Bab 5

2111 Kata
"Mas Jordan kenapa nggak bilang kalau Milo ada trauma?" tanya Ashley akhirnya. Setelah kucing-kucingan beberapa jam, akhirnya Ashley pun nggak tahan untuk nggak tanya. Lagian hal sebesar ini kenapa dibiarkan begitu saja? Harusnya Milo di bawa ke psikiater, agar tahu apa yang terjadi selama ini. Pantes saja dia paling beda dengan anak lainnya. Dia terlalu menutup, cuek dan memiliki tatapan datar. Apalagi kalau ditanya selalu saja diam, bahkan dia ini lebih baik diam dibanding harus berbicara dan takut. Jordan yang mendengar pertanyaan Ashley pun menoleh kaget. Dia pun menatap Ashley yang sedang membereskan mainan Evelyn yang berantakan di ruangan keluarga. "Kamu tahu Ash?" tanya Jordan bingung. "Tadi pagi ada kegiatan di sekolah Milo. Aku datang sama dia sama Evelyn juga." jelas Ashley. Jordan mengusap wajahnya kasar. Setahu Jordan, sejak dulu, Milo paling anti dan paling nggak mau, datang dalam kegiatan apapun di sekolah. Ashley pun bercerita jika mereka ikut lomba lari dan juga menghias bekal. Tapi saat itu lomba lari paling awal, dan Milo jatuh pingsan. Belum lagi guru Milo bilang jika dia memiliki trauma yang mengarah ke mental Milo. "Kalau di biarin, nanti dia bisa depresi Mas." ucap Ashley lagi. Dia sudah seperti ibu-ibu yang mengomeli suaminya, atas kesalahan anaknya. Padahal harusnya Ashley tau diri dong, tapi mau gimana lagi Milo masih kecil dan dia juga membutuhkan perhatian dan dukungan. "Saya juga nggak tahu harus apa. Tapi saya sudah pernah membawa Milo ke psikolog, bahkan sampai di beri obat pun sama Milo di buang." jelas Jordan. Ashley menghela nafas, dia pun menyimpan semua mainan Evelyn di satu ruangan yang memang dikhususkan untuk bermain Evelyn. Lalu kembali lagi dan duduk di samping Jordan. Jadi begini ya gambaran nanti kalau Ashley menikah dan memiliki suami. Apapun harus dibicarakan berdua, belum lagi masalah begini harus dibicarakan dengan kepala dingin. "Milo nggak butuh obat Mas. Dia hanya butuh dukungan, kasih sayang biar dia tahu kalau kalian peduli dengan dia." jelas Ashley. "Iya saya tahu, sayangnya Milo paling takut untuk berbicara. Dia hanya akan diam saja tanpa mengatakan apapun Ash. Walaupun saya sudah pernah mengajak dia bicara pun dia hanya diam saja." jelas Jordan. "Kalau boleh tahu apa penyebab Milo kayak gitu Mas. Nggak mungkin kan bawaan lahir?" Jordan tersenyum menatap Ashley. Tentu saja hal itu langsung membuat Ashley cenggo. Duda di depannya ini manis juga kalau senyum, belum lagi badannya yang berotot, itu kalau di usap kayaknya enak. Ya ampun malam ini kenapa otak Ashley travelling sih. Jordan mulai bercerita apa yang terjadi dulu selama dia menikah. Apa lagi Jordan masih sibuk-sibuknya kerja. Dia jodohkan dengan Mamanya. Dia harus menikahi gadis umur 18 tahun. Jordan sempat menolak, tapi Mama nya bersikeras membuat pernikahan ini terjadi. Dia pun menikahi Lail saat dia masih sekolah. Hingga Lail pun hamil anak pertama yaitu Milo. Awalnya nampak biasa saja, tapi saat Milo umur dua tahun Lail mulai kasar dengan Milo. Membentak, mencubit atau bahkan melakukan kekerasan mental dan fisik. Hingga Lail pernah mengurung Milo di gudang sempit yang gelap. Waktu itu Jordan sengaja keluar kota karena pekerjaan, yang memang nggak bisa ditunda. Tentu saja hal itu membuat Lail puas menghajar Milo hingga dia sebesar ini. Jordan akhirnya tahu, dan menceraikan Lail. Tapi sayangnya saat itu Lail tengah hamil. Perceraian ditunda sampai Lail melahirkan. Setelah sembilan bulan, Jordan pun langsung menceraikan Lail secara hukum. Lail menerimanya, dia pun langsung berterima kasih pada Jordan atas hal ini. Apalagi Lail bilang jika dia sudah memiliki kekasih. Seketika itu juga Jordan langsung meminta Dokter untuk tes DNA pada bayi merahnya. Dia hanya memastikan kalau anak itu adalah anak Jordan. Dan ternyata benar itu adalah anak kandung Jordan. Kedua anaknya jatuh ke tangan Jordan. Apalagi saat Lail bilang jika dia nggak mau mengurus anak. Langsung saja secara hukum anak itu menjadi milik Jordan. Ashley yang mendengar pun langsung mengusap wajahnya kasar. Pantas saja Milo kalau nggak di tanya nggak mau ngomong. Apapun harus di pancing dulu baru mau ngomong. Mamanya dulu terlalu kasar dan tega. Kok ada sih orang di dunia ini seperti Lail. "Yaudah deh Mas, aku pulang dulu. Kerjaan kantor belum kelar, besok udah masuk lagi." kata Ashley. "Kamu nggak tidur sini aja? Takut Evelyn nyariin kamu." "Enggak Mas. Enggak enak juga takut dikira wanita nggak bener, tidur di rumah duda anak dua." kekeh Ashley. Jordan pun ikut tertawa, dia pun meminta bantuan bibi untuk jagain Evelyn dan juga Milo. sedangkan Jordan dia mengantar Ashley pulang ke kosnya. **** "Terima kasih Mas sudah di anterin." ucap Ashley. Saat dia baru saja sampai di depan gerbang kosnya. "Iya sama-sama. Saya juga terima kasih udah mau jagain Evelyn sama Milo." "Iya, yaudah saya masuk dulu Mas. Hati-hati kalau pulang." Jordan mengangguk. Dia pun memastikan kalau Ashley sudah masuk barulah dia pulang kerumah. Setelah merebahkan diri di sofa kos. Mata Ashley menatap Gina yang baru saja keluar dari kamar. Ashley tersenyum lelah. "Gin sini deh, ada yang mau aku omongin." ucap Ashley. "Apaan? Kamu dari mana kerja kok baru pulang? Tidur kantor?" tanya Gina. "Tadi di anterin siapa Ash, bawa mobil mewah banget." kekeh Dora. Ashley tersipu malu dia pun langsung menceritakan apa yang terjadi. Hingga membuat dia nggak pulang ke kos. Gina dan Dora pun mengangguk, lalu tertawa kecil sambil menggoda Ashley. Hingga membuat Ashley semakin malu lagi. "Dudanya pasti Hot banget ya Ash, sampai kamu di tawarin tidur sana lagi." kekeh Dora. "Ya ampun apa sih Mbak Dora. Nggak mau mikirin." "Udah, udah. Kamu mau ngomongin apa?" lerai Gina. Ashley pun mulai bercerita tentang masalah Milo pada Gina. Ini gila Gina saja kuliah ambil jurusan Dokter dalam, dan saat ini yang dibilang Ashley bisa di bilang psikologi, bedanya jauh. Tapi Ashley yakin Gina tahu. "Cara menanggulanginya gimana Gin?" ucap Ashley menatap Gina. "Ya ampun Ash. Kamu kan tahu Gina jurusannya Dokter dalam, ya kali kamu tanya psikologi." jawab Dora heran. "Ya kan siapa tahu aja Mbak, Gina tahu." jawab Ashley. Sedangkan Gina dia hanya diam saja sambil mengangguk. Dia masih ingat saat temannya psikologi membahas tentang ini saat praktek di rumah sakit. "Agak sulit sih Ash, temen aku pernah menanggulangi kasus ini. Dan itu butuh waktu panjang." jelas Gina. "Masak sih Gin? Terus harus apa biar dia normal." "Kalau Normal kayaknya susah deh Ash. Trauma lho itu, bakal diingat seumur hidup." sahut Dora. "Bener kata Dora. Jadi kamu hanya bisa membuat dia lupa. Ya kayak jangan diingetin lagi, jangan berteriak di depan dia, jangan menyakiti fisik dia. Terus lagi jangan lakukan apapun yang membuat dia takut." jelas Gina. "Tapi Gin, kalau begini terus dia bakalan takut terus. Aku tuh maunya dia melawan rasa takut itu dengan kepercayaan diri penuh, tanpa ada rasa takut sedikitpun." jelas Ashley. "Kalau udah gede bakalan jadi pria yang nyebelin itu nanti, kurang kasih sayang, perhatian dan juga dukungan. Apalagi mental itu paling penting dia bisa gila kalau dia nggak kuat." jelas Dora. "Iya mending kamu kasih perhatian full, kasih dia semangat, apapun yang dia minta atau yang dia suka kamu kasih aja sementara. Terus bicara secara halus dan mudah dicerna. Karena bocah kayak gitu sulit banget diajak ngomong, nanti ujung-ujungnya dia marah." jelas Gina. Ashley mengangguk dia pun langsung paham dengan apa yang dibicarakan Gina dan juga Dora. Lalu memilih mandi dan masuk ke kamarnya. Tubuhnya lelah, apalagi semenjak Evelyn sakit dia jadi sudah tidur. Belum lagi kerjaan kantor belum kelar. Tapi masa bodo lah semoga saja Jordan memberi toleransi pada Ashley atas kemaren. Jadi dia bebas tugas dari kerjaan. **** Keesokan paginya Ashley sudah siap dengan kemeja maroon nya. Tak lupa juga dia membawa dua kemeja yang sudah dicuci semalam. Itu kemeja milik Jordan, dia meminjam dan dia harus mengembalikannya dengan keadaan bersih. Ashley keluar kamar dan betapa terkejutnya saat menatap Gina hampir saja mengetuk pintunya. Bahkan Ashley hingga mundur dua kali sanking kagetnya. "Ya ampun Gin kaget." ucap Ashley Gina nyengir, "Maaf deh Ash. Di depan ada orang nyariin kamu tuh." "Siapa?" "Enggak tahu bawa anak juga kok." Seketika itu juga Ashley langsung ingat Jordan. Dia pun keluar dengan cepat, dan benar saja Jordan menunggu disana bersama dengan kedua anaknya. "Mas Jordan." panggil Ashley. Jordan menoleh apa lagi Evelyn yang langsung minta gendong. Langsung saja Ashley menaruh tasnya di meja dan menggendong Evelyn. "Mas Jordan ngapain kesini pagi-pagi." tanya Ashley aneh. "Saya hanya nganterin Milo dan juga Evelyn. Katanya mereka ingin sama kamu. Milo pengen kamu anterin sekolah." jelas Jordan. Ya pagi tadi karena Milo bilang dia pengen dianterin sekolah sama Tante Ashley, belum lagi Evelyn yang terus memanggil Mama sambil menangis. Membuat Jordan mau nggak mau mengajak kedua anaknya ke kos Ashley. Ashley tersenyum dia pun langsung menatap jam dinding di dalam kos. Masih ada waktu untuk mengantar Milo pergi ke sekolah. "Yaudah, Milo di anterin Tante Ashley ya berangkat sekolahnya." ucap Ashley. Milo mengangguk, "Sama Papa juga." Langsung saja Ashley menatap Jordan yang menggaruk tengkuk lehernya. Dia mungkin lagi salah tingkah. Tapi Ashley tahu apa maksud Milo saat ini. Dia ingin memiliki keluarga yang utuh. "Yaudah sama Papa juga." jawab Ashley akhirnya tapi sedikit gugup dan terbata. Milo tersenyum tipis, dia pun langsung mengambil tas Ashley dan menggandeng tangan Ashley untuk masuk ke mobil. Jordan hanya mengekor dia sedikit lega, jika Milo sudah bisa berinteraksi dengan orang lain. Apa lagi lawan jenis seperti ini perlu. Ashley gadis yang baik, dia juga sabar menjaga Evelyn dan juga Milo. Walaupun baru beberapa hari berkenalan, tapi Jordan yakin jika suatu saat nanti dia menikah. Dia akan menjadi seorang ibu yang sempurna. Mengingat hal itu malah membuat Jordan tersenyum kecil. Sesampainya di depan sekolah Milo. Ashley pun langsung keluar dengan susah payah. Dia lagi gendong Evelyn yang kembali tidur. Padahal tadi Evelyn baru bangun tidur, mandi terus ke kos Ashley. Sekarang dia malah kembali tidur. "Milo sekolahnya yang semangat ya. Nggak boleh malas, nggak boleh bolos, oke?" ucap Ashley Milo mengangguk, "Jemput Milo?" "Iya nanti Tante jemput." Milo mengangguk dia pun mengulurkan tangan ke arah Ashley. Ashley menatap itu dengan bingung tapi saat Milo meraih tangan Ashley dan menciumnya membuat Ashley paham. Dia ingin diperlakukan seperti anak lainnya. Setelah sudah memastikan Milo masuk ke sekolah. Ashley pun langsung masuk ke mobil dan pergi ke kantor. Di dalam mobil pun Ashley hanya diam saja, apa lagi Jordan juga enggak berkata sepatah katapun. "Mama ... susu." ucap Evelyn. "Iya, iya bentar ya di bikinin dulu." Evelyn menggeleng sambil mengucap kata s**u. Saat Ashley ingin membuat sebotol s**u, yang ada Evelyn malah membuang botol s**u miliknya. "Susu..." rengek Evelyn. "Iya sebentar ya Evelyn, ini masih di bikinin Papa." ucap Jordan. "Susu..." Jordan pun dengan cepat membuat s**u dengan takaran yang di bilang Ashley. Tapi saat s**u itu sudah jadi nyatanya Evelyn tidak mau meminumnya. Dia terus meracau minta s**u sambil memukul d**a Ashley. "Evelyn minta s**u apa? Itu sudah di bikinin Papa." ucap Ashley. "s**u Mama." jawabnya sambil memukul p******a Ashley. Seketika itu juga Ashley menatap Jordan yang melonggo. Ashley dengan cepat menepis tangan Evelyn dengan lembut. Sedangkan Jordan dia langsung menegakkan tubuhnya dan berdehem. Membuang pandangannya ke arah jendela. Seakan dia enggak tahu apa yang terjadi beberapa detik tadi. "Evelyn sayang, sementara minum s**u buatan Papa dulu ya. Sayang lho udah di buatin Papa tapi gak di minum." ucap Ashley membuat pengertian. Siapa tahu saja Evelyn ngerti. "s**u Mama." "I-iya, nanti ya minum s**u Mama." jawab Ashley akhirnya sambil memelankan suaranya dan melirik ke arah Jordan. Jordan masih saja menatap luar jendela. Apa-apaan ini kenapa Evelyn meminta yang nggak bisa Ashley berikan. Lagian ini anak kecil tahu dari mana sih, sampai minta kayak gitu. Evelyn pun akhirnya menurut dia pun mau minum s**u buatan Jordan. Setelah dirasa nggak ada pembahasan apapun Jordan pun juga langsung menoleh. Dia pun menatap Ashley tidak enak hati. Suasana di mobil ini jadi agak canggung akibat ucapan Evelyn. Mungkin saja Evelyn melihat, atau apalah Jordan enggak tahu. Jadi dia berkata seperti itu. Sesampainya di kantor Ashley langsung turun dan menggendong Evelyn. Dia pun langsung masuk ke lobby kantor dan menjadi pusat perhatian banyak karyawati. Apa lagi saat Evelyn memeluk leher Ashley, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Ashley. Sikapnya memang manja, tapi setahu Jordan, Evelyn hanya manja ke dia dan juga Frida. Bahkan Evelyn tipe anak yang tidak suka dengan wanita lain. Dengan Amelia saja dia tidak pernah seperti ini. Tapi dengan Ashley seakan Evelyn nggak mau pisah dengan Ashley. Jordan yakin kelembutan Ashley yang membuat Evelyn dan juga Milo nyaman di samping dia. Apa iya dia menawarkan Ashley untuk menikah dengan dia, demi anak-anaknya? Tapi apa mungkin? Dia masih kuliah, lagian tahap akhir. Disini juga magang agar dia cepat lulus. Setelah lulus nggak mungkin juga Ashley langsung nikah, yang jelas Ashley kerja dulu. Sukses dulu baru nikah. Tapi nggak ada masalahnya sih kalau ditawarin lebih dulu, siapa tahu saja Ashley mau menikah dengan Jordan demi anaknya. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN