Chapter 2

3366 Words
Previously on Call Your Name...   Setelah mengalami banyak masalah yang berujung dengan penantian, harapan serta kebahagian, akhirnya pasangan yang bertemu di medan perang—Rizky dan Krystal—bersatu. Pun dengan Elang dan Septi, Inggit dan Edward serta tak ketinggalan Cesya dan Nelson. Rizky dan Krystal dikaruniai dua orang anak, Leonardo Arganza Aprilio serta Candice Lizaria Aprilio. Elang—saudara kembar Krystal—dan Septi dikarunia satu orang anak yang diberi nama Ravina Marissa Maladewa. Inggit dan Edward juga dikaruniai satu orang anak yang diberi nama Fitri Prameswari Calisto. Begitu juga dengan Cesya dan Nelson. Mereka mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Virgo Oritama Pradipta. Kedelapan orang tersebut beberapa kali sering mempertemukan anak-anak mereka, supaya anak-anak mereka bisa menjalin pertemanan sampai dewasa.             Leo anak yang cepat akrab dengan orang, pun dengan Ravina. Karena Liz masih terlalu kecil, meskipun hanya berbeda satu tahun dengan mereka semua, dia masih belum mengerti akan sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Sementara itu, Fitri dan Virgo justru langsung saling tidak menyukai sejak pertama kali bertemu. Hal yang membuat Inggit dan Nelson tertawa, karena dulunya, mereka juga mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh Virgo dan Fitri.             Tiga belas tahun berlalu. Kini, semuanya duduk di bangku kelas tiga SMA, sedangkan Liz masih duduk di bangku kelas dua. Fitri yang sejak umur enam tahun pindah ke Bandung akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta saat tahun ajaran pertama di SMA berlangsung. Dia bertemu lagi dengan Virgo dan langsung jadi musuh bebuyutan detik itu juga. Sebenarnya, Fitri yang mencap Virgo sebagai musuh bebuyutannya karena dia tidak pernah suka dengan orang yang dianggapnya sok. Virgo sendiri tidak ambil pusing dan hanya menimpali kalau Fitri memulai perang diantara mereka.             Berbeda dengan dua orang tersebut, Leo justru dibuat bingung dengan sikap seorang gadis yang juga teman sekelasnya. Lilian Aulia nama gadis itu. Gadis yang selalu mengambil langkah seribu juga bertemu dengan Leo. Bukan karena dia takut pada Leo, Leo sangat yakin akan hal itu. Karena, Leo merasa Lilian menjauhinya dengan sikap permusuhan yang terlihat jelas di kedua matanya. Lilian tidak pernah mau bertegur sapa dengannya, tidak mau berurusan dengannya. Leo gemas sendiri dibuatnya. Dia ingin mencari tahu apa yang terjadi pada Lilian. Apa yang sudah diperbuatnya pada gadis itu hingga dia memutuskan untuk mengibarkan bendera perang padanya. Padahal seingatnya, dia sama sekali tidak pernah melakukan hal apapun yang membuat gadis itu menjauhinya.             Hanya Liz dan Ravina yang hidupnya tenang. Setenang air di permukaan laut. Air yang sewaktu-waktu akan mengganas dan melahap apapun yang ada di sekitarnya. Tapi, tidak ada yang tahu bahwa kedua gadis itu juga memiliki masalah kompleks pada kehidupan percintaan mereka...     Part 2-All Hell, Break Loose!   “Coba jelasin lagi sama gue, gue ada disini malam ini untuk nemanin lo yang nyaris jadi kambing congek diantara para pasangan yang bertebaran dimana-mana, kan?”             Omelan Ravina dianggap angin lalu oleh Leo. Entah sudah yang keberapa kalinya, gadis cerewet itu mengomel hanya karena merasa bosan dengan keadaan pesta ulang tahun Harry. Apakah Ravina pikir, dia juga tidak bosan berada disini? Kalau bukan karena rencana busuk Harry yang didengarnya dari Riko dalam rangka membuat Fitri menjadi miliknya, mungkin Leo lebih memilih untuk mengikuti saran Virgo dan menghabiskan malam mereka di kafe dengan makanan-makanan yang jauh lebih enak dibandingkan dengan makanan yang ada disini. Untuk hal itu, Virgo memang benar ternyata. Makanan disini benar-benar tidak ada yang enak. Sebenarnya enak, mungkin karena Leo terlalu khawatir akan keadaan Fitri—yang omong-omong tidak terlihat dimanapun—semua makanan tersebut terasa hambar di lidahnya.             Dan ngomong-ngomong, dimana si Virgo? Bukannya membantu untuk mencari Fitri dan menjaga gadis itu, Virgo malah kelayapan entah kemana! Leo tahu kalau Virgo dan Fitri memang tidak pernah akur, tapi, apa Virgo tidak merasa khawatir pada Fitri? Setidaknya, dia tahu kalau Fitri adalah saudara sepupu dari sahabatnya sendiri!             “Dan untuk yang keberapa kalinya lagi harus gue bilang ke lo kalau kita disini untuk menjauhkan saudara sepupu kita, si Fitri, dari mara bahaya yang bernama Harry?”             “What did you say?” tanya Ravina dengan kening berkerut, membuat Leo menoleh ke arahnya dan ikut mengerutkan keningnya. “Lo bilang Fitri lagi dalam bahaya?”             “Loh? Gue udah bilang tujuan kita kesini buat nyelamatin Fitri dari jamahan tangan kotornya si empunya pesta, kan?”             “Lo nggak ngomong apa-apa sama gue, Leooo!” seru Ravina gemas sambil memukul lengan atas Leo. Gadis cerewet itu memelototkan kedua matanya hingga membuat Leo berdecak jengkel.             “Lo dikasih makan apaan, sih, sama Tante Septi? Badan kecil, tenaga kayak sapi—AAARRGH! Sakit, Rav!”             “Jangan banyak bacot,” kata Ravina kesal sekaligus puas karena berhasil memukul Leo dua kali. Ditaruhnya gelas di atas meja dan dilayangkannya pandangan ke sekeliling ruangan. “Virgo mana?”             “Itu dia!” sungut Leo bete. “Gue maksa dia buat nemanin gue supaya bisa ngehentiin usaha kotor apapun yang bakalan dilakuin sama si Harry, tapi sekarang tuh anak ngilang entah kemana.”             “Ya udah,” kata Ravina tegas. “Kita cari mereka sekarang!” ### Dengan perlahan, Virgo berjalan mengikuti dua orang di depannya. Laki-laki itu mengawasi keadaan sekeliling dengan kedua matanya yang menyorot tegas dan tajam. Rahangnya nampak mengeras, kedua tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya. Amarahnya mulai naik ke permukaan melihat usaha Harry saat membopong Fitri yang terlihat sudah setengah sadar. Walaupun dia dan Fitri tidak pernah akur, tapi dia tidak akan pernah membiarkan gadis itu kenapa-napa.             Setidaknya, dia mengenal gadis itu sejak lama. Seandainya dia tidak mengenal Fitri pun, dia akan tetap melakukan hal yang sama. Baginya, semua perempuan itu harus dilindungi, dijaga, diperlakukan dengan baik. Bukannya malah disakiti dan lain sebagainya.             Virgo berhenti melangkah dan menyembunyikan tubuhnya di pilar terdekat. Saat ini, Harry sudah membuka pintu kamar hotel dengan Fitri yang meracau tidak jelas. Gadis itu sepertinya meributkan pandangan matanya yang mulai mengabur dan kepalanya yang terasa pusing. Ketika Virgo merasa keadaan masih aman dan terkendali, dengan gerakan cepat, dia langsung berlari ke arah kamar yang ternyata masih dibiarkan sedikit terbuka oleh Harry. Mungkin, laki-laki itu sedikit kesusahan untuk menutup pintu karena harus membopong Fitri.             “Nah, Fitri Sayang...,” ucap Harry ketika dia menjatuhkan tubuh Fitri ke atas kasur. Laki-laki itu mulai membuka kancing kemejanya satu persatu. “Mari kita bersenang-senang sekarang!”             Ketika merasakan seseorang hendak mencium bibirnya dengan paksa, Fitri berusaha untuk membuka kedua matanya dan menjerit. Namun, jeritan yang keluar tidak sekeras yang dia harapkan. Gadis itu meronta, berusaha melepaskan diri dari Harry yang berada di atasnya dan sedang tertawa keras. Tenaganya tidak keluar. Dia pasrah. Lalu, dia menyadari bahwa tubuh Harry ditarik dengan paksa dan terdengar erangan-erangan keras penuh kesakitan. Fitri mencoba bangkit namun rasa pusing yang begitu hebatnya menyerang. Dia menyipitkan mata dan mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Yang dia lihat, ada dua laki-laki sedang baku hantam.             Lalu, kegelapan yang menyeramkan mulai menyergapnya. ### Mobil Terios hitam milik Leo membelah keheningan malam kota Jakarta. Sudah pukul sembilan malam saat ini dan dia berniat mengantar Ravina pulang ke rumah. Tadi, Virgo menelepon dan Leo langsung datang ke kamar yang disebutkan oleh sahabatnya itu. Ketika Leo datang, dia melihat Harry sudah terengah-engah sambil mengerang kesakitan di atas lantai dengan wajah babak belur, sementara Virgo berdiri bersandar di dinding dengan wajah datar. Wajah yang biasa saja, seolah-olah bukan dia yang menyebabkan Harry babak belur seperti itu. Sementara itu, Ravina langsung mendekati Fitri yang tak sadarkan di atas kasur dan memeluk gadis itu.             “Lo apain?” tanya Leo saat itu, dengan rahang yang mengeras. Dia memiliki hasrat untuk meninju Harry, namun rasa belas kasihan masih dimilikinya. Kalau saja Harry tidak nyaris mati seperti saat ini, mungkin Leo akan memberinya beberapa pukulan karena sudah membuat saudara sepupunya tidak sadarkan diri seperti itu.             “Cuma gue ajak duel sebentar, eh, nggak taunya dia malah ambruk.” Virgo mengangkat bahu tak acuh. “Masih enakan duel sama lo, Yo.”             “Atur aja kalau soal itu,” timpal Leo. Laki-laki itu kemudian berjongkok dan menarik kerah kemeja Harry, hingga laki-laki itu mengerang dan meronta. Wajah keduanya kini begitu dekat.             “Lepasin gue!” sentak Harry terbata.             “Gue ingetin sama lo... berani lo sentuh sepupu gue lagi, bukan cuma babak belur yang bakalan lo dapatin dari gue. Tapi, satu buah tiket untuk pergi ke neraka! PAHAM?!”             Melihat wajah sangar dan tatapan tajam Leo serta ancaman yang dilontarkan laki-laki itu, membuat Harry mengangguk dengan cepat dan langsung kabur saat Leo menyentakkan tubuhnya dengan keras kembali ke lantai.             “Yo...,” panggil Ravina lirih, membuat Leo tersadar dan kembali ke alam nyata. Diliriknya Ravina yang duduk di sampingnya dengan tatapan bingung.             “Kenapa?”             “Lo tau?”             “Tau apa?” tanya Leo, lalu kembali menghadap ke jalan. Detik berikutnya, dia kembali menatap sepupunya dari pihak Bundanya itu. “Lo ngomong jangan setengah-setengah, lah....”             Ravina menarik napas panjang dan menoleh. Kedua tangan gadis itu saling bertaut dan saling meremas. Leo tahu akan gerakan tersebut. Gerakan khas Ravina kalau gadis itu sedang gugup atau ketakutan.             Ada apa dengan gadis itu?             “Rav, you better talk to me right now, or i swear to God that i will....”             “Gue ketemu sama dia...,” potong Ravina langsung. Kedua mata gadis itu terlihat berkaca, membuat Leo semakin bingung dan berinisiatif untuk menepikan mobil. Laki-laki itu melepas sabuk pengamannya dan memutar tubuh agar berhadapan langsung dengan Ravina.             “Dia siapa, Rav?” tanya Leo. Benar-benar tidak mengerti maksud ucapan Ravina itu.             “Bu—bukan siapa-siapa,” balas Ravina dan menatap ke jendela mobil.             “Tapi, Rav—“             “Bisa kita pulang, Yo? Gue capek....”             Meskipun tidak mengerti, tapi Leo mengiyakan juga permintaan gadis itu. Sesekali, Leo akan melirik Ravina, memastikan gadis itu baik-baik saja. Tadi, Ravina memang sempat menghilang sebentar saat mereka akan pergi ke pelataran parkir untuk mengambil mobil. Gadis itu bilang dia ingin ke toilet. Lalu, saat kembali, tampang Ravina sudah seperti ini alias galau.             Leo menarik napas panjang dan berdecak. Hampir saja Fitri kehilangan masa depannya gara-gara si b******k Harry, sekarang, Ravina mendadak bungkam entah kenapa. ### Sinar matahari yang masuk melalui ventilasi jendela kamar membuat Fitri mengerang pelan dan membuka kedua matanya perlahan. Gadis itu memegang kepalanya yang masih terasa pusing dan mengerjapkan kedua mata. Dilayangkannya pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Kening Fitri mengerut karena dia tidak mengenali semua perabotan yang ada di ruangan ini.             Lalu, pintu kamar mandi yang berada didalam kamar terbuka.             Dan Fitri menjerit keras!             “Selamat pagi,” sapa Virgo acuh, lalu melangkah menuju lemari pakaiannya. Diliriknya Fitri sekilas yang kini meringsek ke pojok tempat tidur sambil menarik selimut hingga menutupi dagu. Matanya menatap nyalang ke arah Virgo yang dengan santainya membuka lemari pakaian. Sama sekali tidak risih tubuh tegap atletisnya dibiarkan terbuka dan dilihat oleh Fitri. “Mandi sana. Gue udah beliin seragam sekolah buat lo. Masalah buku pelajaran, Leo yang bakalan ngambil ke rumah lo dan nganter ke sekolah.”             “Lo apain gue?! HAH?! Ngaku, nggak?!” seru Fitri berang. Dia semakin menarik selimutnya untuk menutupi tubuh dan menunjuk Virgo yang masih memunggunginya. Laki-laki itu sudah memakai kaus putih dan seragam putihnya, lantas memutar tubuh.             “Apa maksud lo?”             “Gue ada di kamar lo, Virgo! Gue ada di atas tempat tidur lo! Nggak mungkin lo nggak ngapa-ngapain gue!” Fitri langsung berteriak keras ketika Virgo melepas handuk yang melilit di pinggangnya tadi. Untung saja kedua orangtuanya sudah berangkat kerja, kalau tidak, mungkin Mom-nya akan berpikiran kalau dia baru saja ‘menyentuh’ Fitri dan Dad-nya pasti akan langsung mencambukinya sampai mati.             “Lo ngapain sih teriak-teriak, Fit? Bikin pengang kuping gue, tau!”             “Lo... lo lagi ngapain itu?! Kurang ajar banget main lepas handuk di depan gue!”             “Gue udah pake boxer! Nggak mungkin gue nunjukin aset masa depan gue di depan muka lo!” sungut Virgo keki. “Soal omongan lo yang bilang gue ngapa-ngapain lo... apa lo pikir, gue sebegitu kurang kerjaannya kah, makein lo baju lagi setelah gue ‘menyentuh’ lo?” tanya Virgo dan menggerakkan jarinya untuk membuat tanda kutip saat mengucapkan kata menyentuh.             “Meaning?” tanya Fitri tajam.             Virgo menghela napas panjang dan berkacak pinggang ketika dia sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Tak lupa, Virgo memasang kacamatanya dan menatap Fitri tepat di manik mata. “Pakaian lo utuh, kan? Lo nggak terbangun dalam keadaan naked, kan?”             Langsung saja, Fitri mengintip tubuhnya yang berada didalam selimut dan menghembuskan napas lega. Kemudian, dia kembali menatap Virgo dengan sinis. “Terus... kenapa gue bisa berakhir disini?”             “Lupa kalau lo hampir mau diperkosa semalam? Hmm?”             Sejenak, Fitri terdiam. Dia berusaha menggali ingatannya dan berhasil mengingatnya. Harry memberinya minuman dan tiba-tiba saja dia merasa pusing. Tubuhnya tidak bisa digerakkan. Dia merasa lemas. Dia ingat Harry membopongnya namun dia tidak tahu dibawa kemana. Terjadi keributan dan dia tidak ingat apa-apa lagi.             “Ingat?”             “Kenapa lo nggak bawa gue pulang?”             “Leo yang ngusulin supaya lo dibawa kesini. Katanya, dia pasti bakalan dipancung sama Oom Edward kalau tau anak gadisnya pulang dalam keadaan pingsan. Tante Inggit juga pasti bakalan histeris.” Virgo menyipitkan kedua matanya, berjalan ke arah Fitri yang tidak sempat menghindar, lalu mengurung gadis itu dalam rentangan kedua tangannya. Ditatapnya dengan puas wajah gadis galak itu yang balas menatapnya dengan tak kalah tajam. “Atau... lo emang pengin banget diapa-apain sama gue, Fit? Kalau itu emang mau lo, gue bisa ngabulin. Kapan? Sekarang? Gue siap. Lo mau anak be—ARRRGHHH!!!”             Ucapan Virgo itu tidak selesai lantaran Fitri langsung menendang Virgo pada bagian yang sanggup membuat laki-laki itu lumpuh. Virgo jatuh ke lantai dengan bunyi berdebum keras dan meringis kesakitan. Ditatapnya dengan garang Fitri yang saat ini berjalan menuju kamar mandi.             “You have five minutes, Fit! Atau lo gue tinggal!”             Jawaban Fitri diberikan detik itu juga dengan bantingan pintu. Virgo mendengus dan kembali meringis. Rasanya benar-benar sakit.             “Gue nikahin juga lo, kalau ulah lo barusan bikin masa depan gue suram!” ### Hari ini, Liz memutuskan untuk pulang sekolah sendiri. Tadi, Kakaknya—Leo, menyuruhnya untuk pulang bersama, namun Liz harus mengurus sesuatu terlebih dahulu. Virgo juga menawarkan pada Liz untuk mengantar gadis itu pulang, namun lagi-lagi Liz menolak. Dia harus pergi ke toko buku untuk membeli beberapa buku panduan Ekonomi. Lusa ada ujian dan Liz harus belajar ekstra karena dia sedikit lemah di mata pelajaran itu. Berbeda dengan Kakaknya yang masuk jurusan IPA, Liz lebih tertarik dengan jurusan IPS.             “Ke rak novel dulu, ah....” Gadis itu berjalan dengan riang ke rak bagian novel. Novel-novel yang baru dibelinya sudah habis dibaca dan masih menginap di rumah Ravina, Kakak sepupunya. Sama seperti dirinya, Ravina juga maniak novel. Pun dengan Fitri. Hanya saja, Fitri lebih menyukai novel bertema misteri dan detektif, ketimbang novel roman.             Sedang asyik meneliti novel, Liz tidak sadar bahwa di sampingnya sedang berdiri seseorang. Gadis itu menabrak pundak orang tersebut dan langsung memutar tubuhnya untuk meminta maaf.             “Nggak apa-apa,” kata orang tersebut. Untuk sesaat, Liz lupa bagaimana caranya bernapas. Karena, yang berada di depannya saat ini adalah orang paling tampan yang pernah dia lihat! Kemeja hijau tua yang dipadu dengan celana jeans. Kedua mata yang menyorot ramah namun tegas, hidung yang sedang, bibir tipis berwarna kemerahan yang begitu menggoda serta bola mata berwarna hitam legam!             “Elo... nggak apa-apa, kan?” tanya laki-laki itu cemas. Dilambaikannya sebelah tangan tepat di depan wajah Liz yang melamun. Beberapa detik kemudian, Liz tersadar dan kedua pipinya langsung merona.             “Hah? Eh, iya... nggak apa-apa.”             “Oh... syukur, deh. Gue bingung soalnya... gue yang ditabrak tapi elo yang shock, hehehe.” Laki-laki itu menunjuk novel yang dipegang Liz. “Gue udah baca novel itu. Seru. Pesan moralnya dapet. Karakternya oke, dan alurnya menyentuh. Lo wajib baca.”             Selesai mengucapkan kalimat promosi tersebut, laki-laki itupun pamit diri. Meninggalkan Liz yang masih terpesona dan menatap punggung laki-laki itu dengan tatapan memuja. ### Riak air didalam kolam renang tersebut semakin bertambah ganas, seiring ganasnya kedua kaki Leo yang menghentak-hentak didalam sana. Laki-laki itu menggeram kesal dan memejamkan kedua matanya. Kedua tangannya terkepal kuat sampai buku-buku tangannya memutih.             Kilasan kejadian di sekolah siang tadi masih terekam jelas di benaknya. Bagaimana Lilian mempermalukannya di depan semua teman-teman mereka. Sepele, sebenarnya. Awal mula kejadiannya adala ketika Leo iseng menyembunyikan ponsel gadis itu, yang dibiarkan begitu saja tergeletak di atas meja. Ketika Lilian mulai mencari dengan panik, Hesti, sahabat gadis itu, berinisiatif untuk menelepon nomor ponsel Lilian. Tak disangka, ponsel Lilian belum diubah ke silent mode, sehingga Leo pun tertangkap basah.             Semuanya kacau balau. Disaat Lilian menatapnya tajam, Leo justru terbahak dan mengembalikan ponsel tersebut dengan wajah tanpa dosa. Gadis itu langsung menangis dan menunjuk wajah Leo dengan tangan gemetar. Sumpah serapah dan caci maki dilontarkan oleh Lilian, membuat Leo terpaku di tempat. Dia tidak peduli kalau Lilian mengatainya b******k, si playboy yang tidak punya hati atau semacamnya. Tapi, ucapan terakhir Lilian benar-benar menamparnya!             “Gue tau lo orang kaya, tapi, lo nggak seharusnya jadiin orang miskin sebagai objek kesenangan lo semata!”             Tepukan pelan pada ppundaknya membuat Leo tersentak dan membuka kedua matanya. Dia menoleh dan refleks menahan pergelangan tangan Fitri, ketika saudara sepupunya itu terpeleset dan hampir jatuh kedalam kolam renang. Hal yang sudah dipastikan akan membuat Tante Inggit menjerit histeris dan Oom Edward akan mengomelinya habis-habisan. Gadis manis dengan sifatnya yang galak itu tidak pernah bisa berenang.             “Thank you, my cousin,” kata Fitri sambil tersenyum lembut. Dia mengambil tempat di samping Leo dan mencium pipi sepupunya itu sekilas. “Kenapa lo?”             “Nggak apa-apa,” jawab Leo sambil menghela napas berat. “What brings you here, anyway?”             “Bosen di rumah.” Fitri memainkan kedua kakinya didalam air. “Si Ravina juga ada didalam. Lagi nonton sama Liz. Dan, asal lo tau, sepupu kita yang cerewet itu ngabisi stok cemilan lo yang ada di kulkas.”             Leo mencibir dan berseru keras untuk memarahi Ravina yang hanya dijawab dengan nada malas dari gadis itu. Kemudian, tatapannya kembali kepada Fitri yang menatapnya dengan kening berkerut sambil memiringkan kepalanya.             “Terpesona sama gue? Hmm?”             “You wish.” Fitri menarik napas panjang. “Serius, deh... lo lagi kenapa?”             Pertanyaan Fitri itu tidak langsung dijawab oleh Leo. Laki-laki itu kembali menghela napas dan menatap air di depannya dengan tatapan menerawang. “Gue feeling guilty, nih. Lo tau, kan? Kejadian siang tadi pas gue ngumpetin ponsel si Lilian?”             Fitri mengangguk.             “Gue ngerasa marah sama diri gue sendiri. Kayak yang pengin ngehajar diri sendiri gitu, waktu Lilian bilang dia orang miskin sementara gue orang kaya makanya gue bisa seenaknya aja sama dia. Lo tau, kan, gue selama ini nggak pernah ngumbar-ngumbar kekayaan bokap-nyokap gue? Gue ngumpetin tuh ponsel cuma karena gue iseng. Gue pengin ngisengin Lilian karena gue bete aja dia nganggap gue kayak gue ini wabah penyakit.”             “Yakin?”             Ucapan itu membuat Leo serta-merta menoleh kepada Fitri. Kedua alisnya saling bertaut dan keningnya mengerut. “Maksud lo?”             “Yakin lo marah sama diri lo sendiri? Karena dia bawa-bawa soal status sosial lo?” tanya Fitri dengan senyumnya yang khas. Senyuman yang membuatnya sering dijuluki sinis oleh orang lain. “Lo marah bukan karena cemburu, waktu Virgo bawa Lilian keluar kelas sambil ngerangkul dia?”             “Gue? Cemburu sama Lilian dan Virgo?” tanya Leo dengan suara yang meninggi. Laki-laki itu kemudian mendengus dan tertawa hambar. “Sampai dunia kebalik, juga, gue nggak akan suka sama Lilian, Pit! Atau....” Leo menyipitkan kedua matanya. “Elo yang sebenarnya cemburu sama Lilian karena Virgo ngerangkul dia?”             “Kenapa jadi gue yang diserang?” Fitri mendesis jengkel. “Gue nggak suka sama Virgo, ya, Yo... jadi, nggak ada hal apapun yang mengharuskan gue untuk cemburu sama Lilian.”             “Eh.. eh, Pit... lo mau kemana? Kok, jadi elo yang marah? Harusnya gue, dong, yang marah-marah sama elo karena elo nuduh gue cemburu sama tuh orang dua.” Leo memiringkan kepala dan menggaruk tengkuknya ketika Fitri bangkit berdiri dengan wajah bete dan mendengus.             “Elo sih, lagian! Pake acara bilang gue yang—WHOAAA!!!”             Belum sempat kalimat itu selesai, Fitri sudah jatuh dengan sukses kedalam kolam renang. Leo yang terkejut lantas bangkit berdiri, setelah sebelumnya mendumel dan berkata bahwa hidupnya akan berakhir di tangan Oom dan Tantenya. Namun, saat Leo akan menceburkan diri, telah muncul sosok yang lebih dulu melompat kedalam air dan menolong Fitri yang hanya sempat menggapai-gapai sebentar, sebelum kemudian menghilang ditelan air kolam. Jeritan gadis itu rupanya mengundang kemunculan Ravina dan Liz yang sedang asyik melahap es krim.             “Eh? Si Ipit kenapa?” tanya Ravina histeris. “Yo! Elo tega ngebunuh sepupu lo sendiri?!”             “Elo yang bakalan gue bunuh kalau masih cerewet aja, Rav!” sembur Leo kesal. Sementara itu, Liz sudah memeluk lengannya dan berseru-seru riang menyaksikan adegan heroik Virgo yang entah datang darimana itu.             Tuhan.... Leo menepuk keningnya sendiri. Kenapa saudara-saudaranya pada aneh semua, sih?! Yang satu cerewet, yang satu galak, adik kandungnya bahkan tidak bisa ditebak sifatnya. Kadang cerewet, kadang galak, kadang mesem-mesem nggak jelas hanya karena adegan-adegan murahan di drama Korea.             Virgo muncul ke permukaan air bersama Fitri yang sudah tak sadarkan diri. Laki-laki itu langsung menaikkan tubuh Fitri ke pinggir kolam, kemudian dia menyusul naik. Virgo melepaskan kacamatanya dan menekan d**a Fitri beberapa kali sebelum kemudian melakukan CPR. Saat akan kembali melakukan CPR, saat bibirnya sudah menyentuh bibir Fitri, kedua mata gadis itu terbuka. Dia terbelalak, pun dengan Virgo. Lalu, tiba-tiba saja, tindakan CPR itu melenceng jauh.             Virgo justru melahap bibir tipis milik Fitri.             Laki-laki itu menciumnya! ###  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD