POV AKARA
Semalam aku sulit memejamkan mata. Entah kenapa perkara meminta maaf pada Aruni jadi seperti masalah besar. Jujur, aku bingung hendak bagaimana meminta maaf ke dia. Memang aku yang salah karena sudah salah faham.
Selama ini aku tak pernah mengajak dia seperti ngobrol atau makan di kantin. Interaksi kami sebatas di kelas saat mata pelajaran pak Abdul. Lalu bagaimana aku diam-diam minta maaf ke dia? Akan terasa aneh jika aku meminta maaf secara langsung di depan teman-teman satu kelas.
Saat melihat jarum jam sudah menunjuk angka 11, aku memejamkan mata. Aku bertekad akan meminta maaf besok. Aku tak mau menunda lagi.
********
Hari ini Aruni duduk di meja paling depan pojok kiri. Agar lebih leluasa melihatnya, aku memilih duduk di bangku nomor dua dari belakang di pojok kanan. Aku jadi punya kebiasaan baru sekarang, memperhatikan Aruni. Kali ini dia sedang asyik mengobrol dengan Tasya. Sesekali dia tertawa kecil.
'Kenapa bisa terjadi salah faham ini, Run? Kalau tidak, pasti aku bisa ikut nimbrung di sana,' batinku.
Jam pelajaran Matematika seolah berjalan lambat. Selepas ini aku bisa duduk sebangku dengan dia. Aku bisa minta maaf diam-diam.
********
"Hai, Run ... ", ucapku mencoba menyapanya lagi setelah sekian minggu tak bertegur sapa.
"Hai, Aka," balasnya.
Dia tak berkata apa-apa lagi. Padahal biasanya Aruni akan menanyakan tugasku sudah selesai apa belum atau hal lain.
"Run .. aku boleh pinjam pensil?" aku masih mencoba mencairkan suasana.
Aruni mengangsurkan sebatang pensil tanpa berkata apa-apa.
Kami akhirnya tenggelam dalam tugas yang di berikan oleh pak Abdul. Saat kupastikan tak ada seorang pun yang melihat ke arah kami, aku meletakkan kertas bertuliskan permintaan maaf. Dan Aruni hanya membaca tanpa memberikan kata-kata balasan hingga kelas usai.
Aku merasa keki. Saat jam pulang sekolah kuputuskan untuk gabung dengan Elisa dan kawan-kawan yang sedang berkumpul di gazebo depan kelas IPA. Jika ke kantor Dewan Ambalan, aku masih enggan bertemu Andromeda.
Jeffry dan Haikal sedang asyik bermain permainan ular mencari makan di HP. Elisa mencoba membuka bungkus jajan kentang kriuk. Jessica sedang menumpahkan semua isi tasnya ke lantai gazebo.
"Nyari apa kamu, Jes, sampai di keluarkan semua?" tanyaku.
"Nyari surat cinta dari Ismail. Mana belum aku baca."
"Ketinggalan di rumah mungkin ... "
Jessica tampak berpikir. "Mungkin ya .. Ismail itu manis banget. Zaman udah modern gini, dia masih suka ngirimin aku surat cinta,"timpalnya.
Aku melihat wajah Jessica bersemu merah saat mengatakan itu. Membuatku ingin menanyakan ke mereka tentang respon dari Aruni tadi.
"Jess, Aruni kok gak ngebalas permintaan maafku? Cuma dia baca? Apa itu tanda dia ga suka?"
Jessica dan yang lain langsung tertawa.
Kudengar Jeffry mengumpat sambil terkekeh. "Ah sh** gegara dengerin curhatan Akara, aku jadi kalah lawan Haikal nih ... "
Haikal menepuk pundak kawan karibnya. "Jangan lupa yang kalah bayarin makan di kantin besok."
"Aka, Aruni bukan tipe cewek kayak kita-kita. Dia itu nerdy, a bit weird. You should talk to her directly," jawab Jessica. "Inget, ngomong langsung. Lagian kamu aih, Aruni ga ngapa-ngapain pake acara di diemin. Hahaha ... ".
Elisa ikut tertawa. Aku keki di ledek oleh mereka.
********
Aku melihat Aruni masuk ke kedai mie ayam di sebrang sekolah. Aku sudah hendak menyusulnya tapi teriakan Haikal menghentikan langkahku.
"Aka .. ! Berhenti .. "
Setelah sampai di dekatku Haikal bilang, " di cariin Andromeda. Kamu di tunggu dia di ruang Dewan Ambalan."
"Duh, ada apa lagi sih Andromeda," aku menggerutu.
"Kamu mau menyebrang kemana tadi, Ka?"
"Mau nyusul Aruni di kedai mie."
"Ciee ... Yang mau minta maaf langsung, hehe".
'Si*l, kenapa jadi di cengin gini,' batinku.
Andromeda rupanya mengajak berdiskusi tentang tema latihan pramuka Jum'at esok. Dia memintaku sebagai pemateri baris berbaris.
Aku mengiyakan saja ocehan Andromeda. Berharap dia segera selesai berbicara dan aku bisa menyusul Aruni.
Aku tak ingin pekan depan masih balik di diamkan oleh Aruni.