Percy tengah memainkan handphonenya di dalam kamar, hingga Dewi dan Edwin memasuki kamar itu membuat Percy mengernyitkan dahinya. Tidak biasanya kedua orangtuanya masuk ke dalam kamarnya. Biasanya mereka akan memanggil Percy ke bawah. Kalau seperti ini, pastilah yang hendak di bicarakan penting.
"Ada apa Ma, Yah?" tanya Percy menyimpan handphonenya ke atas nakas dan berangsur duduk di ujung ranjang berhadapan dengan mereka yang mengambil duduk di atas sofa.
"Ayah mau bicara sama kamu, Nak." ujar Edwin membuat Percy menatap mereka dengan seksama.
"Ayah dan Mama sudah melamarkan Rasya untukmu."
Deg.... Percy melotot sempurna mendengar penuturan Edwin barusan. "Apa maksud Ayah?" pekik Percy sangat kaget.
"Percy, usia kamu sudah matang, dan menurut kami sudah waktunya untuk menikah. Acara Pretty sudah gagal, dan Aki haji ingin kamu yang segera menikah," ujar Dewi.
"Tapi kenapa dengan Rasya, Ma?" ujar Percy masih belum bisa menerima keputusan kedua orangtuanya.
"Karena kami pikir dialah wanita yang sangat cocok untuk mendampingi kamu. Dia cantik, keibuan," ucap Dewi menghentikan ucapannya menunggu respon dari Percy, di rasa Percy tak ada niat menjawab, maka ia melanjutkan ucapannya. "Dia juga putri dari anggota brotherhood yang sudah kami kenal."
"Percy hanya menginginkan Rindi." Ucapan Percy membuat Dewi dan Edwin terdiam, mereka tau jawaban Percy akan seperti ini.
"Percy, kamu masih saja keras kepala. Kamu dan Rindi tidak bisa menikah, agama kalian berbeda. Pahamilah Percy! Kalian tidak akan pernah bisa bersama," ujar Edwin.
"Kenapa Ayah dan Mama begitu mengatur hidupku? Ini hidup Percy. Aku mencintai Rindi dan aku hanya akan menikah dengannya, dengan restu maupun tanpa restu kalian!" pekik Percy akhirnya mengeluarkan segala pendapat yang selama ini ia pendam.
"PERCY!" pekik Edwin membuat Percy terdiam.
"Kamu berani melawan kami, orang tua kamu sendiri! Percy ingat, Kakek kamu itu sedang sakit. Dia ingin menyaksikan salah satu cucunya menikah. Mama dan Ayah gak maksa kamu saat Pretty akan menikah. Tetapi sekarang keadaannya berbeda, Pretty tidak mungkin menikah dalam waktu dekat ini. Dan harapan Ki haji hanya kamu, Percy!" ujar Dewi sudah menangis.
Percy mengusap rambutnya gusar. "Kenapa harus Rasya?"
"Karena dialah yang cocok untukmu," ujar Edwin.
"Mama dan Ayah akan mengurusi semua persiapan lamaran dan pernikahan kalian. Dan kami tak membutuhkan jawaban dari kamu," ujar Dewi berlalu pergi diikuti Edwin.
"Shitttt!" umpat Percy kesal menjambak rambutnya sendiri.
Bagaimana bisa hidupnya di atur seperti ini oleh orangtuanya. Yang Percy cintai itu Rindi bukan Rasya, kenapa mereka begitu ngotot untuk menikahkan Percy dengan wanita lain.
♣♣♣
Keluarga Erlangga dan Dewi tengah makan malam bersama, dengan Rasya dan Percy kecuali Pretty. Semuanya tengah menikmati makan malam mereka dalam diam. "Bagaimana kabar pengantin baru? Denger-denger mereka gak honeymoon?" tanya Angga saat menyelesaikan makanannya.
"Katanya sih, si Daniel sama Gator pada kepo. Kata si Serli mereka ngupingin di luar kamar Verrel," kikik Dewi.
"Paman sama Ayah sama saja," kekeh Ratu.
"Si Gator gak akan pernah berubah sampai kapanpun juga. kelakuannya tetap selengekan," kekeh Edwin.
"Si Chacha juga sering curhat Kak, kalau kedua pria di rumahnya selalu membuatnya pusing dan darah tinggi," kekeh Ratu.
"Jangankan itu, si Pretty juga kalau gue telpon selalu bilang di sini rame, Ma. Aku terhibur sama kelakuan om Gator dan Datan."
"Bener, dia gak akan pernah berubah." kekeh Angga.
Semuanya sibuk berbincang, kecuali Percy dan Rasya yang memilih diam dan fokus dengan pikiran masing-masing. Percy melirik ke arah Rasya yang menunduk mencicipi makanannya. Percy berusaha menebak apa yang sedang di pikirkan sahabatnya itu, apakah Rasya akan menolak perjodohan ini? Percy menyayangi Rasya, itu sudah pasti karena mereka sudah bersahabat dari sejak kecil. Dan itulah yang membuat Percy menolak perjodohan ini mentah-mentah. Hatinya masih terpaku pada Rindi, dan kalau ia menikahi Rasya maka Rasya akan sangat terluka, dan Percy tidak mau itu sampai terjadi. Ia selalu ingin membahagiakan sahabatnya.
"Begini lho Percy, Rasya. Makan malam ini sebenarnya untuk membahas perihal pertunangan kalian yang akan di laksanakan minggu ini."
Oho oho oho
Percy tersedak makanannya sendiri, begitu juga Rasya yang melebarkan matanya kaget. Keduanya sama-sama kaget mendengar rencana serba mendadak itu. "Apa maksud kalian?" tanya Percy berani bersuara.
"Kakek kamu yang minta, Percy. Dia ingin pernikahan kalian di laksanankan bulan depan."
Deg
Percy dan Rasya sama-sama terpekik kaget mendengar ucapan Edwin. Bagaimana bisa di atur secepat ini?
"Ada apa? Kenapa kalian berdua terlihat syok sekali?" tanya Angga tampak bingung.
"Kenapa harus secepat ini?" tanya Percy tak terima. "Bahkan Percy belum mengatakan keputusan Percy."
"Percy, kita sudah bicarakan ini dari kemarin!" ucap Dewi penuh peringatan.
"Ma-"
"Percy please, jangan membuat kekacauan di sini," tambah Dewi membuat Percy mendesah kesal. Angga dan Ratu saling memandang bingung. "Kami sudah sepakat mengenai pernikahan kalian berdua," tutur Dewi.
"Kalau begitu Mama saja yang menikah!" Percy sudah tak mampu menahan kesalannya lagi. Mereka pikir Percy ini bidak catur yang bisa di atur dan pindahkan sesuka hatinya. Setelah mengatakan itu, ia segera beranjak meninggalkan semuanya seraya melempar serbet ke atas meja dengan kesal.
"Percy," gumam Rasya menatap ke arah Percy. Angga dan Ratu hanya melongo kaget melihat penolakan dari Percy.
"Percy!" pekik Dewi ikut berdiri untuk menyusul Percy tetapi seketika memegang kepalanya dan tubuhnya oleng hingga di tahan Edwin.
"Ma!" pekik Edwin. Angga dan Ratu segera mendekati Dewi yang jatuh pingsan. Percy menengok ke arah mereka dengan kernyitannya. Ia menghentikan langkahnya melihat Edwin membopong tubuh Dewi di bantu Angga.
♣♣♣
Setelah 30 menit menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di AMI hospital. Angga segera membawa Dewi menuju ruang emergency di bantu oleh beberapa suster yang bertugas di sana. Angga adalah seorang dokter yang bertugas di AMI Hospital.
Percy duduk di kursi tunggu di depan ruang Emergency dengan pikiran kalut begitu juga dengan Edwin, Ratu dan Rasya yang memilih bungkam. Tak lama Angga keluar dari dalam ruangan membuat mereka semua mengerumuni Angga.
"Bagaimana?" tanya Edwin.
"Dewi mengalami penyakit gangguan Emosional atau sering di sebut dengan Psikosomatis. Terkadang penyakit emosional ini tidak mempengaruhi fisik tetapi hanya menderita di dalam saja. Tetapi juga emosi negative ini bisa menyerang bagian tubuh tertentu dan menyebabkan penyakit secara fisik yang bisa di derita oleh pasien. Seperti yang saat ini Dewi alami. Apalagi Dewi mengidap penyakit Vertigo," ujar Angga membuat Edwin dan Percy terdiam.
"Kalau begitu, Dewi jangan sampai stress berat!" ujar Dhika membuat semuanya menengok ke sumber suara. Dhika terlihat masih lengkap dengan jas formalnya berdiri tak jauh dari mereka semua.
Dhika adalah direktur sekaligus pemilik AMI Hospital. Dan sahabat orangtua Percy juga yang merupakan leader dari Brotherhood. Orangtua Percy, Rindi dan Rasya tergabung dalam sebuah persahabatan Brotherhood yang sudah berdiri dari sejak mereka kecil. Brotherhood ini memiliki anggota member 8 orang. Di antaranya Dhika sebagai Leader, Daniel, Oktavio, Angga, Seno, Irene, Dewi dan juga Elza. Dan kini hubungan mereka semua semakin erat karena mereka menjodohkan putra putrinya untuk mempererat tali silaturahmi.
"Apa ada jalan lain untuk penyebuhan Dewi?" tanya Edwin.
"Dewi butuh istirahat untuk saat ini," jawab Angga.
"Jangan buat dia terlalu stress dan banyak pikiran," ucap Dhika yang juga seorang Dokter spesialis bedah Jantung.
"Dokter, pasien sudah siuman," ucap seorang suster, Angga kembali masuk ke dalam ruangan untuk memeriksa Dewi.
Tak butuh waktu lama Angga kembali keluar dan mengatakan kalau Dewi ingin bertemu dengan Percy. Percy hanya bisa menghela nafasnya dan berjalan memasuki ruangan itu dengan perasaan yang tak menentu. Dewi terlihat terbaring lemah dengan beberapa alat medis menempel di tubuhnya. Ada rasa sakit melihat kondisi Ibu nya seperti ini. Sebelumnya Dewi selalu sehat dan segar bugar, tetapi sekarang ia terlihat lemah. Percy mengambil duduk di kursi tepat di samping brangkar yang Dewi tempati.
"Percy," gumam Dewi.
"Aku di sini, Ma." Percy memegang tangan Ibunya dengan lembut. Sebenarnya Percy benci kondisi seperti ini. Ia tidak menyukai orang yang ia sayangi terbaring di tempat ini. Percy sungguh membenci itu.
"Percy, Mama mohon terima Rasya." cicit Dewi terdengar parau.
"Apa tidak ada pilihan lain lagi, Ma?" tanya Percy.
"Maafkan Mama, Nak. Tetapi dialah wanita yang cocok untukmu."
"Aku mencintai Rindi," gumam Percy terdengar begitu lirih, matanya terlihat memerah menahan air mata.
"Mama tau, andai Rindi tidak berbeda agama denganmu. Maka Mama akan menuruti kemauanmu," ucap Dewi terdengar berbisik.
Percy hanya diam saja tak menjawab ucapan Dewi. "Berjanjilah kamu akan menikahi Rasya, demi Mama!" ucap Dewi terlihat berkaca-kaca.
“Ma-“
"Mama mohon."
"Jangan memohon, aku akan menikahi Rasya. Apa yang Mama inginkan maka itu yang akan terjadi." akhirnya kata itupun terluncur dari bibir Percy. Percy berpikir tak ada pilihan lain lagi. Mungkin inilah yang terbaik, supaya tidak banyak hati yang di korbankan dan di kecewakan olehnya. 'Maafkan aku, Rindi.'
"Terima kasih, Sayang. Maafkan Mama," ucap Dewi mengusap kepala Percy. "Maaf karena Mama tidak bisa berbuat apapun."
"Percy ingin sendiri, Ayah ada di luar untuk menemani Mama."
"Ya sayang, terima kasih Nak." ucap Dewi, Percy tak menjawabnya. Ia memilih pergi begitu saja meninggalkan ruangan.
Di luar ruangan semuanya menatap Percy dengan tatapan penuh tanya, tetapi ia memilih pergi begitu saja tanpa menyapa siapapun. Rasya yang memperhatikan ekspresi muram Percy, segera mengejarnya. Percy terus berjalan dengan hatinya yang sangat hancur. Ia terus berjalan tanpa mendengarkan panggilan Rasya. Kenangan indah bersama Rindi terus berputar di kepalanya seperti sebuah film yang sedang berputar. Tawa dan canda terukir indah di benaknya. Percy ingin menangis tetapi ia tidak mampu, hanya hatinya yang terasa sakit dan begitu terluka.
Sesampainya di parkiran, ia hanya memegang mobilnya dengan menundukkan kepalanya. Matanya terpenjam seakan mengatur nafasnya yang terasa sesak. Kisahnya ini sungguh ironi, 5 tahun menjalani hubungan dan berjuang bersama akhirnya harus pupus juga.
"Percy," sebuah usapan lembut di pundaknya membuat Percy menengok dan Rasya berdiri tepat di belakangnya. "Ada apa?" Percy menatap Rasya dengan sendu, ia tidak tau harus bagaimana dan harus mengatakan apa pada Rasya. Hati dan pikirannya sedang kacau saat ini.
"Tenangkan diri kamu." Entah dorongan dari mana, Rasya berjinjit dan memeluk tubuh Percy. Rasya mampu melihat kegundahan Percy, saat ini ia terlihat begitu lemah.
Percy tak bersuara, hanya menelusupkan wajahnya pada lekukan leher Rasya. Ia ingin menangis tapi tak mampu, hanya hatinya yang terasa sangat sakit. "Kenapa harus seperti ini? Sebenarnya apa salah gue dan Rindi, Sya?" gumam Percy. "Sebenarnya apa yang salah? Tuhan aku dengan Tuhan dia sebenarnya sama, kan? hanya ada satu Tuhan. Walau iman dan cara beribadah kami berbeda."
"Gue mencintainya, dan gue ingin selalu bersamanya, Sya. Gue mencintai Rindi," gumam Percy memeluk tubuh ramping Rasya dengan erat. 'Apa di mata loe hanya ada Rindi? Tidak bisakah loe coba melihat ke depan. Di sini ada gue, Percy. Kenapa loe malah mempersulit diri loe sendiri.'
"Bukankah cinta tak harus memiliki." Mendengar penuturan Rasya, Percy pun melepaskan pelukannya dan menatap Rasya dengan penuh tanya.
"Apa maksud loe?"
"Emm, maksud gue bukankah tidak selamanya cinta itu harus saling memiliki. Lagipula yang menentukan jodoh itu Tuhan bukan kita. Bukan aku, kamu, ataupun Rindi, jodoh itu gelap tidak ada yang tau," ucap Rasya.
Percy terdiam menimbang ucapan Rasya barusan yang memang benar adanya. "Kenapa loe menerima pernikahan ini, Sya? Kenapa loe diam saja?"
"Gue harus menjawab apalagi? Orangtua kita sudah memutuskannya. Gue tidak berani melawan mereka, gue takut mereka tersakiti," ucap Rasya menggigit bibir bawahnya sedikit gugup.
"Loe tau kan kalau gue mencintai Rindi?"
"Iya, gue tau loe mencintai Rindi, bahkan mungkin sangat. Gue juga tau Rindi tak akan pernah tergantikan di dalam hati loe," gumam Rasya menundukkan kepalanya, ada rasa sesak di dalam hatinya saat mengatakan semua itu.
"Lalu apa loe masih mau menerima gue? Kenapa gak loe batalin saja pernikahan ini?"
"Gue-," Rasya terdiam sesaat. "Gue gak bisa membatalkannya."
"Kenapa?" Percy menatap Rasya dengan jarak yang sangat dekat, mencoba mencari jawaban dari mata itu.
"Karena-" ucapan Rasya terhenti saat menatap mata abu milik Percy.
"Kenapa Sya?"
"Gue hanya ingin melihat orangtua gue bahagia. Papa terlihat bahagia saat akan berbesan dengan orangtuamu yang merupakan sahabatnya di brotherhood. Gue gak mau mengecewakan mereka."
"Apa hanya itu alasannya?"
'Tidak Per, bukan itu alasan yang sebenarnya. Alasannya karena aku ingin selalu bersamamu.'
"Iya,"
"Tapi aku mencintai wanita lain, jangan bodohi diri loe!" ucap Percy.
"Gue tau, gue tau ada Rindi di hati loe. Dan gue bukan apa-apa buat loe, gue hanya ingin di samping loe. Gue ingin menjadi seseorang yang bisa loe andalkan. Kalau loe memang tidak ingin menikah dengan gue, maka ayo kita ke dalam dan batalkan pernikahan ini," ucap Rasya penuh keyakinan.
"Gue gak bisa!"
"Kenapa?"
"Gue sudah janji sama Mama untuk menikahi loe." Rasya terdiam untuk beberapa saat hingga suara Percy kembali terdengar. "Untuk sementara jangan sampai Randa atau Rindi tau, gue akan membicarakan ini dengan Rindi langsung. Gue tidak ingin melukainya, walau gue tau ini akan sangat menyakitinya."
"Gue ikut loe saja," ucap Rasya. Setelah itu Percy memutuskan pergi meninggalkan Rasya sendirian di sana.
♣♣♣