Element #2

1194 Words
Sara baru saja bangun dari tidurnya. Sebenarnya, Sara semalam tidur bersama Arga, namun entah kemana orang itu pagi – pagi seperti ini. Sara menginjakkan kakinya di lantai dingin pada pagi itu. Seperti biasa, pendaftaran murid dilakukan pada musim dingin. Sudah dipastikan sebentar lagi, akan turun salju. Dan kemungkinan, saat seleksi itulah salju turun. Menurut lamaran cuaca yang dibuat oleh Rico dan teman – temannya lain seperti itu. Namun bisa saja salah. Sara duduk di tempat tidurnya dengan kaki menjuntai ke bawah. Duduknya ini menghadap ke arah jendela besar yang menunjukkan pemandangan kota yang cukup indah jika malam. Dan pagi ini, Sara berniat untuk melihat pemandangan pagi – pagi sebelum turun ke lantai satu untuk sarapan. Satu tangan Sara mengarah ke jendela yang masih tertutup itu kemudian mengarahkan tangannya seperti melambai ke arah kanan sesuai dengan tangan yang sedang di angkatnya. Lalu ada angina yang entah darimana, membuka gorden jendela yang ada di sana. Di lanjutkan ke arah berlawanan, yaitu ke arah kiri. Dan gorden yang sebelah kiri pun terbuka. Element ini baru dipelajari beberapa waktu saat itu. Namun seperti Sara memiliki jiwa yang sepenuhnya terhadap element, semuanya begitu mudah Sara kuasai. Kemudian Sara tersenyum dan mendorong dirinya untuk bangkit dari tempat tidur. Sara berjalan pelan, kemudian membuka jendela dengan tangannya sendiri. Dan terus maju kea rah balkon kecil di kamarnya itu. Menatap langsung ke lapangan yang berada di bawah sana. Dan jika Sara melihat ke arah yang lebih jauh. Sara akan melihat kota penuh dengan penduduk yang bahkan sudah mulai ribut karena pendaftaran spy academy yang Sara nanti akan pimpin. Sara dan teman – temannya tentu saja. Ada banyak, Joseph, Rico, Tara dan Gracilda mungkin akan sangat membantunya. Selain mereka sebagai tim inti, nanti ada banyak orang yang membantu. Tentu saja Sara tidak bisa satu persatu menyebutkan siapa saja yang ikut andil. Namun yang pasti, banyak orang baik di sekitar Sara. Dan Sara sangat bersyukur dengan hal yang satu itu. “Sara?” Suara yang kemarin membuat Sara sangat senang kini memanggilnya. Sangat lembut dan Sara menyukai ketika dirinya mendengar orang itu memanggil namanya. Rasanya berbeda dengan orang lain yang memanggilnya dengan nada yang sama dan juga pengucapan yang sama. Nada lembut dari orang ini sudah sangat membuat Sara candu. Sara berbalik kemudian mendengar pikiran Arga di sana. Makanannya sudah siap. Itulah yang ada dipikiran Arga. Sara tidak membuat Arga tidak nyaman dengan kehebatannya. Dan Sara biasanya tidak menahan ini, nemun untuk Arga, Sara melakukannya. Kepandaian Sara dalam membaca pikiran dan mendengarnya itu sudah Sara kurangi. Dan sekarang, Sara bisa mengendalikannya. Untuk Arga, Sara tidak berani masuk lebih dalam. Sara tahu Arga dan orang lain juga punya privasinya masing – masing. Jadi, Sara menghargainya untuk hal itu. “Aku sudah buat sarapan.” Sara mengangguk lalu berjalan ke arah Arga dan memeluk pinggangnya. Arga membalas dengan pelukan di leher Sara. Kemudian mencium puncak kepala Sara. Selanjutnya, Sara mengikuti arah Arga berjalan. Dan lagi, Sara membaca pikiran Arga. Ah tidak, Arga terlalu keras dalam hal berfikir. Sara diam kemudian melepaskan pelukannya dari tubuh Arga dan membiarkan Arga berjalan di depannya. Senyum Sara kini menghilang. Lalu dilanjutkan dengan mata yang membelalak ketika tusukan di perutnya begitu menyakitkan ditambah senyuman Arga yang sangat jahat di depan wajahnya. Sara terdorong ke tembok di belakangnya kemudian mata Sara terbuka. Mimpi. Hanya mimpi. Sara menatap sekelilingnya. Dia ada di tempat tidur yang di tiduri oleh Sara dan juga Arga tadi malam. Sara juga mencari Arga namun Arga sudah tidak ada ditempatnya. Kemudian, Sara benar – benar ingin mencari Arga. Telapak kakinya menyentuh lantai. Rasanya de javu. Sara juga melakukan ini di mimpinya tadi. Lalu kepalanya menatap orang yang membuka pintu kamarnya. Ada Arga di sana tersenyum ke arahnya. Sara berkeringat dingin. Tidak mau menatap Arga dan tidak mau mendengar pikiran Arga. Sara trauma dengan mimpinya. Di dalam mimpinya, Arga berfikir untuk membunuh Sara. Dan Sara menjadi sangat waspada sekarang. Sara takut mimpi itu menjadi nyata. “Sara?” Sama. Di dalam mimpinya, Arga juga memanggilnya dengan panggilan itu. Arga sangat lembut menyentuhnya. Namun Sara melepaskannya. “Kamu mimpi buruk?” Sara menatap Arga yang sekarang menatapnya lembut. Lalu selanjutnya, Sara mendalami pikiran Arga dengan menatap mata Arga. Tidak ada. Tidak ada niat membunuh. Kemudian Sara memeluk Arga erat. “Kenapa, Ra?” Sara bergetar, “mimpi yang sangat buruk.” Lembutnya tangan Arga kini mengusap punggung Sara. Kemudian tangan satu lagi mengelus rambutnya. “Hanya mimpi, Ra.” Ucap Arga menenangkan. Sara mengangguk di pelukan Arga. Kemudian, mengurai pelukan. “Makanan di bawah sudah siap. Mau makan sekarang?” Tanya Arga pada Sara. Benar. Sara tidak biasa melihat Arga memasak di kamarnya. Apalagi, hal mustahilnya adalah di kamarnya ini tidak ada dapur untuk memasak. Hanya ada beberapa alat canggih. Menyeduh kopi dengan mesin, the dengan mesin, dan untuk makanan berat, semuanya harus turun ke bawah lalu jika ingin memakannya di kamar, mereka harus membawanya dulu ke bawah. Namun, kebanyakan dari mereka yang tinggal di academy ini malas untuk melakukannya. Mereka lebih memilih untuk makan di bawah dan tidak membawa makanan ke kamar. Kecuali jika mereka sedang sakit atau terluka karena misi atau pelatihan. Mereka akan di perlakukan secara khusus. Anggukan dari Sara membuat Arga tersenyum, “teman – teman yang lain sudah menunggu di bawah.” Lagi. Sara mengangguk. “Apapun mimpinya, itu hanya mimpi Sara.” Kata Arga lagi, “jangan terlalu di pikirkan.” Arga menuntun Sara keluar dari pintu kamarnya. Keduanya masih bergandengan saat memasuki lift menuju lantai bawah di foodcourt academy. Dan saat Sara sampai di sana, banyak orang yang sudah ada di sana. Menatap Sara dan Arga yang bergandengan. Banyak orang juga yang berpasangan di sini. Namun tidak secara terang – terangan seperti ini. Apalagi keputusan tentang menjalin hubungan di dalam academy belum mendapat perhatian khusus. Namun, bagi Sara dan Arga. Mereka tidak perduli dengan hukuman apa yang akan di terimanya. Mereka akan tetap bersama. Tidak akan mungkin ada yang memisahkan. “Jadi siap untuk pembukaan?” Baru juga Sara duduk di tempat duduk yang mereka sisakan, Joseph sudah membual dengan hal seperti ini yang membuat semua orang menyorakinya. “Apa?’ tanyanya polos. Sara berdeham, lalu tangannya mengayun untuk mengisi air dari wadah yang besar di tengah meja ke gelas – gelas kosong di meja mereka semua. “Sudah mengusai dengan baik rupanya,” Tara mengatakan hal itu dengan nada yang bahkan tidak ramah. Tara dan Sara sudah bermusuhan dari awal Sara masuk ke sini. Hubungan mereka cukup membaik begitu spy academy pertama itu berhasil mengalahkan musuh besar Prof Gamma. Dan Tara mungkin berhutang karena Sara bahkan sangat berhasil begitu menyelamatkannya dulu. Sara mengangguk, “sangat baik. Bukan sombong” kata Sara, “hanya berbaik hati mengisi gelas kosong.” Gendikkan acuh dari Sara membuat Gracilda bertepuk tangan. “Lain kali mungkin akan berguna di misi selanjutnya.” Katanya. Sara tersenyum, “kejadian untuk mengeluarkan element seperti ini cukup langka. Misi mana pun tidak akan setara dengan ini.” Kata Sara menggerak – gerakkan jari – jemarinya kemudian terkekeh. “Siapa tau nanti akan ada orang menggunakan orang sepertimu untuk menghalangi misi kita.” “Itu sangat langka, Lowterm.” Kata Tara dan Sara membenarkan dalam hati. Gracilda berdecak, “Rowterm, Tara Aderson.”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD