Orang yang tadinya sedang memukuli yang tertindas itu kini melihat ke arah Sara. Tertawa kecil kemudian berkata, “siapa? Apa aku mengenalmu?”
Kini Ssara menghitung orang yang ada di depannya. Tentu saja orang yang masih berdiri tegak dan menatap ke arahnya. Ada lima orang. Yang satunya adalah yang mengeluarkan suaranya tadi. Kemudian, Sara melihat kepada orang yang tadi di tindas.
Sudah pasrah dengan apa yang akan di lakukan orang – orang biadab ini sepertinya. Sara sendiri benar – benar tidak ingin mencampuri urusan yang seperti ini. Namun, Sara merasakan jika orang yang di tindak itu adalah orang yang bisa menjadi kuat pada waktunya. Bukan saat ini waktunya tentu saja.
Suatu saat nanti.
Sara menggeleng. “Sara. Dan kita tidak perlu saling mengenal.” Katanya pelan.
Jika di lihat lebih dekat. Sara bukan Sara lagi. Ada beberapa kepribadiannya yang ingin mengambil alih. Namun Sara dengan sadar kembali menolak. Belum saatnya untuk bertarung meskipun Sara sendiri ingin membalas tentang penindasan seperti ini.
“Lalu apa urusan denganmu, huh?” orang yang tadi masih saja mengeluarkan suaranya dan kini sudah mendekat ke arah Sara.
Dengan tenang, Sara menjawab. “Tidak ada.”
Lalu suara tawa itu membuat apa yang ada di dalam Sara ini melonjak dan ingin segera menghajar orang ini. Tetap saja, Sara menahannya dengan berkata dalam hati jika saat ini buka waktunya.
“Sana pergi.”
Orang yang lain membuat mata Sara menatapnya. Kemudian mengangguk, “akan. Setelah aku mematahkan lehermu.”
Benar.
Itu bukan Sara yang tadi. Ada kepribadian lainnya yang lebih dominan. Namun, Sara mengembalikan kembali dirinya. Sara benar – benar belum mau memberitahu jika dirinya adalah orang yang hebat dalam beladiri. Kembali, belum saat yang tepat.
“Apa kau bilang tadi?” Lalu suara tawa kembali memenuhi gang sempit itu. “Coba saja.” Katanya lagi.
Lantas, Sara menggeleng. “Di sini bukan tempat yang tepat.”
Orang itu mendengus. “Kau mau di tempat seperti apa, sialan?”
Senyuman dari Sara di anggap bahwa Sara menganggap remeh orang – orang sehat di depannya. Satu persatu dari mereka menyerang Sara. Satu pukulan mengenai perut Sara lalu di susul dengan pukulan – pukulan lainnya di seluruh badannya.
Suara tawa – tawa itu membuat Sara terbatuk karena ikut tertawa, mata Sara menatap siapa tadi yang memukulinya. Ketika orang yang tadi memukulinya itu ingin melayangkan lagi pukulannya, Sara dengan cepat menangkap pergelangan tangannya. Lalu, orang tersebut ingin melepaskan jeratan tangan Sara, orang itu kesusahan. Tangan Sara sangatlah kencang mencengkram pergelangan tangan itu. Sangat kuat sampai akhirnya, Sara melepaskan pergelangan tangan itu saat orang itu menghentak kuat tangannya. Orang itu terjatuh.
“Sialan.” Orang lain kini maju melawan Sara.
Sara dengan sigap dan juga tenang benar – benar menghadapi orang – orang yang mecoba menyerangnya. Sara menangkis tanpa memukul orang – orang yang berusaha memukulinya.
Dua orang kini maju mencoba memukuli Sara. Namun sama seperti orang sebelumnya, Sara hanya menghiindar, menangkis dan memberikan dorongan kecil, orang – orang di sana jatuh dengan sendirinya.
Sara sendiri tidak melawan mereka. Saa seenarnya bisa saja menghabisi mereka dalam beberapa menit, namun bukan itu tujuan Sara ke sini. Dia hanya ingin memberikan peringatan dan tentu saja memberitahu jika tindakan yang mereka lakukan kepada orang yang sekarang hanya melihatnya kaget itu adalah salah.
Masih ada yang lebih berani. Masih ada yang lebih kuat. Masih ada yang lebih berpengalaman dari semua yang mereka lakukan kepada orang yang mungkin tidak hanya satu orang ini saja yang mereka tindas.
Tinggal satu orang lagi yang Sara nilai dan tebak jika orang ini adalah ketua dari orang – orang yang tadi melawannya dan jatuh dengan rasa sakit di tangan, kepala atau kakinya. Sara tersenyum keciltersenyum kecil ke arah orang itu.
“Kau benar mau melanjutkannya di sini?” tanya Sara.
Senyuman dari Sara mungkin bukan senyuman ramah. Lebih kea rah meremehkan dan tentu saja menghina. Orang itu menatap Sara sambil meninggikan dagu berusaha kuat dan berusaha untuk tida terlihat gentar. Padalah apa yang ada di pikiran gadis itu tentu saja berbeda jauh dengan apa yang terlihat.
Sara melipat tangannya di depan d**a setelah membenarkan tali tas punggungnya yang jatuh ke lengannya. “Apa kau ingin melanjutkan di tempat yang layak?” Sara menyisir gang itu lalu mengendik jijik.
Bukan karena di sana jorok atau apa, hanya saja, jika Sara terbanting atau jatuh di sini akan sangat mengotori bajunya. Seperti contohnya orang – orang yang terjatuh tadi kini menepuk – nepuk kemeja dan roknya. Seragam sekolah.
“Kau mau bertarung dimana?” Suara menantang itu kini keluar dari mulut si pembully tadi.
Sara mengendikkan bahunya ringan kemudian melepaskan tangan di dadanya lalu berjalan ke arah orang itu dan setelah tepat di sampingnya, Sara berbisik, “aku akan menunggumu di spy academy, dua kalau bisa.”
Kemudian setelah berbisik seperti itu, Sara mengangkat orang yang sedari tadi terduduk dan membawanya keluar gang.
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Sara membawa orang yang tadi teraniaya ke toilet umum. Memberi pinjam bajunya dan membiarkan dia memberishkan dirinya. Sara sendiri menunggu di luar toilet dan Sara cukup senang dengan apa yang sudah di perbuatnya baru saja. Setidaknya, Sara menyelamatkan orang yang di pikirnya membutuhkan bantuan.
“Sudah?” kata Sara menyambut orang yang tadi di tolongnya setelah keluar dari toilet.
Orang itu mengangguk, “berikan alamatmu.” Katanya yang tentu saja membuat Sara bingung.
“Untuk apa?”
Selain bingung umtuk apa orang ini membutuhkan alamatnya, Sara sendiri bingung harus memberikan alamat rumah yang mana. Sara tidak punya rumah. Sara sudah sangat lama rasanya tidak menyebut kata rumah. Biasanya hanya kamar dan akademi. Selesai.
“Mengembalikan baju ini tentu saja;”
Sara tersenyum kecil ketika mendengar jawaban dari orang itu. Lalu Sara menggeleng kecil.
“Kau bisa membayarku untuk baju itu.” Kata Sara.
Orang itu mengigit bibirnya lalu berkata, “aku belum punya uang.” Katanya, “semua sudah di rampas.” Lanjutnya lagi.
Hal itu membuat Sara tersenyum, “bukan bayaran itu yang aku minta.” Kata sSara, “kau bisa mengantarku ke perpustakaan Olimpus?” tanya Aara untuk orang itu.
Orang itu lantas diam berfikir, “itu sangat jauh. Di ujung jalan ini.” Katanya membalas pertanyaan Sara, “kau harus naik bis ke sana.” Tunjuk orang itu menunjukkan jalan yang di lalui bus menuju perpustakaan olimpus.
Desahan dari Sara membuat orang itu kini menatap ke arah Sara.
“Sebenarnya, aku juga sedang berjalan ke sana ketika aku di ganggu,”
Senyum kecil dari bibir Sara kini hadir di wajahnya.
“Namun, uang untuk naik bis-“
“Pakai uangku saja.” Kata Sara kemudan menarik orang itu menuju halte bis.
“Mahal, Sara.”
Sara menatap orang itu, kemudian kini tersenyum. Mungkin dia mendengarnya tadi saat Sara memperkenalkan diri ke orang – orang kurang ajar itu.
“Tidak apa, aku bawa uang.” Kata Sara, “cukup banyak.” Lanjutnya, Sara seperti punya teman baru.
Sebenarnya, Sara benar – benar bukan tipe orang yang banyak bicara. Namun kepribadian yang lainnya yang tadi mengambil alih. Senang dan suka cita.
“Siapa namamu tadi?”
Orang yang asing itu mendesah. Dia bahkan tidak pernah menyebutkan namanya.
“Reana.”
“Okey, Reana, saatnya pergi ke perpus.”