Penggemar Jeroan

1136 Words
Keduanya duduk lesehan di atas karpet sembari menonton televisi yang menyiarkan acara list manusia - manusia unik di dunia. Namun televisi itu kasihan, karena baik Freya atau pun Athar sama sekali tidak melihat ke arahnya. Mereka sibuk makan nasi panas lauk bebek goreng yang berduet dengan sambal tomat dan lalapan. Mereka makan dengan lahap -- cenderung rakus malah. "Bebek goreng emang the best. Nggak pernah ngecewain." Athar bergumam sembari terus mengunyah. "Kalau aku sih lebih suka jeroan." Freya menimpali. Suaranya agak tidak jelas karena mulutnya terlalu penuh. "Jeroan apa? Jeroan bebek atau ayam atau sapi?" "Jeroan semuanya. Terutama sapi, sih. Apa lagi ususnya tuh. Direbus lama sampai empuk, dibumbui rempah - rempah, terus digoreng, makan pakai nasi anget plus sambel bawang. Beuh ... sebakul juga habis itu nasi." "Astaga ... usus sapi kan lemak dan kolesterol parah tuh. Soalnya ada lemak di dalamnya yang putih - putih, tuh." "Halah ... yang penting makannya nggak tiap hari, tuh, nggak apa - apa, Thar. Yang penting pola makan tetep seimbang, diimbangi olah raga. Dan justru lemak putihnya itu yang bikin uenak, Mak nyus." "Nggak nyangka, ya. Kamu padahal mungil gitu. Tapi ternyata makanannya banyak. Mana suka gorengan, yang berlemak - lemak." Freya hanya terkikik. "Syukur Alhamdulillah aku dari kecil nggak pernah gemuk. Meski makan banyak sekali pun." Freya sampai menyebut nama Tuhan, saking bersyukurnya ia memiliki tipe badan yang diimpikan semua orang. "Beuh ... enaknya ...." Athar nampak iri. "Kelainan hormon kali kamu. Hipertiroid." Athar asal celetuk saja. "Hus ... apaan sih kamu. Nggak ada itu kelainan - kelainan hormon. Aku sehat kok. Lagian kalau aku beneran kelainan hormon, pastinya udah numbuh gondok di leher aku. Buktinya? Masih aman - aman aja sama sekarang." "Ya bener juga sih." Mereka lanjut makan dengan khusyuk. Acara televisi sudah berganti menjadi film Hollywood 'The day after tomorrow', yang menceritakan bencana besar -- semacam kiamat -- yang melanda bumi. Athar tak sengaja melihat ke arah televisi, saat bencana besar itu terjadi. "Aku udah beberapa kali nonton film ini. Dan film - film sejenisnya. Tapi tetep aja ngeri tiap kali lihat." Freya akhirnya mau tak mau juga melihat ke arah televisi. Ia kemudian ikut merasa merinding melihat adegan bencana besar itu. Padahal itu hanya efek CGI. Tapi sudah semengerikan itu. "Ya kalau ngeri nggak usah lihat." Freya hanya menanggapi sekenanya. "Maunya sih gitu. Tapi aku sengaja lihat terus. Bahkan selalu antusias kalau ada film semacam itu muncul versi barunya." "Lhah, kok gitu? Katanya ngeri, malah ngikutin." "Seru aja. Sekalian jadi pengingat diri." "Maksudnya?" "Ya ... ini semacam makanan buat jiwa spiritual aku, sih. Lewat film - film kayak gitu, aku jadi selalu ingat kalau suatu saat kiamat bakal bener - bener terjadi. Dan semua orang pasti akan mati. Kan wajib tuh ingat mati. Biar kalau ngapa - ngapain di dunia nggak kebablasan." Freya mendadak merasa kenyang karena perkataan Athar. Ia yakin, Athar bicara seperti itu bukan untuk menyindirnya. Hanya mengucapkan apa yang ada dalam pikirannya. Tapi tetap saja, karena ucapan Athar itu, ada sisi lain dari diri Freya yang merasa begitu bersalah, merasa begitu menyesal. Namun ada sisi lain yang meronta, berteriak bahwa ucapan Athar itu hanya lah wujud dari sikap sok suci. "Yah, kalau udah waktunya, semua orang bakal mati emang." Freya menjawab sekenanya. "Ya, memang bener. Tapi kan hidup nggak berhenti di kehidupan ini aja, Frey. Setidaknya kudu punya bekal, lah, buat hidup di fase kehidupan yang selanjutnya. Iya, kan?" Freya belum menjawab. Memikirkan betapa hidupnya begitu tidak tertata, jauh dari iman, dan begitu dekat dengan segala sumber dosa. Bahkan ia sering melakukan salah satu dosa yang tidak akan diampuni, zina. "Aku tadi sempet kesel banget sama kamu." Athar lanjut bicara. "Kenapa emangnya?" Freya penasaran. "Saat aku belum tahu bahwa itu kamu. Dan saat aku belum tahu apa masalah kamu?" "Maksudnya?" "Jadi ketika kamu nyelonong nyeberang jalan, aku pikir kamu adalah orang yang mau bunuh diri. Aku marah karena ... kenapa kamu begitu menyia - nyiakan hidup. Padahal banyak ... orang yang ingin hidup. Tapi tidak bisa karena takdir yang tertulis mengharuskan mereka mati di usia muda. "Saat aku tahu itu kamu. Aku makin kecewa lagi. Aku pikir keras, apa masalah kamu sehingga kamu nekat akan melakukan bunuh diri. Tapi setelah aku tahu alasan kamu, dan tahu bahwa kamu nggak niat bunuh diri, rasa marah dan kecewa aku hilang. Apa pun masalah dalam hidup, harusnya dihadapi, bukannya diakhiri dengan bunuh diri. "Dipikir kalau udah mati segala urusan selesai apa? Ya malah mereka bakal dapet dosa besar. Kehidupan di fase selanjutnya, udah nggak kebayang deh. Mereka pasti bakal banyak nyicil siksa neraka duluan dibandingkan kita - kita." Athar kembali mengutarakan pikiran yang membuat Freya begitu tertohok. Athar sepertinya tidak suka orang yang putus asa. Tidak suka orang yang suka mengambil jalan pintas. Baik itu tentang urusan mati, atau pun tentang urusan mencari uang. Seperti apa yang Freya lakukan. Sikap Athar sejauh ini berhasil membuat Freya banyak merenung, menyadari kesalahannya, dan menyesali semuanya. Cara berpakaiannya bahkan langsung berubah hanya karena dikritik oleh Athar. "Terus kamu gimana ini, Frey? Mau balik ke Kediri besok, atau gimana?" Athar kembali bertanya. Rupanya ia sudah mengganti topik. Freya cukup lega karena topik pembicaraan mereka berubah. Freya kini berpikir. Ia pun sebenarnya belum tahu harus bagaimana. "Aku belum tahu, Thar. Tapi misal aku balik ke Kediri besok, Archie kan juga balik, tuh. Dia pasti nyariin aku di rumah. Pokoknya nyariin aku di mana - mana, lah. Sementara aku belum mau ketemu lagi sama Archie untuk beberapa waktu ke depan." Athar mengangguk mengerti. "Ya ... kamu pikir pelan - pelan dulu aja, deh. Minta petunjuk sama Tuhan biar dikasih jalan terbaik. Eh, emang tadi kamu udah sholat Isya? Pasti belum, kan." Duh, Freya kena skak mata lagi dari Athar. Ia juga tidak bisa mengelak dengan bilang bahwa ia sedang halangan. Karena Athar telanjur tahu bahwa tadi ia sudah melakukan hubungan dengan Archie. "Ya belum. Tapi ... aku kan nggak ada mukena. Emang kamu ada?" "Alah, mukena mah gampang. Yang penting kan aurat ketutup." Nah kan ... Freya sudah tidak bisa mengelak lagi sekarang. Aduh ... bagaimana ini ... Freya bingung. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia sholat. Freya takut sudah lupa bacaan - bacaannya. Apa ia hanya akan bergerak tanpa membaca bacaan sholat? Freya begitu enggan melakukan sholat. Entah lah, ada ganjalan besar di dadanya. Yang Freya yakini itu adalah ulah setan dalam dirinya yang sepenuhnya berkuasa. "Kebetulan aku juga belum sholat sih. Kita sholat bareng aja, biar pahalanya nambah banyak. Oke." Freya hanya mengangguk pasrah. Terserah Athar saja lah. Tapi Freya lega, karena meski lupa bacaan sholat, kalau sholatnya dipimpin imam, berarti ia aman. "Ya, udah aku wudhu duluan. Ntar baru kamu." "I - iya." Freya sampai tergagap. Membiarkan Athar berlalu. Kemudian ia kini memikirkan hal lain. Apa ia masih ingat urutan gerakan wudhu? Aduh ... Freya ... Freya .... Wanita itu merutuki kepayahannya sendiri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD