__
Yan's pov
Aku masih nggak percaya kalo aku ketemu Atha, gadis yang meninggalkanku di detik pernikahan. Dia masih sama kayak dulu, 8 tahun lalu, tetap cantik dan bersahaja.
Andai saja saat ini aku belum terikat, mungkin tadi aku sudah memeluknya dan membawanya pergi. Aku tersenyum miris. Ah, aku ini apa-apaan?
Flashback
"Mas Yan!" gadis itu melambaikan tangannya. Gadis itu menyebrang menghampiriku.
"Kok kamu malah keluyuran di sini? Udah selesai ujiannya?" tanyaku sambil mengamit tangannya.
Atha mengangguk,"Sekedar menghilangkan penat abis ujian, nggak apa kan? Yang lain juga sama,"
Aku terkekeh demi melihat mimik wajahnya yang lucu kalo lagi merajuk. Ya, usia kami memang bertaut 5 tahun.
"Kamu ke sini bareng siapa? Maya?" tanyaku.
"Heehm, tapi dia sama pacarnya. Masak aku jadi kambing congek? Nggak banget! Eh, Mas Yan emang lagi nggak kuliah? Jangan cari duit mulu dong. Kuliahnya pikirin juga," celotehnya riang.
Aku mesem, nih anak bikin gemes aja. Aku kuliah sambil kerja freelance sebagai supervisor di sebuah supermarket.
"Emh... Mas, sekarang... tanggal berapa ya? Udah gajian belum?" Atha terdengar ragu-ragu
Aku mengernyit, tumben dia tanya soal gaji. Biasanya dia selalu bilang aku harus hemat.
"Mau beli apa?" tanyaku.
"Nggak mau beli sesuatu yang mahal sih. Ntar malam ke rumah nggak?"
"Perjanjiannya juga aku nggak mau ganggu kamu lagi ujian. Iya kan?" aku mencondongkan wajah ke arahnya.
"Iya... Hari ini kan terakhir, makanya aku sama Maya jalan ke sini. Ke rumah ya, Mas?"
Aku tersenyum,"Oke. Trus kamu nanyain gajian, buat apa?"
"Ihh... Mas Yan nggak peka!" dia mempoutkan bibirnya.
"Oke, oke. Nanti malem aku ke rumah. Kita jalan, ya? Dah, gih pulang."
"Ya udah, aku pulang.. Bye,"
Kami saling melambaikan tangan.
"Itu pacarmu, Yan? Wahh, lo pedo ya?"
"Ck, apa sih? Cukup kali seumuran gitu dipacarin. Malah gue mo halalin." sahutku.
"Serius lo? Bonyoknya nggak akan ngasihin kali, Yan. Anaknya suruh kuliah atau kerja dulu kek... Gila, ngegas aja lo." cetus Heru, temanku, sambil terkekeh.
"Nggak tau deh, banyak juga yang udah nikah, punya anak sambil kuliah. Temen-temenku banyak yang gitu. Daripada gue zina sama dia.." kilahku.
"Fighting ya Bro," Heru menepuk bahuku.
>>>Skip
~Chuup
Mataku membulat, kaget dengan perbuatan Atha yang mengecup singkat bibirku.
Dia tersenyum,"Happy anniv kita yang pertama... Mas Yan,"
"Oya? Um, maaf... saking sibuknya aku nggak inget. Maaf..." kugenggam dan kukecup jemarinya.
Aku bukan jenis laki-laki yang grusak-grusuk, -itu yang pernah Atha bilang-, jadi pasti dia akan ambil inisiatif pertama kalo nggak ada respon dariku.
"Kalo kita nikah muda, mau nggak Tha?"tanyaku.
Matanya membulat," Heol! Pernikahan dini, Mas? Emang lagi trend tuh. Tapi..."
"Tapi apa?" aku mulai gusar.
"Tapi...nunggu aku lulus dulu ya, baru kita ngomong ke mama."
Mama Atha, sejauh yang kukenal adalah seorang ibu yang baik, dia masih bekerja walau sebenarnya masih mendapatkan uang tunjangan dari perusahaan suaminya yang meninggal dulu. Itu pun karena Atha. Kalo mengingat Mama Atha yang menikah lagi itu, tak mungkin pula perusahaan mau memberi tunjangan.
Jadi aku yakin Mama Atha pasti menyetujui niat kami ini.
*
*
Mama Atha langsung setuju. Malah beliau menyuruh agar Atha nggak usah kuliah aja.
"Oh, nggak Tan. Atha tetep kuliah kok, aku nggak keberatan." sahutku.
Atha menatapku seolah matanya mengucap 'terima kasih' padaku.
Aku mengangguk. Yang benar saja aku harus merenggut pula masa remaja Atha. Aku merasa egois saat itu kalo mengiakan usul Mama Atha.
Dua minggu setelah kelulusan, kami akan segera melangsungkan pernikahan. Semua butuh persiapan, bukan?
Aku bahagia sekali. Undangan telah disebar. Aku membayangkan kami duduk di pelaminan, Atha yang tentunya terlihat cantik dibalut baju pengantin.
Namun tiba-tiba....
"Mas Yan, maaf... Atha meninggalkan surat ini untukmu," kata Maya.
Aku bingung. Aku nggak ngerti. Apalagi disurat itu Atha nggak menjelaskan apa-apa.
Untuk Mas Yan
Maaf, seribu kali aku mengucap kata ini... tetap saja aku nggak pantas untuk kau maafkan.
Mas, aku pergi bukan aku nggak mau menikah atau aku nggak mencintaimu. Aku mencintaimu, Mas. Aku ingin sekali mewujudkan mimpi kita. Tapi, sedetik langkahku terhenti, ternyata begitu besar bongkahan aral di depanku.
Suatu hari nanti aku akan menjelaskannya padamu. Carilah penggantiku, jangan kau tunggu aku. Terima kasih atas cintamu.
Atha..
Aku pun meminta penjelasan pada Mama Atha. Ternyata beliau pun nggak menyangka putrinya akan berbuat seperti itu.
"Maafin Atha, Yan. Mama juga bingung, kenapa sama Atha?" isaknya.
Dua bulan kemudian Mama Atha pun pindah entah kemana. Dan aku pun nggak tau harus kemana mencarinya..
*
*
Flashend
"Papa!" tiba-tiba seorang bocah merangkulku dari belakang.
"Eh, Genta..."
"Papa dipanggilin dari tadi, " ucap Genta, anakku.
"Ngelamun ya?" Muthia menepuk bahuku. Senyum manis yang senantiasa hadir tersungging di sana. Perempuan yang melipurku di kala terpuruk sehabis Atha meninggalkanku.
"Nggak, capek aja. Dari kantor trus ketemu anak-anak lalu ke rumah sakit jenguk Tante Mel." jawabku.
"Tante Mel? Mamanya Atha kan?"
"Ya, Jody cerita tante Mel dirawat di sana. Kasian, dia sendirian." sahutku.
"Emang Athanya kemana?? Ibunya sakit kok cuek gitu," cebiknya.
"Dia baru datang dari Kanada,"
Muthia menatapku penuh selidik karena terdengar serupa pembelaan di nada suaraku.
"Kamu...--"
"Hey, honey... aku nggak mungkin pertaruhkan kamu, Genta juga dia demi Atha. Kalian duniaku," kurengkuh tubuh Muthia.
"Iya, aku percaya sama kamu. Tapi...bisa aja kan kalian CLBK?" tudingnya.
Aku menggeleng,"Nggak. Aku pastikan nggak. Kalo pun CLBK kayaknya Keanu,"
"Keanu?"
Aku mengangguk,"Dia tampak bersemangat menemui Atha tadi."
"Hmm... aroma cemburu nih," Muthia mendelik.
"Ayolah..." kulingkarkan lenganku di pinggangnya walau sekarang sudah membengkak karena kehamilannya.
Muthia, selalu bisa memahamiku. Aku nggak mau melakukan hal bodoh karena keegoisanku. Keluarga kecilku kini duniaku.
"Aku dan mereka, hanya penasaran. Kenapa dia melakukan itu?"
"Just it, really?" Muthia menyilangkan tangannya di d**a.
Aku mengangguk. Kulekatkan keningku dan keningnya. Kukecup hidungnya yang bangir dan... Chuu...
"Papa ngapain?!"
"Sayang Mama," sahutku.
"Tuh, nanti kalo anakmu m***m, turunan dari bapaknya ya?" Muthia menyenggol bahuku.
"Genta sih...ganggu aja," kucium gemas pipi jagoanku.
Anak itu terkekeh geli.
"Abis...Papa cium-cium Mama mulu." protesnya.
"Iya...udah, Papa bakal ciumin Genta sama dedek aja." sahutku.
"Pa, aku juga besok mau nengok tante Mel ya? Sekalian kontrol nih," kata Muthia.
"Hm, ya boleh. Tapi agak siang ya? Nggak apa-apa?"
Muthia mengangguk dan menyandarkan kepalanya di bahuku. Nyaman dan bahagia seperti ini. Kutautkan jemariku di jemari Muthia. Ya, Atha cuma masa lalu....
*
*
bersambung...
••••v