Akhir Pekan

1094 Words
Waktu itu memang tidak mudah. Butuh jangka tak sebentar, sampai Jena benar - benar bisa merelakan Archie yang telah menjadi kekasih sahabatnya. Butuh waktu pula bagi Raya untuk dengan bebas bersama dengan Archie ketika ada Jena di tempat yang sama. Rupanya hubungan persahabatan keduanya jauh lebih kokoh, dibandingkan dengan persaingan masalah percintaan mereka. Mengingat itu semua, sampai sekarang hati Jena selalu sakit. Dadanya seperti terhimpit. Ia memang sudah merelakan. Namun bukan berarti rasa sakit di hatinya sudah 100 % sembuh. Rasa sakit yang tak akan pernah ia lupakan. Namun Athar telah menjadi obat seutuhnya bagi Jena. Dan Jena sangat bersyukur karenanya. Jena tidak sabar menunggu saat bertemu dengan Athar lagi. Hanya kurang tiga hari lagi. Sesuai dengan janji lelaki itu saat mengantarnya dari Pare ke rumah. Saat ini rasa rindu Jena sudah begitu besar. Jena yakin, saat bertemu nanti, Athar akan kembali mengungkapkan perasaan ke padanya. Dan kala itu terjadi, Jena akan mengatakan ya untuk pertama kalinya. Telah ia bisa bayangkan betapa bahagianya Athar nanti. Dan betapa bahagia pula dirinya. *** Akhir pekan tiba. Archie libur dari segala pekerjaan hari ini. Dan hari ini juga merupakan hari yang ia janjikan pada Freya. Mereka akan pergi ke Pare, demi melakukan survey lokasi pada tempat yang dipilih oleh Freya, untuk membangun cafe mereka. Archie menjemput Freya pagi - pagi sekali. Dan wanita itu sudah siap. Seperti biasa, nampak begitu cantik. Mereka langsung berangkat setelahnya. "Ar ...." Freya mengawali pembicaraan di dalam mobil. Archie memacu mobil dengan kecepatan relatif santai. "Hm?" Hanya itu respons Archie. Memang seperti itu Archie beberapa hari ini. Tepatnya setelah Freya mengungkapkan keinginan untuk membangun cafe mereka di Pare saja. Bahkan ketika akhirnya setuju, pun, Archie tetap nampak tak ceria. Freya tahu lah alasannya. Ya, karena Archie terpaksa menyetujui keinginan Freya ini. Tapi Freya tak peduli. "Kamu masih keberatan ya, aku minta bangun cafe kita di Pare aja?" Freya memberanikan diri untuk menanyakan hal itu. "Nggak, tuh," jawab Archie singkat. "Bohong! Kelihatan tahu dari muka kamu. Kamu sangat keberatan. Kamu pasti setuju hanya karena kamu ingin dapat maaf dari aku, kan." Archie terdiam beberapa saat. "Uhm ... nggak juga. Aku udah setuju beneran kok. Salah satu alasannya, memang supaya kamu memaafkan aku. Tapi di mana pun lokasinya, asal kamu nyaman, aku ikut aja." "Kalau benar kamu udah betulan setuju, lalu kenapa kamu selalu kelihatan murung semenjak aku bilang ingin bangun cafe kita di Pare?" "Nggak, ah. Perasaan kamu aja." "Kok bisa perasaan aku aja, sih. Beneran tahu, kamu tuh kelihatan banget murungnya. Kan aku yang lohat kamu. Kamu mana bisa lihat diri kamu sendiri. Kecuali lewat cermin." Archie terkikik. Freya memang sengaja bicara dengan nada suara yang dimanja - manjakan. Ingin memancing Archie supaya benar - benar rela melepas Freya mengembangkan cafe mereka di Pare. Jika Archie sudah benar - benar rela, kan, segala curiga yang kini masih ada di dalam dirinya, akan segera sirna pula. "Aku capek akhir - akhir ini, Frey. Kayaknya aku butuh liburan. Bawaannya pengin marah melulu." Freya masih terus memperhatikan Archie. Ia menggunakan alasan sedang kelelahan. Tak apa. Akan tetap Freya ladeni. "Beneran alasannya cuman karena lagi capek?" "Huum. Iya, Nona Freya." Archie sepertinya mulai terpancing. Merasa tak enak setelah tahu bahwa Freya ternyata menyadari betapa situasi hantunya sedang sangat buruk akhir - akhir ini. Alasannya ya jelas karena ia takut Freya jadi dekat dengan Athar. Tapi ia menggunakan alasan sedang kelelahan. Makanya Archie mulai sedikit mengucapkan candaan. Freya pun terkikik. "Ya udah, kalau masalahnya hanya karena kamu lagi capek, dan butuh liburan, ayo kita lakukan liburan itu kapan - kapan. Ah, bisa juga liburannya sebagai perayaan menjelang dibukanya cafe kita." "Wah, ide bagus tuh. Oke, aku setuju." "Great. Yaayy." Freya tidak ragu menunjukkan betapa bahagianya ia. Namun ia masih ingin memastikan satu hal. Sekali lagi, ia hanya ingin semacam menggiring opini pada Archie. Supaya Archie tanpa sadar telah benar - benar setuju dengan rencana Freya membangun cafe di Pare. "Tapi, Ar ... kamu beneran setuju berarti ya, kalau cafe kita itu dibangun di Pare?" Freya menatap Archie, mencondongkan tubuh mendekati Archie. Kemudian mengerjapkan mata dengan manja. Lelaki mana yang tidak akan luluh jika wanita secantik Freya melakukan jurus rayu seperti itu. "Astaga ... iya, Freya. Kan tadi aku udah bilang. Aku setuju." Archie akhirnya benar - benar menegaskan persetujuannya. Sebenarnya ia sudah sangat gemas ingin 'menghabisi' Freya sekarang juga. Saking cantiknya wanita itu. Tapi ia tahan sebisa mungkin. Ia harus benar - benar belajar mengendalikan diri mulai sekarang. Atau ia bisa menerkam Freya di mana pun berada. Freya pun tersenyum puas. Ia sudah berhasil membuat Archie setuju sepenuhnya dengan rencana itu. Sugesti - sugesti yang ia lakukan semuanya sukses besar. Kini Freya tinggal menikmati hasilnya. *** Athar telah sampai di rumah Jena. Jena sudah siap, menunggu Athar di ruang tamu. Betapa cantiknya Jena hari ini. Ia memang sudah cantik sejak dulu. Namun hari ini ia sengaja berdandan secara khusus, supaya terlihat jauh lebih cantik di mata Athar. "Woah ... you ' re so beautiful, Jen." Athar langsung memujinya begitu ia masuk rumah. Hati Jena rasanya senang bukan kepalang. Rasanya ia sudah terbang ke awang - Awang. Tapi Jena berusaha tetap terlihat tenang. Tak ingin Athar jadi hilang rasa padanya, jika ia sampai hilang kendali. "Athar ... but you look skinnier. You ' re getting skinnier and skinnier every time we meet. You should eat well." Jena langsung mengomentari betapa kurusnya pemuda itu. Athar hanya tersenyum hambar. "I eat well, Jen. Setiap ada kesempatan makan, aku selalu usahakan makan." "Astaga ... berarti kalau kamu nggak ada kesempatan makan, kamu nggak makan dong." "Ya ... kalau lagi sibuk banget, memang susah sih mau makan aja. Tapi aku selalu makan ketika sempat, Jen. Kamu nggak perlu khawatir. Aku hanya perlu sedikit waktu untuk menyesuaikan diri." Ucapan Athar itu seketika membuat rasa khawatir Jena pudar. Ya, Athar memang butuh sedikit waktu untuk beradaptasi dengan segala kegiatan barunya. "Ya, udah. Kita langsung berangkat atau ...." Athar sengaja menggantung kata - katanya. Membiarkan Jena saya yang membuat keputusan. "Yup ... kita langsung berangkat aja." Jena sangat antusias. "Oke, jadi kita ke mana hari ini?" Jena cemberut. "Kenapa harus aku terus yang nentuin tempat sih Thar. Sekali - sekali kamu dong yang nentuin tempat." Athar nampak berpikir. "Ke mana, ya. Aku nggak terlalu tahu tempat yang bagus buat jalan - jalan." "Alah ... kamu tuh sebenernya tahu, iya, kan? Udah, aku ikut kamu aja hari ini." "Haha ... kalau aku ternyata bawa kamu ke warung doang gimana?" Athar malah menggoda Jena. "Ya nggak apa - apa. Tetep kita berangkat lah." "Wah ... semangatnya kamu hari ini Jen." "Iya dong." "Oke deh, berangkat." "Yehey." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD