KAMILA - 1

776 Words
Januari 2019         “Kamu nggak berniat untuk menikah lagi?” Tanya Yuni, Mila yang hendak menyuapkan sesendok nasinya mendadak berhenti. Dia kembali menaruh sendoknya diatas piring yang bahkan nasinya masih utuh.         “Ma” suara Mia dan sentuhan gadis itu membuat Mila menoleh pada anak gadisnya, wajah Mia tampak khawatir, namun Mila tersenyum simpul pada Mia.         “Hal itu udah kita bahas berkali kali, Bu” kata Mila, ia meneguk segelas air putih dan beranjak dari meja makan. Panggilan Mia dan Yuni tak di hiraukannya, ingatannya kembali pada kejadian 3 tahun yang lalu.         Mila terluka, Bayu melukainya.         Mila fikir Bayu berbeda dengan kebanyakan laki-laki di luaran sana, bahkan sang ibu-Yuni- begitu menyukai Bayu yang sopan, sekalipun tak setampan mantan suaminya, tapi Bayu memiliki karisma sendiri.         Tapi nyatanya, Bayu sama saja dengan pria dewasa kebanyakan yang selalu menganggap bahwa ‘Janda itu kesepian’. Dan yang lebih melukainya lagi, Bayu mengatakan itu kepada anak gadisnya yang bahkan belum mengerti saat itu.         Memangnya wanita mana yang ingin menjadi janda?         Setelah kejadian itu, Mila langsung membatalkan janjinya dengan alasan tidak enak badan, dan hari hari berikutnya Mila berusaha pelan-pelan menjauh hingga Bayu mulai merasakan keanehan dalam hubungan mereka.         “Kamu kenapa?” Tanya Bayu ketika mereka memutuskan untuk bertemu, atau lebih tepatnya Bayu memaksa untuk bertemu.         “Kamu bilang apa sama anakku waktu itu?” Tanya Mila dengan tenang, kehidupan mengajarkannya banyak hal, termasuk untuk tidak menunjukkan luka pada orang lain.         Mila dapat melihat wajah Bayu yang tegang sesaat.         “Dia bilang apa?” Tanya Bayu pelan.         Mila menggeleng, lalu melipat tangannya di depan dadanya, kakinya yang menyilang lalu matanya memandang ke luar jendela café yang tengah mereka singgahi, pertanda kalau dia sedang berusaha membentengi dirinya agar tidak terlihat rapuh.         “Dia tanya apa aku kesepian” helaan nafas lolos dari bibir Mila setelah mengatakan hal itu. “Kenapa kamu harus bilang kaya gitu ke Mia, Bay? Dia masih kecil, nggak ngerti apa apa” Tanya Mila dengan suara pelan.         “Aku fikir kamu lebih memiliki pemikiran terbuka, ternyata sama aja” lanjut Mila, Bayu semakin merasa bersalah ketika pada akhirnya Mila enggan menatapnya lagi.         Dia bodoh… Bahkan setelah mengantar Mia ke rumah, Bayu berharap Mia tak akan memberitahu Mila tentang apa yang mereka bicarakan.         “Mila…” suara Bayu begitu pelan, seolah dia tengah menjaga nada’nya agar tidak terlalu keras, seolah dia tengah menjaga agar Mila tak kembali terluka.         “Aku nggak kesepian, aku nggak kurang belaian, aku masih punya orang-orang yang sayang sama aku, dan aku…Bukan janda yang ada dipikiran banyak orang” tegas Mila, walau matanya sudah terasa perih, dia tetap bertahan pada ketegaran yang sudah di pelajarinya sejak lama.         “Aku kecewa sama kamu Bay”         “Bunganya lagi cerita apa sama mama sampai mama nggak sama sekali noleh pas Mia panggil” Mila tersentak ketika merasa lengannya disenggol, Mia duduk di sampingnya, pada kursi besi panjang yang ada di halaman belakang rumah mereka atau lebih tepatnya rumah kedua orang tua Mila.         “Bunganya bilang kalau dia minder sama kamu, kamu tambah cantik” Mila mengacak rambut Mia yang sudah memanjang. Rambut pirang milik mantan suaminya.         Mia tersenyum simpul.         “Mama nggak usah masukin hati ucapan nenek” kata Mia pelan, Mila menoleh menatap anak gadisnya yang sudah tumbuh begitu cepat. Bahkan Mila merasa kalau Mia telah dewasa sebelum waktunya.         “Nggak lah, mama udah punya kamu, lagian Mama udah 36 loh, nggak ngurus sama yang kaya gituan” Mia memeluk lengan Mila dan menyandarkan kepalanya pada bahu sang Mama.         “Kata Papa, papa bakal ke Jakarta akhir minggu ini” ujar Mia pelan.         “Oh ya?” Tanya Mila.         Mila merasa Mia mengangguk di bahunya.         “Mama anter Mia ketemu papa yah?” suara Mia terdengar memelas, Mila langsung menoleh pada anak’nya. Banyak yang bilang kalau Mia itu mirip dengannya, minus rambutnya, namun Mila malah merasa kalau Mia lebih mirip dengan Jericho ketimbang dengannya.         “Biasanya kan Papa yang jemput kamu” kata Mila.         Mia menggeleng.         “Papa sibuk katanya, nggak bisa jemput” Mila menghela nafas pelan lalu mengangguk.         Hampir 5 tahun ia tak pernah bertemu dengan Jericho, selama ini Jericho hanya berkomunikasi dengan Mia, dan mereka kerap menghabiskan waktu bersama tanpa dirinya. Mia juga tak sungkan untuk izin menginap dengan Jericho jika pria itu tinggal selama beberapa hari.         Sejak awal, Mila sama sekali tak melarang jika memang Jericho ingin bertemu dengan anak mereka, bagaimanapun hubungan orang tuanya, ia tak ingin Mia mendapat tekanan karena perpisahan mereka.     Mia hanya korban yang tak tau apa apa, dan Mila tak ingin membuat luka semakin dalam dibenak Mia                                                                                                ------ P.S : Tulisan yang bergaris miring artinya Flasback. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD