Flashdisk

1673 Kata
Setelah perjalanan panjang semalam, Nicky akhirnya sampai dirumahnya dan bisa merasakan ranjangnya kembali. Tapi meskipun tubuhnya begitu lelah, pikirannya masih dipenuhi oleh dimanakah keberadaan Diana. Nicky hanya bisa berbaring menatap langit-langit kamar, mencoba menepis semua bayangan buruk yang terus menghantui. Namun, rasa kantuk akhirnya menang. Tanpa mengganti pakaian atau membersihkan diri terlebih dahulu, ia pun terlelap begitu saja. *** Cahaya matahari yang menerobos melalui jendela kamar membuat kelopak mata Nicky bergerak-gerak. Perlahan, ia membuka mata dan menghela napas panjang. Rasa kantuk masih menempel, tapi tubuhnya terasa sedikit lebih segar dibandingkan semalam. Setelah beberapa saat hanya berbaring, ia akhirnya bangun dan duduk di tepi tempat tidur. Ia melirik jam dinding dan menyadari ternyata pukul delapan pagi. Tanpa pikir panjang, ia mengambil handuk dari lemari untuk bersiap mandi. Tapi baru saja ia melangkah ke kamar mandi, suara bel pintu berbunyi. "Ting-tong!" Nicky terdiam sejenak. Siapa yang datang sepagi ini? Pikiran pertamanya adalah Bu Helena dan Pak Bryan. Mungkin mereka datang untuk membicarakan langkah selanjutnya dalam pencarian Diana. Dengan langkah sedikit malas, ia berjalan menuju pintu depan. Saat membuka pintu, tidak ada siapa pun di luar. Nicky mengedarkan pandangan ke sekeliling. Jalanan masih sepi, hanya beberapa tetangga yang lalu lalang di kejauhan. Alis Nicky berkerut. Matanya kemudian tertuju pada sesuatu di lantai, sebuah paket kecil berwarna cokelat. Ia berjongkok dan mengambilnya. Tidak ada alamat pengirim. Tidak ada nama siapa pun. Paket ini sama sekali tidak memberikan petunjuk dari siapa asalnya. Perasaan tidak nyaman mulai menjalar di tubuhnya. Tanpa membuang waktu, Nicky menutup pintu dan berjalan kembali ke kamarnya. Ia duduk di tepi ranjang, menatap paket itu dengan perasaan penasaran. Setelah menarik napas panjang, ia mulai membuka bungkus paket dengan hati-hati. Setelah dibuka, di dalamnya hanya ada sebuah flashdisk hitam polos. Nicky menatap benda kecil itu cukup lama. Ada perasaan tak nyaman yang semakin kuat, tapi ia berusaha mengabaikannya. Dengan napas berat, ia menyalakan laptopnya dan menyambungkan flashdisk itu ke port USB. Layar laptop menyala, dan sebuah folder muncul dengan nama yang cukup aneh. Nama Foldernya,"Keseharian Bayiku Sayang" Nicky membaca nama folder itu dengan bingung. "Apa ini?" Pikirnya. Namun, ia tersenyum kecil."Mungkin ini hanya kumpulan foto bayi seseorang. Entah kenapa bisa sampai ke aku." Dengan santai, ia mengklik folder tersebut. Di dalamnya, ada dua folder lain yaitu folder "Foto Bayiku" dan "Video Bayiku". Melihat nama folder-folder itu, Nicky hanya mendengus kecil. Siapa yang mengirim ini? Dari namanya saja, ia yakin ini hanya koleksi foto dan video bayi milik seseorang yang mungkin salah kirim. Tanpa pikir panjang, ia menutup laptopnya dan meletakkan flashdisk itu di meja. Namun, beberapa menit kemudian, ia mulai merasa bosan. Rumahnya sunyi, pikirannya kosong. Ia bingung harus melakukan apa. Setelah itu, ia langsung berbaring kembali di ranjangnya, mencoba mengistirahatkan tubuhnya yang masih terasa lelah. Namun, baru beberapa menit memejamkan mata, tiba-tiba ia teringat sesuatu."Astaga..!! Aku sudah ada janji dengan James!" Matanya terbuka lebar. Ia langsung bangkit, meraih ponselnya di meja samping tempat tidur, dan mengecek pesan terakhir yang ia kirim ke sahabatnya itu. Benar saja, tadi malam ia dan James sepakat untuk bertemu pagi ini guna membahas bisnis mereka yang sudah sebulan lebih ditinggalkan oleh Nicky. Dengan cepat, ia menekan kontak James dan meneleponnya. "Halo?" suara James terdengar di seberang. "James, maaf aku hampir lupa janji kita," ujar Nicky sambil mengusap wajahnya yang masih mengantuk. "Sudah kuduga." James tertawa kecil. "Jadi kita jadi ketemu, kan?" "Ya, aku butuh satu jam. Aku akan bersiap-siap dulu." Ucap Nicky "Oke, aku tunggu di tempat biasa." Jawab James Setelah menutup telepon, Nicky segera bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Air dingin yang mengguyur tubuhnya sedikit menyegarkan pikirannya. Selesai mandi, ia mengenakan pakaian kerja yang rapi dan menyemprotkan sedikit parfum. Setelah memastikan dirinya siap, ia mengambil ponselnya, dompet, serta kunci mobil, lalu keluar dari kamar. *** Setelah sekitar lima belas menit berkendara, ia sampai di tempat tujuan. Sebuah kafe modern dengan suasana hangat, meja-meja kayu yang tertata rapi, serta aroma kopi yang menyambut begitu ia masuk. Di sudut ruangan, seorang pria duduk sambil sibuk mengetik di laptopnya. Itu James. Tubuhnya tinggi seperti Nicky, tetapi ada beberapa perbedaan mencolok. James memiliki rambut keriting yang sedikit berantakan, kaca mata yang bertengger di hidungnya, serta kumis tipis dan janggut yang membuatnya terlihat lebih dewasa. Usianya sama dengan Nicky, namun wajahnya sedikit lebih serius dan selalu terlihat berpikir. Saat melihat Nicky mendekat, James menutup laptopnya dan menyandarkan tubuh ke kursi. "Lihat siapa yang akhirnya muncul," kata James dengan nada bercanda. Nicky duduk di kursi di hadapan James, lalu melambaikan tangan ke pelayan untuk memesan kopi. "Maaf, aku hampir lupa janji kita," kata Nicky sambil mengusap wajahnya. "Banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini." James mengangkat alis. "Ya, aku paham, Nick. Aku pasti berdoa agar istrimu segera ditemukan." Nicky menarik napas dalam dan mengangguk. "Ya... polisi masih menyelidikinya." James menatapnya dengan simpati. "Aku tahu ini berat buatmu, Nick. Tapi aku jadi agak sedikit tidak yakin apakah kamu masih bisa fokus dalam bisnis kita." Pelayan datang membawakan kopi pesanan mereka. Nicky mengambil cangkirnya dan menyesap sedikit sebelum menjawab. "Aku akan berusaha untuk tetap profesional, James. Jadi, bagaimana perkembangan bisnis selama aku pergi?" James menghela napas panjang. "Sejujurnya, kita lumayan kesulitan tanpa kamu. Ada beberapa klien yang menunda proyek karena mereka lebih percaya kalau kamu sendiri yang mengawasi pekerjaan." Nicky mengangguk. "Aku bisa mengerti. Mereka memang lebih nyaman berkomunikasi langsung denganku." "Tapi jangan khawatir," lanjut James. "Aku tetap berusaha menjaga bisnis tetap berjalan. Aku menangani beberapa proyek kecil agar pemasukan tetap stabil." Nicky meletakkan cangkir kopinya. "Lalu, proyek besar yang sempat kita rencanakan sebelum aku pergi?" James menggeleng. "Itu masih tertunda. Beberapa investor mulai ragu karena ketidakhadiranmu." Nicky mengusap dagunya, berpikir. "Kalau begitu, kita harus segera mengadakan pertemuan dengan mereka. Aku akan meyakinkan mereka kalau aku sudah kembali." James tersenyum kecil. "Itu ide yang bagus. Tapi apakah kamu yakin bisa kembali bekerja dengan baik? Maksudku, dengan semua hal yang terjadi pada Diana..." Nicky menatap James dalam-dalam. "Aku harus tetap bergerak, James. Aku tidak bisa terus-terusan tenggelam dalam kesedihan. Jika aku kehilangan fokus, aku bisa kehilangan lebih banyak lagi." James mengangguk, memahami perasaan sahabatnya. "Baiklah. Kalau begitu, kita jadwalkan pertemuan dengan para investor dalam minggu ini." Mereka melanjutkan pembicaraan mereka, mendiskusikan rencana bisnis dan langkah-langkah yang harus diambil selanjutnya. *** Malam semakin larut. Lampu kamar Nicky hanya menyala redup, menciptakan suasana yang tenang namun terasa kosong. Ia berbaring di ranjangnya dengan posisi terlentang, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Sejak pulang ke kota asalnya, ia berharap bisa beristirahat dan mengumpulkan kembali semangatnya setelah sebulan penuh mencari Diana tanpa hasil. Namun kenyataannya, tubuhnya mungkin lelah, tetapi pikirannya terus bekerja. Di sebelah ranjang, di atas meja kecil, sebuah flashdisk masih tergeletak di sana. Nicky meliriknya sekilas. Itu adalah flashdisk yang ia temukan pagi tadi di depan rumahnya. Awalnya, ia mengabaikannya. Ia mengira isinya hanyalah kumpulan dokumentasi bayi yang mungkin dikirimkan oleh seseorang yang salah alamat. Siapa yang mengirim flashdisk ini? pikirnya. Apakah ada yang salah alamat? Ia mencoba mengingat-ingat apakah ada tetangganya yang baru saja memiliki bayi. Mungkin saja flashdisk ini berisi dokumentasi tentang bayi mereka, dan pemiliknya sedang panik mencarinya. Jika memang begitu, pasti mereka sangat menunggu flashdisk ini kembali ke alamat yang benar. Nicky kemudian berfikir, jika ia membukanya, mungkin ia bisa menemukan petunjuk, foto bayi yang dikenalnya atau wajah orang tua si bayi. Jika memang flashdisk ini milik seseorang di lingkungan sekitarnya, mungkin dengan membukanya ia bisa menemukan petunjuk. Mungkin ada foto bayi yang dikenalnya, atau wajah orang tua si bayi. Dengan begitu, ia bisa mengembalikannya kepada pemiliknya. Nicky menghela napas panjang, bangkit dari tempat tidur, dan mengambil laptopnya dari meja. Ia menyalakannya dan menunggu layar menyala sepenuhnya. Cahaya dari layar laptop sedikit menerangi wajahnya yang tampak lelah. Dengan ragu, ia meraih flashdisk itu, memasukkannya ke dalam port USB, dan menunggu beberapa detik hingga perangkat itu terbaca. Sebuah folder muncul di layar. "Keseharian Bayiku Sayang" Nicky merasa ragu sejenak, tetapi akhirnya memutuskan untuk membuka folder itu demi mencari tahu siapa pemiliknya. Nicky tetap menggerakkan kursor dan mengklik folder itu. Di dalamnya, ada dua subfolder lain: "Foto Bayiku" dan "Video Bayiku" Tanpa banyak berpikir, ia mengklik folder "Foto Bayiku." Sekilas, thumbnail foto-foto di dalamnya mulai muncul di layar. Nicky terkejut dan merasa aneh. Di layar, seorang wanita tampak duduk di lantai, mengenakan popok tebal, baju bayi berwarna pastel, dan empeng di mulutnya. Itu bukan foto bayi biasa. Tetapi foto wanita dewasa yang berpenampilan seperti bayi. Tangan Nicky perlahan menggerakkan kursor, kemudian mengklik salah satu foto di thumnail itu, agar terbuka lebar dan bisa dilihat secara full. Saat foto itu terbuka dalam ukuran penuh, "Astaga...!! Itu bukan bayi...!! Itu Diana...!! Itu benar-benar Diana...!!" Suara Nicky pecah, nyaris berteriak, saat kenyataan mengerikan menghantamnya seperti badai. Seolah tersambar petir, ia akhirnya menyadari sesuatu bahwa wanita yang ada di foto-foto ini bukan bayi, tapi itu Diana, Istrinya. Nicky menelan ludah dengan susah payah. Tangannya bergetar saat ia menggerakkan kursor dan membuka salah satu foto untuk melihat lebih jelas. Di foto pertama, Diana terlihat duduk di lantai, mengenakan pakaian bayi berukuran dewasa. Sebuah empeng ada di mulutnya, dan tubuhnya dibalut dengan popok yang terlihat jelas. Sekelilingnya dipenuhi boneka dan mainan warna-warni, seolah ia berada di ruang bermain seorang balita. Di foto berikutnya, Diana berbaring di dalam ranjang bayi yang ukurannya jauh lebih besar dari ranjang bayi biasa. Matanya terpejam, wajahnya tampak polos dan tenang, tetapi sesuatu dalam foto itu terasa tidak wajar. Empeng masih ada di mulutnya, dan tangannya tampak terborgol di belakang punggungnya. Semakin banyak foto yang dilihatnya, semakin menyesakkan dadanya. Salah satu foto menunjukkan Diana duduk di kursi bayi berukuran besar. Seseorang yang tidak terlihat wajahnya sedang menyuapinya dengan sendok kecil. Hanya tangan orang itu yang terlihat dalam foto, tetapi jelas bahwa Diana sedang diberi makanan bayi. Nicky merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia bergidik saat melihat foto lainnya, Diana sedang duduk di lantai, memegang botol s**u bayi dengan kedua tangannya, dan tampak seperti dipaksa untuk menyedot isinya. Tubuhnya tampak lebih kurus dari biasanya, wajahnya sedikit pucat, dan ada ekspresi lelah yang jelas terlihat. "Astaga..." bisiknya tak percaya. Tangannya semakin erat mencengkeram meja. Ini bukan lelucon. Ini bukan salah kirim. Diana memang berada di tempat yang aneh. Siapa yang mengambil foto-foto ini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN