2. Gay

1325 Words
"Tuan, Nona Starla tidak membawa cek yang Tuan tinggalkan untuknya." Grey, asisten pribadi Sylvester memberitahu atasannya yang saat ini sedang membaca file di tangannya. Sylvester berhenti membaca. Wajah pria itu tidak menampakan ekspresi. Apa yang sedang dimainkan oleh wanita itu? Apakah dia sedang menunjukan bahwa dia tidak menginginkan uangnya? Ckck, trik murahan seperti ini tidak akan berguna padanya. Ia jelas tahu bahwa seluruh wanita yang mencoba untuk mendekatinya menginginkan uangnya, ah atau mungkin wanita itu menginginkan dirinya. Ckck, impian wanita itu terlalu tinggi. "Kau bisa keluar!" Sylvester berkata dengan datar. "Baik, Tuan." Grey menundukan kepalanya lalu segera meninggalkan ruang kerja atasannya. Sylvester kembali melanjutkan pekerjaannya. Dia tidak terpengaruh sekali dengan permainan Starla. Ia sudah mengobati rasa penasarannya terhadap wanita itu, jadi di masa depan dia tidak akan memiliki urusan dengan wanita yang hidup di dunia malam itu. Pintu ruang kerja Sylvester terbuka, sosok pria jangkung dengan wajah yang tidak kalah tampan dari Sylvester melangkah menuju ke sofa. Pria itu duduk tanpa dipersilahkan. "Aku dengar semalam kau membawa wanita ke kediamanmu." Pria itu menatap wajah Sylvester penasaran. "Kau sepertinya menaruh mata-mata di kediamanku." Sylvester meninggalkan pekerjaannya dan melangkah menuju ke sofa. "Jadi itu benar," seru Lucian Carlyx. "Siapa wanita beruntung itu?" "Apakah kau tidak memiliki pekerjaan lain? Kau tampaknya sangat senggang sehingga mengurusi masalah pribadiku." "Aku hanya sedikit bersemangat. Akhirnya predikat bahwa kau adalah pria gay bisa dibuktikan tidaklah benar. Kau tahu? Aku selalu menjadi pasanganmu dalam setiap gosip. Itu benar-benar membuatku merinding," balas Lucian. Dia tidak mendengar rumor tentangnya dan Sylvester hanya satu kali, tapi berkali-kali dan itu benar-benar membuatnya merasa ngeri. Sungguh dia masih laki-laki normal yang menyukai wanita. Dia bahkan berganti pasangan seperti mengganti pakaian, tapi dia masih saja disebut sebagai pasangan Sylvester. Sebetulnya itu bukan salah mereka yang mengira mereka adalah pasangan karena Sylvester tidak pernah terlihat bersama dengan seorang wanita. Sylvester lebih sering bersama dengan Lucian dalam berbagai kesempatan, dan hal inilah yang menyebabkan imajinasi orang lain berkembang menjadi liar. Sylvester memiliki tinggi badan seratus sembilan puluh senti meter dengan tubuh yang ramping dan kulit cerah. Pria ini selalu dipuji karena ia tampan sejak kecil. Dia memiliki prestasi dan kekuasaan di tangannya. Ada banyak wanita yang tergila-gila padanya dan ingin menjadi miliknya, tapi dia tidak pernah tertarik sama sekali terhadap lawan jenis. Pria itu tampaknya hanya hidup untuk bekerja. Kisah cintanya ibarat kertas kosong, tanpa noda sama sekali. Begitu juga dengan kehidupan seks nya. Starla adalah wanita pertama yang memberikan noda di kertas kosong kehidupan seksnya. Pria ini juga tidak memiliki cinta masa kecil. Sylvester memiliki pemikiran yang sangat realistis. Bagi mereka yang berasal dari keluarga konglomerat cinta tidak begitu penting karena pada akhirnya mereka akan menikah berdasarkan sebuah kompromi. Bukan perasaan yang didahulukan melainkan status sosial dan latar belakang. Jadi, Sylvester tidak akan pernah membuang waktunya untuk hal yang tidak berguna atau mungkin akan menyebabkan masalah baginya seperti cinta. "Kau sepertinya berpikir aku sangat senang digosipkan dengan pria yang mengganti pasangan seperti mengganti celana dalam sepertimu." Sylvester membalas sengit. Pria ini memiliki mulut yang tajam dan beracun. "Jadi, siapa wanita itu?" Lucian mengangkat sebelah alisnya. "Apakah mata-matamu tidak memberitahumu," cibir Sylvester. "Jika dia bisa memberitahuku maka aku pasti tidak akan datang padamu. Aku pasti akan segera menemui wanita yang berhasil memikatmu. Wanita itu pasti wanita yang luar biasa." Lucian sudah membayangkan seperti apa penampilan wanita itu. Mungkin dia lebih cantik dari para model atau selebriti yang sudah pernah ia tiduri. Ia tahu selera Sylvester pasti tidak akan buruk. Sahabatnya ini memiliki penyakit pemilih yang melebihi dirinya. "Aku akan segera membereskan penyusup di kediamanku." "Sylvester jangan terlalu kejam," seru Lucian. Tempramental sahabatnya ini benar-benar buruk, itulah sebabnya semua orang akan gemetar ketika berhadapan dengannya. Grey masuk membawa dua cangkir kopi untuk Sylvester dan Lucian, pria itu kemudian keluar lagi dan tidak mengganggu percakapan dua orang berkuasa itu. "Orangtuamu pasti akan sangat senang jika mereka tahu bahwa kau membawa seorang wanita pulang ke rumah." "Jangan berani-berani mengatakan apapun atau aku akan memotong lidahmu!" Lucian segera menutup mulutnya. "Kau semakin mengerikan saja, Sylvester. Bagaimana aku memuaskan wanita jika lidahku kau potong." "Apa kau datang ke sini benar-benar hanya untuk menanyakan tentang hal tidak penting itu?" "Hal itu sangat penting bagiku." "Starla Ellenia, DJ di klub malam Silverstone." Sylvester memberitahu Lucian, ia tahu bahwa sahabatnya ini tidak akan pergi sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan. Lucian tidak menjawab, ia segera mengeluarkan ponselnya. "Berikan aku foto Starla Ellenia, DJ di klub malam milikmu." Sylvester hanya menatap Lucian dengan datar, suatu hari nanti rasa penasaran sahabatnya itu mungkin akan membunuh dirinya sendiri. Kurang dari satu menit, Lucian menerima sebuah pesan. Pupil mata pria itu membesar. "Sial! Kenapa aku tidak menemukan wanita secantik ini lebih cepat." Ia memaki. Wajar saja Sylvester tertarik, lihat saja manik mata abu-abu dan kulit seputih salju itu. Wanita itu benar-benar sangat cantik. "Sylvester, kau tidak keberatan jika aku mendekati wanita ini, bukan?" "Jika kau tidak keberatan dengan bekasku maka lakukan saja." Sylvester membalas dengan sombong. Lucian memasang senyuman tipis. "Aku tidak keberatan sama sekali." Ada perasaan tidak senang ketika Sylvester melihat Lucian benar-benar tertarik pada Starla, tapi ia segera menepis perasaan tidak senang itu. "Aku khawatir dia akan menolakmu. Dia mungkin tidak akan menurunkan standarnya setelah bercinta denganku." Sylvester dengan tidak langsung mengejek Lucian. "Sylvester, aku kadang-kadang bingung kau adalah sahabatku atau musuhku." Lucian menatap sahabatnya tidak percaya. Ini bukan kali pertamanya Sylvester mengeluarkan kata-kata beracun seperti ini terhadapnya. Pria itu bahkan pernah menyumpahinya terkena penyakit kelamin karena hobinya bergonta ganti pasangan. Namun, setelah mengalami segala kata-kata beracun dan sikap dingin Sylvester, ia masih saja betah berteman dengan pria es itu. Apakah dia adalah seorang masokis? "Apa kau sudah selesai? Kau tahu pintu keluarnya di mana." "Sylvester, aku bahkan belum meminum kopiku," kesal Lucian. "Kalau begitu habiskan. Jangan menyia-nyiakan kopi yang sudah dibuat oleh Grey." Lucian menarik napas lalu menghembuskan. Ia seharusnya tidak datang menemui Sylvester. Sahabatnya ini hanya akan membuatnya mengalami darah tinggi. "Oh, benar, kau akan datang ke pesta Rafael, kan?" Lucian meraih gelas kopinya lalu menyeruput isinya dengan elegan. "Dia mengadakan pesta hampir seminggu sekali. Apa lagi yang penting tentang pesta pria itu." Lucian sudah menduga jawaban Sylvester, tapi dia dengan konyolnya masih bertanya. Namun, jawaban Sylvester memang sepenuhnya benar. Sahabat mereka satu itu memang hampir mengatakan pesta satu minggu sekali. Rafael adalah gambaran dari penghambur uang yang sesungguhnya. Pria itu bukan hanya penggila pesta, tapi juga wanita. Hidupnya tidak akan pernah lengkap tanpa wanita di lengannya. Bisa dikatakan bahwa Rafael berada di peringkat pertama playboy teratas di negara ini. "Kau sudah absen pestanya sejak berbulan-bulan lalu, Sylvester. Dia mungkin akan mengutukmu jika kau tidak datang kali ini. Jika kau lupa, minggu depan adalah ulang tahunnya." Sylvester mungkin memiliki mulut yang tajam dan beracun, tapi pria ini masih sangat menghargai persahabatan di antara dirinya, Lucian dan Rafael. Dia tidak akan lupa ulang tahun sahabatnya. "Aku akan datang." "Itu bagus. Kau pasti akan menemukan banyak wanita cantik di sana." Sylvester menatap Lucian mengejek. "Seolah-olah aku seperti dirimu." Lucian terkekeh kecil. "Cepat atau lambat kau akan seperti kami." "Siapa yang sudi seperti kalian." Lucian menghabiskan kopi di dalam gelas. Ia sudah mulia emosi menghadapi kata-kata Sylvester. Ia biasanya memiliki kesabaran yang tipis pada orang lain, tapi pada Sylvester dia benar-benar memiliki hati yang sangat luas. Mungkin itu karena efek ia bergaul dengan Sylvester terlalu lama. "Aku akan pergi sekarang." "Itu bagus. Kau mengganggu pekerjaanku." "Sylvester, aku sangat ingin memukul kepalamu!" "Lakukan saja jika kau tidak menyayangi tanganmu." Lucian menggigit bibirnya kesal. Pria itu kemudian membalik tubuhnya dan pergi. "Grey, aku tidak tahu seberapa sabar kau menghadapi atasan seperti Sylvester. Jika aku jadi kau aku pasti akan pergi secepat mungkin." Lucian mengeluh pada Grey. Grey tidak berani bicara macam-macam. Dia telah bekerja dengan Sylvester selama lebih dari lima tahun. Ia sudah sangat terbiasa dengan tempramental atasannya. "Jika kau tidak tahan dengan Sylvester kau bisa melamar bekerja di perusahaanku." Lucian menambahkan. Grey hanya menanggapi ucapan Lucian dengan anggukan kecil. Setelah itu Lucian segera meninggalkan lantai yang dikhususkan untuk ruangan pribadi Sylvester saja. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD