Prolog

653 Words
"Apa-apaan ini? Memangnya BIN sekarang buka divisi penjagaan anak?" Serapah Garuda Emas terdengar membahana di ruangannya. Ia melempar setumpuk map yang baru selesai dibacanya hingga berhamburan. Sementara Garuda Emas tengah menyemburkan laharnya, ketujuh bawahannya memilih diam tanpa menampilkan emosi di wajah mereka. Salah bicara malah akan membawa petaka untuk diri sendiri, karena itu mereka membiarkan sang pemimpin mengeluarkan amarahnya. "Tidak ada pilihan, kita harus menerima misi ini," seru Jati. Ia merupakan instruktur senior yang BIN miliki, dan di ruangan ini hanya dialah yang berani membantah orang nomor satu BIN. Terjadi keheningan setelah Jati berkata demikian, lalu helaan napas terdengar dari pria yang duduk di kursi pemimpin. Ini adalah BIN, badan intelijen negara yang bertugas memastikan tidak ada ancaman terhadap negara. Agennya dilatih untuk menyusup, meretas informasi, menembakkan senjata, bukan membeli pembalut untuk gadis yang baru kedatangan tamu bulanan. "Ambil sesuai nama kalian. Waktunya tiga hari sampai kalian berangkat, jika tidak ada pertanyaan lagi kalian bisa enyah dari pandanganku." Perintah sang pemimpin mutlak. Ketujuh pria itu masing-masing menerima dokumen yang Jati berikan dan bergegas pergi. Tidak ingin memaki tindakan ketuanya membuat mereka harus memunguti kertas yang berhamburan. *** "Sayangku, cintaku, bukain pintu!" Tidak ada sahutan, tapi bukan berarti menyerah. Pemuda itu malah makin ganas mengetuk pintu kamar Dena. "Sayang. Abang ganteng sudah pulang. Bukain pintu cintaku," kata si pemuda sambil terus memukul pintu besi dengan irama acak. Dia adalah Kresna Bayu Samudra. Anggota divisi 03 yang mengalami gangguan kejiwaan setelah seminggu terperangkap bersama kumpulan berkas dan komputer. Menobatkan diri sebagai manusia yang berguna bagi umat dan bangsa, pagi ini ia berniat membagi beban hidupnya kepada Andrea Dena. Manusia sial yang menjadi teman Kresna. "Do you wanna build a snowman? Or—" Bruk. Nyanyiannya terhenti karena pintu kamar tiba-tiba terbuka hingga ia jatuh terjerembab. "Santai, dong! Situ ngajak ribut ya?" "Pergi. Nggak menerima pengemis," kata Dena tak acuh. "Tega kamu, Mas. Aku baru nggak pulang seminggu. Jahat kamu, Mas. Hati kecilku yang lemah lembut terluka," Kresna meraung memilu. Masih dengan posisi bersimpuh memeluk sebelah kaki Dena yang setia dengan mimik tidak peduli. Dena pasrah. Tidak ingin merusak paginya dengan meladeni agen BIN yang lebih cocok menjadi pasien rumah sakit jiwa. Ia menghentakkan kakinya hingga Kresna terlepas. "Kamu kasar. Aku nggak suka," ujar Kresna sambil mencebik. Berusaha bertingkah imut, Kresna tidak sadar jika diam-diam Dena berniat melempar pisau lipat yang terselip di sepatunya menyasar kepala Kresna. "Om, kap—" "—gue bukan Om-Om!" Sentak Dena kesal. Ia tidak ingin kehilangan kesabaran hanya karena Kresna, tapi manusia ini sungguh efektif untuk menyebabkan sakit kepala akut. "Aku kan cuma mau menghormati yang lebih tua," balas Kresna dengan wajah polos tanpa dosa. Dena menghitung dalam hati, berharap serpihan kewarasannya tetap aman. "Ada apa?" "Sejujurnya aku nggak ada bermaksud apapun, tapi berhubung ditanya ya sekalian aku mengutarakan maksud kedatanganku," Kresna berujar sungguh-sungguh. "Mengenai misi yang baru turun, aku terpikirkan sebuah ide yang luar biasa dan pastinya bermanfaat bagi kemaslahatan kita bersama. Jadi apakah dirimu tertarik mendengar buah pemikiranku?" Kepala Dena berdenyut ngilu, menyesali keputusannya di masa lalu untuk berteman dengan Kresna. "Pertama, coba jangan pakai aku-kamu. Bukannya imut malah jijik," sarkas Dena. "Berarti anda tidak menjunjung tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Seharusnya sebagai seorang agen yang bekerja untuk negara hal seperti ini sudah anda pelajari di akademi." "Tuhan, aku menyerah," ratap Dena dalam hati. Sama sekali tidak memperdulikan Kresna yang masih terus asyik mengoceh. "Jadi setuju, kan?" "Oke," timpal Dena tanpa berpikir. Ia hanya ingin makhluk ini segera pergi dari kamarnya. Sama sekali tidak memiliki firasat buruk akan permintaan Kresna. "Yes. Love you, Mas." Girang Kresna sambil melemparkan flying kiss yang membuat Dena mengalami kram usus. "Ini misi barumu." Setelah berkata demikian, Kresna meletakkan map di atas nakas dan kabur membawa map lain yang sejatinya adalah milik Dena. "j****k mblegedes!" Umpat Dena setelah Kresna berlalu. Ia mengira Kresna hanya meminta bantuan untuk bolos latihan, bukan menukar misi legendaris yang membuat ketua BIN meradang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD