02 : Song Of The Heart

3197 Words
"Kenzo.." kulihat tatapan matanya masih belum berubah. Tatapan mata yang memancarkan kehangatan. Tatapan yang mampu membuatku terbuai sehingga tidak bisa membuang bayangan wajahnya dalam pikiranku. Seiring kenangan manis nan indah yang terlintas di pikiranku, bersamaan dengan itu memory terburuk ikut terseret. Membuatku tak ingin menatap wajahnya. Kusiapkan mentalku, dengan tegap aku berdiri berhadapan dengan lelaki ini.  "Hei." dengan sekuat tenaga aku manahan keinginan terdalamku untuk menampar wajahnya, menjambak rambutnya, dan menginjak-injak tubuhnya. Aku menutup mataku dan menghembuskan napasku.  "Hai juga, Ken." kubalas ucapannya dengan nada sedatar mungkin. Kulihat ada senyum di wajahnya. Bukan, itu adalah seringaian.   Tanpa aba-aba dia memelukku erat. "Apa kabar sayang?"  Aku mematung mendengar perkataannya yang penuh dengan tekanan. Kurasakan jantungku berdegup kencang dan aku mengepalkan tanganku. Aku menutup mataku kuat-kuat. Ingin rasanya aku berlari dari sini.  "Ehem. Sepertinya aku mengganggu disini." baru pertama kali selama dua hari aku mengenalnya, suaranya membuatku lega. Setidaknya aku sadar bahwa sebenarnya aku tidak berduaan dengan Kenzo. Ada dirinya-lelaki yang masih belum kutau namanya itu. Dapat kurasakan Kenzo melonggarkan pelukannya.  Dengan kesempatan yang ada, aku langsung mundur dan berdiri tepat disebelah pria yang menyelamatkanku tadi. Kulihat dia memandangku dengan tatapan bingung dan berkata "Sepertinya aku harus-"  Tanganku seperti memiliki nyawa sendiri, entah kenapa dengan seenaknya dia mengambil lengan terdekat. Tepat saat dia akan menggerakkan kakinya untuk beranjak menjauhiku dan Kenzo.Tanpa berpaling dari Kenzo dan tetap mencekal lengan pria itu. Aku berkata dengan lantang "Aku sudah punya dia. Aku harap kamu tidak ganggu kehidupanku lagi."  Ingin sekali kuteriakkan kalimat Pergi kau ke neraka!  Dapat kulihat matanya memancarkan sorot kaget, begitu pula dengan lelaki yang masih berdiri kaku di sebelahku.  Namun seperti mengerti keadaan dan keinginanku, dia sama sekali tidak membantah, bahkan tidak mengeluarkan suara sama sekali. Padahal hanya dengan mengenalnya dua hari ini aku sudah menarik kesimpulan bahwa dia adalah pria yang cerewet.  Tepat saat Kenzo membuka mulutnya untuk berbicara, aku langsung menarik pria yang kuyakin sedang dalam keadaan bingung. Aku berjalan menjauh dari Kenzo yang menatapku dari jauh.  Aku tak ingin berbalik lagi. Aku tak mau kembali ke masa lalu. Aku terus berjalan tanpa menghiraukan pria yang sudah berceloteh ria.  "Hei! Sampai kapan kau mau manarik-narikku, huh?" dia menghentakkan tangan kanannya yang sedaritadi masih kupegang. Sumpah, aku sama sekali tak menyadarinya. Aku terdiam beberapa saat dan melihat sekeliling. Ternyata kami sudah berada di jalan raya, jaraknya lumayan jauh dari pantai tadi.  Kembali pikiranku menerawang mengingat kejadian tadi. Kenzo ada disini. Untuk apa dia kembali? Apa saat itu dia belum puas menyakitiku? Disaat aku sedang membutuhkan seseorang disampingku, dia hadir dan memberikanku semangat.  Namun kepercayaan yang kuberikan ternyata dibalas dengan melakukan hal yang diluar dugaanku. Segala sesuatu yang dilakukannya hanyalah akting belaka. Dia sangat cocok menjadi artis terkenal.  Kupeluk tubuhku yang tak terasa dingin, kurasakan wajahku memanas. Sekelebat memori yang sempat kubuang jauh kini kembali menghantuiku. Aku menggigil, dan aku sangat yakin kalau cuaca hari ini benar-benar panas.  "Kau.. Kenapa?" aku menoleh ke asal suara. Saat itu aku melihat wajah seseorang yang khawatir. Apa wajah itu juga merupakan suatu kebohongan? Aku hanya menatapnya dalam diam, tak tahu harus melakukan apa.  Tuhan, tolong aku.. Kejadian itu.. Kumohon hapuskan ingatanku tentang hal buruk itu.. Mentalku benar-benar tak kuat kalau harus mengingatnya lagi. Kenapa otakku tak mau melupakannya?  Aku merasakan ada sesuatu yang basah mengalir dari kedua bola mataku. Untuk kesekian kalinya, aku menangis. Air mataku meluncur dengan begitu cepat tanpa ada suara isak tangis.  Kualihkan tatapanku darinya. Namun dia menatapku dengan pandangan yang tidak bisa kuartikan. Aku tidak pernah menangis di depan siapapun. Tetapi saat ini aku tidak sendirian, pria ini ada di sampingku. Mendampingiku dengan pelukannya yang hangat. Dan menenangkanku dengan caranya sendiri. *** Kuketukkan jariku di meja kelasku, memikirkan dua hari yang sudah kulalui. Bertemu dengan seseorang yang sampai sekarang tidak kutau namanya, yang bahkan sudah menginap di kamarku. Kemudian sorenya aku bertemu dengan Kenzo. Ah.. Apa yang dia lakukan disini? Kepalaku terkulai di atas meja, bertumpu pada lengan tanganku.  PLAKK  Kuabaikan pukulan yang lumayan keras di kepalaku. Orang ini pasti memukulku dengan buku pelajaran. Entah kimia atau fisika. Mungkin saja buku tugas, paling-paling dia mau nyontek tugas milikku.  "Ruby! Bangun!" suara cempreng khas yang sangat kukenal sampai di telingaku.  Kudongakkan kepalaku, menatapnya. "Ngapain sih, Bells.."   Tanpa aba-aba Bella langsung duduk di kursi sebelahku, sambil meletakkan tasnya.  "Ada anak baru By! Katanya ganteng loh!" kutatap wajahnya yang cantik itu. Tidak pernah bosan aku mendengarkan celotehnya.  Kutopang kepalaku dengan sebelah tangan, sambil mengambil coklat yang selalu siap sedia di tasku. "Oh ya?"  "Kata Pak Edward tu anak bakalan masuk kelas kita loh, By. Kalo dia beneran ganteng, kan enak di kelas ada kecengan. Kamu tau sendiri kan kelas kita cowoknya kutu buku semua. Gada yang cakep." katanya sambil mengibaskan rambutnya yang indah itu. Dia baru dari ruang guru, memberikan tugasnya yang belum dia kumpulkan.  "Bells, kita ke sekolah kan buat belajar, bukan buat pelototin cowok ganteng." kutepis omongannya yang pasti menjurus ke masalah percintaan.  Gadis itu memandangku dengan tatapan sengit. "Heh, cewek kuper. Kalo ada cowok ganteng di kelas kita, kita pasti lebih semangat belajarnya! Yang males masuk jadi rajin masuk, yang tadinya bercanda pas di kelas jadi diem buat dapet perhatian tu cowok.."  "Kebanyakan baca novel sama komik sih ah, pikiran kau jadi ngaco kan." dia cemberut ketika aku berkata seperti itu.  "Apa salahnya sih.. Daripada kamu tuh, gloomy banget dah. Cari pacar gih" dia menekan-nekan keningku, membuatku terdorong ke belakang.  Kutepis tangannya dan kuelus keningku yang menjadi korban kekacauan anak ini. Tuh kan, liat deh. Ngomonginnya ini melulu nih tiap hari. Aku disuruh cari pacar. Ngapain coba punya pacar tapi bikin sakit hati.  "Males ah." kuedarkan pandanganku ketika anak-anak sekelas mulai berbisik-bisik. Beberapa anak yang duduk di dekat jendela lorong kelas mengintip keluar.  "Eh eh, anak barunya dateng tuh." Lina, teman sekelasku yang duduk tepat di bangku depanku terlihat sumringah.  Bella yang sedaritadi penasaran setengah mati sama si anak baru mencoel pundak Lina. "Cakep ga Lin?"  Lina menjawab pertanyaan Bella dengan anggukan penuh semangat "Cakep Bells!!"  Tak lama kemudian Pak Edward masuk kelas, dibelakangnya berdiri lelaki yang menurutku lumayan ganteng itu. Kuperhatikan wajahnya, woaah. Ini takdir atau memang kesialan karena bertemu dengannya lagi? Pria itu? Pria yang menganggu weekend ku!  "Pagi anak-anak. Bapak akan memperkenalkan teman baru kepada kalian." anak-anak berbisik-bisik, mulai menilai penampilannya dari atas sampai bawah. Dan apakah dia cukup pintar, sehingga bisa masuk ke kelasku ini, XII IPA 1.  "Namaku Nemundo Severus. Panggil aja Sev." dia memperkenalkan dirinya sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas. Ketika matanya bertemu dengan mataku, dia tersenyum kecil ke arahku. Aku mendengus kesal.  Ngapain sih dia sekolah disini. Ah, nyebelin deh. Jadi inget kemarin kan. s**l.  "Kyaa~ dia senyum ke aku loh, Lus!" Lina terpekik tertahan sambil berbisik-bisik sumringah ke Lucy, teman sebangkunya.  "Masa sih? Ih, ke aku kali Lin..!" tak mau kalah dengan Lina, Lucy ternyata juga sepertinya sudah menargetkan Sev. Wah akhirnya aku tau namanya juga ya? Hahaha.  "Baiklah, baik-baik ya sama dia." Pak Edward menepuk pelan pundak Severus dan menunjuk satu-satunya bangku kosong. Dan, itu adalah di belakangku. Triple s**l. "Duduk disana ya Sev, bangku kosongnya tinggal itu. Gapapa kan?"  Severus hanya mengangguk dan berjalan ke arahku--tidak, ke arah bangkunya. Namun ketika dia sampai di sebelah Bella, langkahnya terhenti dan menatapku sambil tersenyum. "Hei, By. Ketemu lagi kita." dia mengedipkan matanya padaku. Bella yang daritadi diam langsung melongo sesaat setelah pria itu telah duduk manis di belakangku.  Saat itu Bella langsung menatapku dengan tatapan s***s. Tanpa berkata aku sudah tau apa yang ingin dikatakannya. Ceritakan-padaku-By. Yah, seperti itulah arti tatapannya. *** "Jadi beneran kamu kenal sama dia, By?" aku memutar bola mataku, sambil melahap salad. Sesaat setelah bel istirahat berbunyi, aku dan Bella langsung menuju kantin. Disinilah kita, kantin yang selalu ramai dengan anak-anak sekolahku.  "Kan tadi udah diceritain, Bells.." aku menusukkan garpuku ke tomat kecil, sebagai penutup makan siangku.  Bella menyeruput s**u strawberry kesukaannya. Dia hanya makan siang dengan sekotak s**u kecil dan sepotong roti. Mana mungkin aku kenyang kalau siang hari hanya makan segitu? Karena Bella adalah model, jadi dia benar-benar harus menjaga tubuhnya.  "Tau gitu kemarin aku ga usah jalan sama Robba deh kalo kamu ketemu sama cowok cakep gitu."  Kami ini, sering mengadakan acara menginap berdua. Di malam apa saja. Biasanya kalau sedang banyak tugas dan dia sama sekali belum mengerjakannya, aku dengan sukarela datang ke rumahnya dan menginap disana. Daripada mendengar tawa ayahku dan teman-temannya, lebih baik aku keluar rumah.  Begitupun sebaliknya, biasanya dia datang dan menginap di rumahku setiap hari jum'at malam sampai hari iminggu. Itupun kalau dia tidak ada kerjaan atau tidak sedang kencan dengan Robba.  "Apaan sih Bells, kan udah punya Robba.. Masih aja ngincer cowok lain.." aku mengangkat nampan makananku yang kosong, bersiap untuk kembali ke kelas.  Bella berjalan mengikutiku dari belakang. "Ah, Robba sibuk banget By. Dia juga udah jarang bbm aku."  Aku meliriknya yang berjalan perlahan di sebelahku. "Mungkin dia memang lagi sibuk banget tuh ngurusin rental mobilnya.. Maklumin aja Bells."  Bella hanya mengangguk dan tersenyum kecil.  "Duh! Ati-ati dong kalo jalan!" teriakku ketika noda minuman mampir cantik di kemejaku. Ah, rese banget deh.  "Ups, sorry By. Ga sengaja banget." aku mendongak dan melihat tatapan matanya yang jahil. Kulihat dia tertawa tertahan. Ah~ Maunya apaan sih ni anak?  Aku tidak menggubris dirinya dan berlalu sambil mengelap noda minuman yang menempel di bajuku. Mau ke toilet juga males, jaraknya kan berlawanan sama kelas. Bodo deh, cuma sedikit ini kenanya. s****n tuh Severus. Sengaja kali ya.  "Nih By, pake tisu basah aja." Bella mengeluarkan tisu basah ketika kami sudah sampai di kelas. Aku langsung menyambar tisu tersebut dan menempelkannya pada kemeja putihku.  "Sev itu orangnya rese ya By?" ujarnya sambil membantuku membersihkan noda. Dan tada~ sudah bersih kembali.  "Tau deh ah, ga jelas banget hidupnya." sesaat omongan kami terhenti karena Bu Amel sudah masuk ke dalam kelas.   Ketika sedang sibuk mendengarkan penjelasan Bu Amel yang seperti mendongeng, akhirnya aku menyerah dengan sesuatu yang mencolek-colek punggungku sedaritadi. Siapa lagi kalau bukan kelakuannya Severus. Kulihat dari ujung mataku, dia mencolekku dengan pulpen di tangannya.  "Apaan sih, Sev. Ganggu aja deh ah." aku berbisik setelah bersandar di bangkuku, mendekatkan diriku padanya.  Kulihat dia tersenyum lebar karena akhirnya aku meladeni kelakuannya. Sebenarnya aku masih kesal karena dia tadi membuat jejak di kemejaku dengan minumannya. Ah, dia tidak mungkin diam sebelum aku meladeninya.  "Ntar pulang bareng yuk." ujarnya tanpa merasa bersalah.  Aku bergidik ngeri, membayangkan jalan bersama Severus. Bisa-bisa ketemu sama Kenzo lagi. Loh kenapa jadi nyambung ke Kenzo? Gada hubungannya kali.  "Ga ah, pulang sendiri aja sana." aku menatapnya dengan tatapan sangar yang kumiliki.  Dia menatapku dengan tatapan sok imutnya. "Yah, ayo dong By.. Masa gamau sih.." dia merengek kepadaku, membuatku menghela napas.  "Nemundo Severus. Please deh, jangan sok kenal sama aku. Nyebelin banget." kembali kutatap wajahnya yang ternyata sekarang sudah menatap ke arah Bella. Aku menyerit dan menoleh ke arah yang di pandangnya.  Oh oh, tidak. Bu Amel sudah berdiri disana dengan menyilangkan tangannya di dadanya.  "Silahkan kalian berdiri di lorong kelas untuk obrolan lebih lanjut." beliau menujuk ke pintu kelas yang sudah terbuka, entah kapan dibuka oleh guru yang cantik namun galak itu. Bella hanya menatapku dengan tatapan kasihan.  "Tapi bu, kan yang ngajakin ngobrol si Severus.." sekuat tenaga aku menghadapi singa betina yang sudah bangun dari tidurnya.  Aku menunduk dan berdiri, disusul dengan Severus yang berdiri dan mengikutiku berjalan dari belakang.  Sepertinya dia tak ada masalah sama sekali. Padahal baru hari ini masuk sekolah, udah dapet masalah aja dia. Tapi tampangnya santai aja tuh, aku melirik lagi ke arahnya yang sedang berdiri bersandar di dinding sambil bersiul pelan.  "Udah belum terpesonanya?" dia menoleh ke arahku, tak lepas senyumannya yang menyebalkan itu.  Aku diam saja, tidak mau berdebat dengannya. Suasana lorong kelas yang sepi membuatku terjebak dalam suasana yang tidak nyaman. Kalau sendirian dan di jembatan Purplemadd sih oke-oke aja. Tapi kalo berduaan kaya gini sama dia benerean nyebelin banget. Tumben banget Sev ga cerewet kaya biasanya.  Aku melirik ke arahnya dan mendapatinya tengah menatapku dengan tatapan yang entahlah. Seakan-akan dia mencoba untuk menyedotku ke dalam dunianya lewat matanya itu.  "Ap-apa Sev?" kutanya dengan sedatar mungkin. Memecahkan keheningan diantara kami.  "Kenzo itu siapa?"  Deg.  Dia tanya siapa? Kenzo?  Aku mengalihkan pandanganku, tidak mau menatap Sev yang kuyakin akan mati penasaran. "Dia mantan pacarku." kataku sambil mengangkat kedua bahuku.  "Oh.. Terus kenapa kamu kayanya shock banget ketemu sama dia? Apa jangan-jangan kamu sakit hati ya sama dia karena dia selingkuh? Jadi gamau ketemu lagi sama dia? Iya kan iya kan?" kan, malesin banget deh si Sev ini. Apaan coba nanya-nanya lagi.  Kupandang sengit dia yang masih berekspresi sama seperti tadi. "Bukan urusan kamu kali."  "Yeh.. Ditanya baik-baik kok jawabnya gitu banget"  "Mangnya pengen aku jawab apa?"  "Yang manis kek jawabnya. Biasanya kan cewek gitu. Kalo ditanya sama cowok ganteng pasti jawabnya sok-sok imut."  Aku mendelik ke arahnya."Dih, apaan deh. Kalo mau dijawab kaya gitu ngomongnya sama Lina atau Lucy aja sana!"  "Siapa tuh?" tanyanya.  Aku mendesah. "Bukannya tadi kamu udah ngobrol sama mereka ya?"  "Yang mana?" anak ini pikun kali ya. Jelas-jelas tadi pas ke kantin bareng sama mereka berdua.  "Yang tadi jalan sama kamu ke kantin.."  "Oh, itu namanya Lucy sama Lina toh?" ujarnya sambil tertawa.  "Hei kalian. Hukuman dari ibu kurang ya?" tiba-tiba Bu Amel sudah berdiri di sebelah kami.  Serempak, kami langsung terdiam. Tak terasa akhirnya bel sudah berbunyi. Itu artinya pelajaran sudah berakhir dan aku langsung bisa pulang. Jalan sama Bella ah, biar ga bosen. Kulangkahkan kakiku untuk masuk ke kelas dan menghampiri Bella.  "Bell, pulang bareng yuk. Sekalian jalan." aku mengajak Bella yang sedang membereskan buku-bukunya dengan tergesa-gesa.  Dia menatapku dengan tatapan meminta maaf. "Duh, maaf banget By. Hari ini aku ada jadwal pemotretan."  Bella menatapku dan berjalan mendekat ke arahku.  Aku mendesah pelan. "Yah, Bella.."  "Tuh, Orland udah jemput. Aku duluan ya, nanti dia mencak-mencak lagi gara-gara aku lama." dia memelukku sebentar kemudian pergi begitu saja menghilang di balik pintu kelas.  Setelah dia pergi, aku langsung bersiap-siap membereskan buku-buku dan peralatan sekolahku.  "Pulang bareng sama aku aja, By.." ternyata anak ini belum putus asa juga. Padahal tadi aku udah bilang gamau.  "Ga ah, sekali engga tetep engga." akupun pergi tanpa memperdulikannya.  Kulihat jam tangan yang melingkar manis di tangan kiriku. Masih jam empat ternyata. Lebih baik aku main dulu sebentar di dekat sungai jembatan Purplemadd.  Ketika sampai di jembatan Purplemadd aku langsung turun menuju pinggiran sungai. Aku berjalan perlahan menuju batu besar, tempat biasa aku duduk jika ingin menyendiri dan menatap langit. Cuaca hari ini sungguh cerah. Kuambil iPhone dan memasang earphone di telingaku. Kuputar lagu kesukaanku.  Suasananya benar-benar mendukungku untuk bersantai sejenak disini. Aku senang merasakan semilir angin yang bertemu dengan wajah dan tubuhku serta membuat rambutku melambai-lambai. Kututup mataku, mendengarkan alunan musik yang sedari tadi menemaniku disini dan mulai ikut bernyanyi. Omoidasu yo ima mo koi to kidzuita natsu wo? [Aku masih ingat hingga kini, di musim panas ketika aku menyadari cinta]  Tokeisou no hana ga hinata ni afureta michi? [Bunga biru terang mekar di jalan bermandikan cahaya mentari]  Harewatatta sora ni nyuudougumo ga mokumoku? [Di langit yang cerah, awan kumulunimbus bergerak perlahan]  Ato iuma ni fuete naze da ka fuan ni natta no?? [Dalam sekejap, kenapa perasaanku menjadi resah?]  Ima iru basho to mirai? [Tentang tempatku berada saat ini dan masa depan]  Anata no migikata watashi no atama wo katamukete? [Di pundak kananmu kusandarkan kepalaku]  Chokon to nosetara soredakede anshin shita? [Jika ada sedikit kenangan tersisa, hanya dengan itu aku sudah merasa tenang]  Shiawase yo? [Aku bahagia]  Umaku ikanakute tsuraku kanashii toki wa? [Di saat sulit dan sedih, aku tidak bisa berjalan maju]  Sonna watashi no guchi wo kiite kureru dakede ii? [Aku hanya ingin kau mendengar keluh kesahku]  Yuudachi ni furarete minka no nokisaki de? [Dihujani warna sore, di sudut sebuah rumah rahasia]  Sotto yorisotta futari 'iroiro aru ne'tte waratta? [Perlahan kita berdua saling mendekap dan tertawa, "banyak yang terjadi ya?"]  Ame sae tanoshiku naru? [Asal di bawah hujan, pasti menyenangkan]  Anata no migikata toki ni wa kokoro wo yasumasete? [Di pundak kananmu, biarkan kuistirahatkan waktu dalam hatiku]  Shinpai ga atte mo itsudatte raku ni nareru? [Bahkan meski kekhawatiran itu ada, suatu saat pasti menyenangkan]  Nukumori yo? [dalam kehangatan]  Sorezore no sora no shita de? [Selanjutnya, di bawah langit]  Kagayaiteta ano koro omou no ka na?? [Apa kau mengingat hari yang bersinar itu?]  Ima demo futari wa issho ni aruiteru mitai ni? [Bahkan hingga kini, kita berdua terlihat seperti masih berjalan beriringan]  Natsukashiku setsunakatta~ano natsu yo? [Musim panas yang selalu kukenang dan begitu menyedihkan]  *Migikata by Maeda Atsuko Kubuka perlahan mataku, dan mengusap air mata yang tidak sengaja terjatuh ketika aku bernyanyi. Kemudian akupun tersenyum menatap langit. *** Aku mengerjap kaget ketika sampai di depan rumahku. Disana, tepat disebelah pintu ada seseorang yang masih memakai seragam sepertiku sedang terduduk, wajahnya tidak dapat kulihat karena dia menunduk.  Saat kudekati dan ingin melihat wajahnya, dia terbangun dan menatapku sambil mengerjap kaget.  "Ruby! Selamat datang~" ujarnya dengan riang.  Severus, lagi.  "Ngapain sih disini?" kataku jutek sambil membuka pintu rumahku.  "Aku lapar~ Pengen makan~" dia menatapku seperti anak kucing yang ditinggalkan dan sangat kelaparan.  "Terus apa hubungannya sama aku?" saat aku masuk ke dalam rumah dan sudah membuka sepatuku, tanpa sadar ternyata dia juga ikut masuk ke dalam.  "Permisi~" ujarnya sambil menaruh sepatunya di rak sepatu.  Aku menatapnya dan berkacak pinggang. "Heh heh. Mau ngapain lepas sepatu?"  "Kan mau makan.." ujarnya tanpa dosa dan menerobos masuk ke dalam rumah. Dia berjalan cepat ke ruang keluarga dan langsung menyalakan televisi.  Aku menghela napas melihatnya duduk dengan menyilangkan kaki di sofaku.  "Cuci kaki sama tangan dulu gih." ujarku sambil menatapnya. Aku menyerah. Ingin kuusir juga sepertinya dia tidak akan pergi.  Dia menoleh dan berdecak kesal seperti anak kecil. "Iya iya.." dengan langkah gontai dia menuju kamar mandi.  Setelah berganti baju, aku langsung menuju dapur dan menyiapkan makan malam. Sedangkan Severus masih asik dengan acara televisi.  "Kau masak apa, By?" dia bertanya ketika harum masakan sudah tercium.  "Sup ayam dan daging asam manis." ujarku sambil menyiapkan makanan di meja makan.  Dia berjalan mendekat dan tersenyum lebar. "Wah.. Tambah laper.." ujarnya sambil duduk di bangku.  Seketika itu juga aku langsung duduk dan ikut makan bersamanya.  Tiba-tiba pintu depan terbuka dan aku mendengar suara derap langkah kaki yang sangat cepat. Aku melirik ke arah pintu ruangan keluarga dan dapur ini.  "Ruby~! Aku lapaar~" Bella berkata sambil membuka pintu ruang keluargaku ini. Dia terpaku sebentar, menatapku kemudian menatap Severus yang masih asik makan.  Aku melirik dia, tampaknya dia sama sekali tidak sadar atau tidak peduli?!  "Apa aku ganggu?" tanya Bella sambil memberikan senyuman menggoda. Dia melirik Severus yang sudah menghabiskan satu piring nasi. Aku menatap Bella dan memutar mataku. Kesal. Apaan deh ini si Bella godain segala.  "By! Aku nambah ya!" dia menyodorkan mangkuk nasinya padaku, dan aku berjalan menuju rice cooker.  "Engga ganggu kok Bells. Sini ikutan makan!" ujar Severus sambil menepuk bangku sebelahnya yang masih kosong.  "Ah, ga usah deh Sev. Aku udah ga laper kok." dia menggeleng dan langsung duduk di bangku sebelahku.  "Makan aja kali Bells, masih cukup kok ini lauknya.." ujar Severus.  Setelah memberikan mangkuk nasi kepada Severus, aku mengangkat sebelah alisku dan menatap Bella yang sudah mengambil mangkuk nasi.  "Katanya ga laper?" dia tertawa lebar.  "Ga enak ah kalo ditawarin nolak." Bella langsung menyambar makanan yang masih tersedia di depannya.  Kenapa rumahku jadi seperti tempat penampungan yah? Aku menggeleng dan melanjutkan makanku bersama kedua orang ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD