Satu

1117 Words
Gendut Alasan Suamiku Mendua Kau hina aku gendut, tidak masalah ... akan kubungkam mulutmu yang sombong. Dasar suami angkuh.~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ "Bang, kalau memang Abang sudah tidak nyaman denganku, lepaskan aku, Bang. Aku ikhlas."  Ku ucapkan kata itu dengan menahan air mata, mencoba menahan meski terasa sesak. Untuk apa aku memiliki suami kalau dia tidak pernah menganggapku ada, yang ada hanya luka dan sesak yang terasa. Namaku Tiara, seorang Ibu rumah tangga memiliki dua orang putri kembar bernama Nanda dan Nindi, serta suami bernama Bara.  Sebelum aku melahirkan, Bang Bara sangat perhatian. Namun, setelah aku berhasil melahirkan putri kembarku,  Bang Bara menjadi acuh dan super cuek, merasa jijik dengan penampilanku. Ya tubuhku kini sangatlah besar, pakaian yang di kenakan hanya sebuah daster, kegiatan sehari-hari menjaga kedua putriku yang super aktif. Kadang akupun minder pada Mas Bara yang masih terlihat tampan. Bahkan, kalau kami pergi bersama, semua orang melirikku sebelah mata. Dari situ pula, setiap ada perkumpulan rekan kantor yang membawa istrinya, suamiku lebih suka pergi sendiri. Sakit ... hanya itu yang kurasa. Ya Tuhan … aku takut suamiku memiliki wanita idaman lain, ya meskipun benar memang ada, tapi aku tidak dapat berbuat apa-apa mengingat tubuhku yang sudah seperti gajah bengkak. Begitu hinaan yang terlontar dari mulut Bang Bara, Gajah bengkak.  "Bang … jangan merasa terbebani, aku ikhlas. Kembalikan aku secara baik-baik pada orang tuaku. Aku sadar, fisikku tidaklah lagi indah, tubuhku yang kamu bilang bau, sangat menganggu kenyamananmu. Pulangkan aku pada kedua orang tuaku, Bang. Aku tidak tahan jika abang terus mengabaikanku, aku tidak tahan melihat Abang mendua di belakang Tiara, Bang. Tolong jangan siksa batin Tiara! Huhuhuhuhu." Suara penuh isakan air mata ku lontarkan pada suamiku yang sudah bersiap hendak pergi menemui kekasihnya.  lima tahun setelah kelahiran putriku, aku bertahan seperti ini, melihat Bang Bara menduakanku, bermesraan di ponsel tepat di depan mataku. Dia anggap aku ini apa? Apa karena aku diam tanpa kata dia tega berbuat sekenanya? Iya, suamiku memang berharta dan masih muda, wajar kalau masih ada yang mengantri untuk menjadi kekasih hati.  "Kamu yakin mau aku ceraikan? Memang masih ada yang mau sama kamu? Lihat tubuhmu! Gemuk seperti gajah! Badan bau tak terawat! Sangat berbeda dengan Sandra yang cantik dan bau wangi," makinya. "Bahkan sebelum aku menikah denganmu, dan melahirkan buah hati kita, penampilanku lebih cantik dari Sandra! Jangan lupa itu Bang!" Bahkan aku sendiri bingung, aku sudah rajin mandi, menurutku, aku tidak bau. Apa itu cuma alasan Bang Bara. "Hah, gak usah ngeles kamu! Lihat istri teman-temanku! Meski mereka sudah memiliki anak, tubuh mereka masih bagus, wajahnya masih cantik! Pakaiannya rapi! Tidak seperti kamu! Lihat tubuhmu di kaca! Tidak beraturan! Bahkan leher dan perutmu penuh lemak! Memang dasar kamu yang malas merawat diri! Untuk menyentuhmu saja aku lebih ingin muntah terlebih dahulu!"  "Bagaimana aku bisa merawat diri, kalau kamu sibuk menghamburkan uang dengan perempuan lain?! Bagaimana aku bisa merawat diri, kalau kamu menjadikanku babu bukan istri! Bagaiman aku bisa merawat diri, kalau pekerjaaan rumah tangga semua aku yang mengerjakan! Bagaimana aku bisa merawat diri, kalau bahkan semua keluargamu harus aku yang mengurus, dari makanan hingga pakaian! Berapa banyak anggota keluarga di sini, Bang? Lumayan banyak bukan? Lantas kenapa Abang tidak memberiku seorang pembantu rumah tangga? Seandainya kedua orang tuaku tahu kalau aku cuma menjadi babumu dan keluargamu." Aku masih mencoba melawan meski derai air mata terus mengalir membasahi pipi ini.  "Dasar pemalas! Kalau kamu enggak mau kerja, kamu mau gedein badan doang di sini! Kamu mengerjakan pekerjaan rumah saja tubuhmu mirip gajah, apalagi kalau cuma makan tidur! Mirip Ibuknya gajah?" Huhuhuhuh tega sekali dia berucap seperti itu.  "Cukup, Bang! Aku tidak kuat lagi! Jatuhkan talakmu padaku kalau kamu tidak mau mengembalikan aku pada kedua orang tuaku!"  "Halah banyak mulut kamu!" Pekiknya, sambil keluar dengan membanting pintu.  **** "Ibu! Ngapain Ibu di depan pintu kamar Bara?" Suara Bang Bara di balik pintu dapat terdengar olehku, kudekatakan kuping ini untuk menguping pembicaraan mereka.  "Tiara minta cerai?" cetus Ibu. "Iya, Bu." jawab Bang Bara. "Jangan, Bara. Susah dapat menantu seperti Tiara gak banyak cing cong. Kalau kamu mau, lebih baik menikah lagi tapi jangan ceraikan Tiara," ucap Ibu. " Biar Tiara menjadi babu di sini," lanjutnya.  "Tapi Bara sudah ilfil melihat tubuhnya. Pingin muntah rasanya, Bu," makinya. Meski mereka berkata pelan tapi masih dapat kudengar. Sakit sekali rasanya ya Robby … Astagfirullah. "Anggap aja Tiara itu babu kamu!" cetus Ibu. Hatiku mendidih, rasanya sudah tidak tahan. Mereka benar-benar sudah kelewatan.  Krek! Pintu kubuka, Ibu dan Bang Bara terlihat kaget.  "Mulai besok, Tiara tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah! Tiara mau merawat tubuh Tiara! Setelah itu, Tiara akan bekerja! Nanda dan Nandi akan Tiara titipkan di rumah orang tua Tiara! Ibu cari saja pembantu minta smaa anak kesayangan Ibu." Aku melirik pada Bang Bara. "Dan kamu Bang, kamu tidak berhak melarangku, jika alasanmu mendua karena tubuhku yang gendut!"  "Halah memang merawat tubuh yang gendut itu mudah? Susah! Kamu gak akan berhasil!" ceetuk Ibu mertauku sinis.  "Eh iya lo, Mba. Mba itu udah melebihi kapasitas. Gak mungkin, Mba itu bisa kurus!" sambar Ida yang langsung menyerbot obrollan kami setelah keluar dari kamarnya. Mendengar ucapan Ida, Bang Bara dan Ibu tertawa cekikikan.  "Siapa bilang gak bisa? Kamu tidak tahu artis Barbie Kumalasari ya? Makanya Neng, nonton TV!" balasku seraya tersenyum sinis. "Jangan mimpi kamu, Mba! Sok mau kaya Barbie Kumalasari! Ckckckck! Taruhan, Mba!" tantang Ida.  "Betul kata Ida, Tiara! Jangan mimpi!" cetus Bang Bara yang didukung tawa oleh Ibu. Dasar suami aneh, bukan dukung istri malah menghina. Lihat saja nanti kamu, Bang.  "Aduh, sepertinya kalian ini gaptek ya? Ada tempat GYM! Gak tahu ya? Kasian amat!" sinisku. Keberanian dari mana aku, menentang mereka.  "Ckckckck, anakku tidak aka. Memberimu uang!" Dengan PD-nya Ibu berucap sedemikian. "Betul! Aku tidak akan memberimu uang! Enak saja kamu mau membuang-buang uangku untuk program dietmu yang belum tentu berhasil!" sentak Bang Bara.  "Betul itu, Bang. Gak akan berhasil," sambar Ida. "Kalian lupa? Orang tuaku adalah orang kaya! Aku mengalah pada kalian, berharap kalian akan berubah! Tidak menyangka setelah tinggal lama dengan kalian, sikap kalian bagai sikap S***n! Uang bukanlah halangan! Kekurangan Tiara, hanya tubuh Tiara yang gendut! Itu yang mempertimbangkan aku untuk bertahan! Tapi setelah mendengar ucapan jahat kalian, Tiara tidak boleh mengalah keterusan! Tiara harus melawan! Ya, aku harus melawan!" bentakku. Plak! "Berani kamu memaki kami! Dasar gak punya sopan santun kamu!" Bang Bara memaki dengan melayangkan tamparan. "Tidak mau tahu! Mulai besok, aku tidak akan menjadi babu kalian! Aku mau fokus merawat diriku sendiri," jawabku seraya menutup pintu kamar. Tidak tahu apa yang mereka katakan, tidak peduli. Tekadku sekarang adalah membuktikan pada mereka kalau aku bisa memiliki tubuh yang ideal. Meski aku sendiri tidak yakin. Namun, tidak ada cara lain. Mertua ipar dan suami kelewatan, aku akan memberi pelajaran pada mereka. Mungkinkah aku akan berhasil????
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD