"Kapan sidangnya?"
"Minggu depan, Tuan. Untuk waktu pastinya akan dikabari lebih lanjut."
Zidan menyeringai. "Mari bermain, anak-anak!"
***
TBC