bc

Fix the Pattern

book_age12+
0
IKUTI
1K
BACA
comedy
twisted
sweet
highschool
first love
school
like
intro-logo
Uraian

Nania berusaha menyelami masa lalunya, ketika dia masih naif dan masih perlu mencari jati dirinya. Dia berusaha untuk menyembuhkan lukanya dengan mencari apa yang salah darinya. Dan dia menyadari bahwa meski dia berusaha untuk menghindar, hal itu tetap takkan berubah. Dan satu hal itu adalah tatapan teduh seorang lelaki gamang.

chap-preview
Pratinjau gratis
Taruhan
Nania masih menangis di sudut tempat tidurnya sambil memeluk erat lutunya. Hatinya sakit, hancur berkeping-keping. Dia tidak menyangka hal ini akan datang padanya, akan menimpanya bahkan menghampiri hari-harinya. Kejadian yang menyakitkan ini telah membuatnya menangis setiap malam, dan ini adalah hari kelima dia menangis. Dia ingin berhenti tapi tidak tahu bagaimana caranya. Nania mengambil ponsel miliknya dan tanpa sadar ekor matanya menatap foto seseorang, dan dia kembali menangis. Mati-matian dia berusaha berhenti. Sampai akhirnya dia meringkuk dan menyelimuti tubuhnya. Malam semakin larut, dia harus tidur jika ingin berhenti menangis. Saat dia berusaha mengatur otaknya, sesuatu yg terang, tampak melintas di langit. Oh sebuah bintang jatuh. Tanpa sadar dia bergumam, “Kalau mitos itu benar, aku ingin kembali untuk memperbaiki segalanya.” Sedetik kemudian dia terlelap. ** Nania terbangun dari tidurnya dengan tergesa. Dia kaget, alarm ponselnya berdering dengan heboh. Dia mencari cari dimana ponselnya, tapi tidak ada di manapun. Dan dia segera berlari keluar sambil memanggil ibunya, “ibuk, ibuk ponsel mbak kemana? Kenapa ada suaranya tapi mbak gak bisa nemuin dimana?!”. Pekiknya sambil berjalan menuju dapur. Dia mengerem mendadak ketika dia menyadari ada neneknya yang sedang duduk sambil mengupas bawang di meja makan. “Loh? Yangti kok disini?” Tanya Nania sambil mengguncang tubuh neneknya. “Apasih mbak, la kamu maunya yangti ada dimana? Ini jam masak mbak, kamu maunya yangti ngapain?”. Wanita berambut putih yang dipanggil yangti itu balik bertanya sambil berusaha melepas tangan Nania. Nania menutup mulutnya dengan kedua tangan, kemudian terkekeh,” mimpi nih aku nih. Iya pasti aku mimpi. Oke baik, aku coba balik ke kamar, kali aja aku bangun habis ini.” Sergahnya sambil kembali menuju kamarnya di lantai 2. Nania tersenyum sambil merebahkan tubuhnya, kembali menarik selimut dan memejamkan matanya. Baru saja akan menghipnotis diri sendiri, seseorang masuk ke kamarnya sambil membawa sapu,”mbak! Banguuun!! Kenapa malah tidur lagi?! Kamu gak sekolah? Kamu masih baru masuk SMP udah mau bolos aja? Mau jadi apa kamu?!” Cecar seseorang di belakangnya. Nania menoleh, kemudian memandangi wanita itu. Matanya sedikit membulat.”ibuk? Kok rambutnya item semua? Ibuk habis warnain rambut? Ya ampun buk, inget buk, ibuk udah punya tujuh cucu lo!” “Tujuh? Jangan ngadi-ngadi kamu ya! Cucu ibuk baru satu!” Damprat ibu sambil menjewer kupingnya,”sekarang juga mandi! Terus siap-siap ke sekolah!” Nania mengerang kesakitan dan memohon untuk dilepaskan, “sakit buk, lagian ibuk apaan sih, Nania udah gak sekolah buk. Malah disuruh sekolah. Ibuk tadi sempet bilang Nania baru masuk SMP, kan nania udah lulus tahun 2010 lalu buk.” Jawab Nania enteng sambil merapikan selimutnya. Ibunya hanya diam. lalu mulai berkata,”Nania, kamu pikir sekarang tahun berapa? Ini 2007! Kamu bahkan baru lulus SD!” Nania diam, membeku, matanya mulai menatap sekeliling. Matanya melihat baju seragam yang tergantung didinding, baju SMP. Lalu dia melihat kalender diatas Nakas, tahun 2007 yang tertera disana. Apakah dia mulai gila. Dia celingukan, lalu kembali menatap mata ibunya. Memeluknya erat. Ibunya mulai muak. Ibu membuang napas dengan kesal, “lepas gak?!” Nania mendongak. “Buk, tolong cubit mbak. Mbak takut, mbak mimpi tapi gak bangun-bangun!”. “Oh baik dengan senang hati anak manissss!” Ibunya menjewer telinga Nania sampai memerah. Nania memekik kesakitan, sambil memohon untuk dilepas. Nania mengusap telinganya sambil memperhatikan ibunya yg berjalan keluar kamar, ibunya menoleh lagi, “kalau dalam 15 menit kamu gak ada di meja makan, ibuk pukul kamu pake rotan!” Ancam ibunya sambil membanting pintu. Gawat! Kok sakit sih? Harusnya kalau mimpi kan gak sakit?! Terus kenapa semua hiasan kamarnya sama persis saat dia SMP? Ini gak mungkin. Nania sudah berusia 27 tahun sekarang, harusnya kamar tidurnya sudah persis dengan kamar estetik di pinterest. Ini pasti ada yang tidak beres. Nania terenyak saat dia mendengar teriakan ibunya. Dia memukul pipinya dan bergumam, “oke kita mandi, apapun yang terjadi, pukulan rotan ibu lebih dahsyat dari pada mimpi ini.” ** Nania mencium punggung tangan ibunya sebelum memasuki gerbang sekolah. Dia melangkah masuk sekolahnya sambil menunduk. Dia bingung harus bagaimana, dia sudah lupa caranya bersikap sebagai remaja. Dia mendongak kaget ketika ada seseorang yang merangkul pundaknya. “Hai Nania, nanti ikut aku yuk, ada yang mau kenalan sama kamu. Dia anak paling populer di sekolah. Harusnya kamu bangga sih diajak kenalan sama dia. Oke? Aku duluan yaaa.” Gadis itu melambaikan tangan sambil berlari setelah berbicara cukup panjang pada Nania. Nania bahkan belum memberi jawaban apapun. Gawat, ini dejavu. Bagaimana bisa dia kembali ke masa itu? Dia ingat segala detail tentang hal yang berkaitan dengan sosok popule perhatian cowok itu. Aku harus tegas! Harus!” Gumam Nania sambil mengepalkan kedua tangannya. Dia segera berlari menuju kelasnya dan menyapa teman-teman baiknya. Wajahnya tetap ceria, sembari tersenyum semua temannya bersahutan untuk bercerita. Nania melihat jam di tangannya, sudah jam 7, kalau memang hari ini adalah hari dimana dia berkenalan dengan si”populer” itu, harusnya ini adalah jam kosong. Beberapa saat kemudian ada pengumuman melalui mikrofon sekolah bahwa akan ada rapat di ruang guru,maka siswa tidak akan menerima pelajaran selama setengah hari. Semua bersorak bahagia. Kecuali Nania. Dia mendengus kesal ketika teman-temannya menarik tangannya untuk duduk didepan perpustakaan. Hampir semua teman sekelasnya ada disana. Dan Nania duduk ditengah. “Nania, ayo!”. Seorang gadis menarik tangannya menuju belakang kelas 7D. “Kamu harus senyum ya, karena mereka taruhan buat liat senyummu.” Jelas gadis itu sambil menarik tangannya. Nania menunduk, inilah alasan aku sempat membencimu kak Evelyn! Tukas Nania dalam hati. Sesampainya disana, ada segerombolan cowok yang menunggu Nania. Ada tiga orang ternyata, dan Nania mengenal mereka semua. Nania bersandar ke tembok dengan pasrah, kepalanya menunduk. Memandangi kakinya yang menendang ubin dengan kesal. Matanya menangkap sepasang sepatu. Ujung sepatu mereka menempel. Aroma parfum khas lelaki itu muncul. “Hai, aku Devan. Kamu Nania ya? Salam kenal” ucap anak lelaki itu sambil tersenyum dan memberikan tangannya untuk bersalaman. Nania mengangkat wajahnya perlahan. Mata Almondnya menatap tepat pada mata anak lelaki itu. Nania menatap mata itu lekat-lekat, perlahan dia tersenyum haru. Seindah inikah mata yang dia miliki? Kenapa bisa ada tatapan seteduh ini? Tanpa sadar setitik air mata meluncur diujung mata Nania. Anak lelaki itu mulai gusar, dia bingung. Lalu cepat-cepat menyerahkan ujung dasi yang dia pakai. Nania menyadari bahwa mata lelaki itu tampah khawatir, dan nania tersenyum, “aku gak papa kok kak, cuma kelilipan.” Sanggahnya sambil menghapus air mata itu dengan dasinya sendiri. Kemudian tersenyum. “Aku Nania, salam kenal kak!” Ucapnya sambil tersenyum. Dan anak lelaki itu ikut tersenyum. Kemudian Nania ingat bahwa seharusnya dia berlari dan menghindari anak lelaki ini. Nania bergeser lalu berjongkok. Anak lelaki itu ikut berjongkok disamping Nania. Dan dia mulai bicara,”kamu kenapa nangis?”. “Aku engga Nangis kok. Harusnya aku lari ya, karena yang aku dengar, kakak cuma taruhan sama temen-temen kakak buat bisa kenalan sama aku.” Anak itu menoleh dengan cepat,”engga kok, siapa bilang gitu? Aku beneran pengen kenalan sama kamu.” Nania menatap anak itu, menatap wajahnya lekat. Anak lelaki itu menunjukkan ekspresi yang jujur, Nania tahu betul bagaimana bila anak ini berbohong padanya atau sedang jujur. Anak lelaki itu membuang pandangannya, dia mulai tersipu. Nania tersenyum. “Kenapa kakak mau kenalan sama aku?” “Karena kamu cuek dan buang muka pas opspek. Padahal temen-temen kamu senyum-senyum liat aku. Emang aku gak menarik ya? Sampe kamu secuek itu ke aku?” Tanya anak lelaki itu dengan kesal sambil memainkan dasinya. “Kamu menarik kok kak, cuma memang aku yang sedang dalam mood yang buruk waktu itu. Beneran nih kakak gak jadiin aku taruhan!” “Beneran kok. Aku cuma pengen kenal sama kamu.” “Oke, karena kita udah kenalan. Aku pergi ya! Byee” Ucap Nania sambil melangkah pergi. Dia tersenyum, ternyata dia bukan bahan taruhan seperti yang dikatakan Evelyn. Dia tidak perlu membenci Evelyn atau Devan untuk hal ini. Dan Nania sudah berhasil memperbaiki satu titik yang rusak tentang pikiran dan ketidak jujuran Devan selama ini. “Baik kak, aku memaafkanmu karena kebohonganmu yang mengatakan bahwa aku bahan taruhan. Aku tahu rasa gengsimu tinggi, dan itulah yang ingin aku perbaiki dari kita” Nania bergumam sambil menoleh ke belakang, tersenyum pada Devan yang menatapnya sambil mematung. Samar-samar Nania melihat ekspresi salah tingkah diraut Devan. ** Nania sedang mengantri untuk membayar makanannya ketika seseorang mendorongnya dengan kasar. Nania terhuyung dan hampir jatuh, dia menutup matanya dan bersiap untuk jatuh. Tapi dia tidak kunjung jatuh, malah dia merasa seseorang menangkap badannya. Tunggu, ini tidak ada dalam memori Nania, apa ini? Kenapa tiba-tiba ada hal seperti ini? Nania membuka mata dan mendongak, matanya terbelalak ketika melihat Kak Devan yang menangkapnya. Dia buru-buru bangun dan membetulkan posisi lengan bajunya. Dan dia menyadari kue yang dia ambil terjatuh. Dia celingukan dan matanya menangkap sosok yang tadi mendorongnya. “Heh! Kamu ada masalah apa sampe dorong-dorong orang yang antri?!” Sergah Nania sambil bersiap maju. Dia merasa tangannya ditahan oleh Devan. “Kenapa? Gak terima? Kalo gak terima bilang aja sama ibumu sana. Biar kita berdua ketemu lagi di ruang BK!” Sergah anak lelaki itu sambil tertawa mengejek diikuti temannya. “Yang salah tuh kamu karena suka gangguin temen sekelas. Kenapa malah nyalahin orang lain? Banci kamu ya beraninya dorong perempuan?!” Devan mulai panik. Dia makin erat menarik tubuh Nania mundur. Anak lelaki bertubuh tinggi itu mulai maju mendekati Nania dan mengangkat tangan bersiap untuk menampar Nania. Tapi dicegah oleh teman-temannya. “Ngapain dicegah? Biar aja dia tampar aku! Biar semua tau kalo dia beraninya sama perempuan!” Tantang Nania makin keras. Anak lelaki itu mengejek Nania dan berkata, “emang kamu bisa apa ha? Kamu emang bisa lawan aku?!” Devan sudah mulai maju dan bersiap melawan anak itu, tapi langkahnya didahului oleh Nania, dan dengan gerakan cepat Nania mendaratkan ujung penggaris besi di kaki anak itu. Semua orang terdiam. Kaget. Bahkan Devan membuka mulutnya saking dia kaget. Semua menatap Nania dan kaki anak itu bergantian. Anak itu menahan tangis sambil memegangi kakinya yang berdarah. Sedangkan Nania menatap dingin anak itu. Sisi jahat Nania tidak bisa ditahan ternyata, dan dia tidak bisa memperbaiki memori ini. Nania berkata dengan nada dingin,” kenapa diam? Gak ngelawan aku? Sudah berapa banyak anak perempuan yang mengeluh karena kamu ganggu? Termasuk aku! Kenapa kamu gak melawan? Sakit? Takut? Kamu punya rasa takut?!” Bentak Nania didepan muka anak itu. Nania mengalihkan pandangannya pada antek anak lelaki itu, “bawa dia ke UKS, bilang sama bu Win bahwa aku pelakunya. Rawat sendiri lukanya, jadi dia gak malu kalau kalau dia nangis.” Tukas Nania sambil berlalu dan menggenggam penggaris besinya dengan kuat. Dia berderap meninggalkan kantin. Dia marah, kenapa dia tidak bisa memperbaiki pattern yang satu ini? Kenapa sisi dingin ini tetap muncul? Dia tidak bisa merubah suatu keadaan, tapi kemarin dia bisa memperbaiki keadaan perkenalannya dengan Devan. Apa yang salah? Nania berhenti mendadak dan menoleh ke belakang, Devan menangkap tangan Nania yang menggenggam penggaris besi. Nania diam, lalu menatap lekat mata Devan. “Ada apa kak? Kakak ada perlu sama aku?” “Tangan kamu, nanti luka. Lepas penggarisnya ya.” Ucan Devan sambil membuka genggaman tangan Nania. Nania diam, dia menurut pada Devan, dan saat Devan berhasil membuka genggaman itu, ia mengernyit. “Tangan kamu luka” ucap Devan sambil menatap Nania. Nania melepas tangan Devan dan pergi mencuci tangannya. Devan mengekor dengan tatapan khawatir. Setelah itu Nania mengeluarkan sapu tangan katunnya dan menyerahkan pada Devan,”minta tolong ditutup lukanya.” Devan menerima sapu tangan itu dan mengendusnya, “wangi!” Ucapnya dengan mata berbinar. Nania tersenyum, “buat tutup luka dulu, besok-besok aku kasih ke kakak kalau kakak mau.” Devan mengangguk sambil tersenyum. Lalu menutup tangan Nania yang terluka. Lalu menatap Nania. Tapi hanya sedetik, karena setelah itu dia tersipu. Dan Nania menyadari ekspresi itu. Devan berdehem, Nania menahan senyumnya. Devan baru menoleh ketika Nania berdiri, “aku ke kelas dulu ya kak. Makasih.” Ucap Nania sambil melangkah pergi. Devan menatap punggung Nania sambil bergumam, bagaimana bisa ada perempuan bertubuh kecil yang seberani itu? Bahkan dia membawa penggaris besi sebagai s*****a. Dan bagaimana bisa dia setenang itu? Devan harus mencari tahu lebih dalam. Anak gadis itu berhasil membuat rasa penasarannya membuncah. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.5K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.6K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
52.2K
bc

Setelah Tujuh Belas Tahun Dibuang CEO

read
1.2K
bc

TERNODA

read
198.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.3K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook