Awal Pertemuan

2546 Words
       Setelah Sholat Dhuhur Emma kembali kedalam line nya untuk merapikan jilbab dan mengajak Ulfa makan siang di kantin.      Iya, Jilbab... Emma memang lahir dan tinggal dalam lingkungan yang sarat akan pendidikan agama dan moral. Namun ia sendiri mulai belajar Istiqomah berhijab sejak Ramadhan 5 tahun yang lalu saat dirinya mulai masuk universitas.      Sebelumnya, dia juga sama seperti gadis lain yang suka dengan dandanan casual, rambut dicepol, ripped jeans dan kaos oversize.      Akan tetapi semua berubah ketika Emma mendapatkan kesempatan hidup kedua pasca selamat dari insiden terbakarnya sebuah gedung bioskop 5 tahun silam yang menewaskan hampir sebagian besar penonton tersebut. Dia mulai mendengarkan penuturan sang mama yang memintanya untuk belajar berhijab dan disiplin sholat di awal waktu.      Dan Alhamdulillah hal ini masih bisa ia pertahankan sampai sekarang ketika dia sudah terjun dalam kerasnya dunia kerja serta bebasnya gaya hidup pergaulan kawula muda.      "Heeehhh.. Mak Jijah nggak nyebarin hoax kan? dia bilang, katanya Pak Adrian suka sama kamu?" tanya Ulfa sambil menggandeng tangan Emma.      "Kapan dia bilang?" tanya Emma, responnya begitu cepat menanggapi, saat mendengar Ulfa menyebut nama Adrian dan namanya dalam satu kalimat.      "Barusan... dia bilang, enak banget, bentar lagi punya mantu Asmen." jawab Ulfa menggedikkan bahunya.      "Emang beneran ya? enak banget jadi kamu, buruh dicintai pangeran tampan." lanjut Ulfa.      "Pangeran apa coba, pangeran buaya?" ketus Emma, memutar bola matanya lalu mempercepat langkahnya mendahului Ulfa.      "Tapi ganteng kan... alahhh jangan munafik." goda Ulfa.      "Bisa diem nggak sih, itu mulut apa keran WC, cepet banget nyeplos nya, ini di keramaian bisa mampus aku, kalau kamu bikin ulah di sini." potong Emma.      "Hehehehe canda sayyyanggg...." Ulfa membela dirinya.      Sampai di kantin dia segera mengambil satu lunch box berwarna merah, sambil jalan ke kursi, Emma mengintip menu di dalamnya, pertama kali yang dicari adalah buahnya.      "Yahhh salak..." gumam Emma.      "Udahh ayooo... nih aku dapat semangka buat kamu aja." tegas Ulfa yang berjalan mendahuluinya mengambil tempat dekat wastafel.      "Hehhehe makasih." jawab Emma, dia mengikuti kemana Ulfa pergi, lalu duduk di kursi depan temannya itu, tanpa sadar di sebelahnya, duduk Adrian beserta staff office lain.       Di perusahaan ini tidak membedakan kelas karyawan, semuanya makan jadi satu di kantin dengan menu yang sama, dari catering yang sama.      "Niihh..." ucap Ulfa, dia menaruh sepotong semangka di atas lunch box milik Emma. Emma menerima dengan senang hati, buah yang selalu menjadi incarannya adalah, semangka, melon, jeruk, dia paling kesel pas dapat buah salak atau pisang, karena menurutnya nggak ada segar-segar nya.      "Makasiih..." ucap Emma kemudian memberikan buah salaknya untuk Ulfa.      "Kamu suka semangka Emma?" tanya Adrian yang sudah memperhatikan mereka berdua sejak pertama kali datang.      Emma dan Ulfa kompak melihat kearah suara. Dan buru-buru mengunyah lalu menelan habis nasi yang baru saja mereka sendok kan ke mulut mereka.       "Iya pak..." jawab Emma kemudian.      "Mampus Ulfa salah milih tempat tadi." pikir Emma dalam hati.      "Ini buat kamu..." Adrian turut meletakkan potongan semangka di sebelah potongan milik Ulfa tadi.      "I... iya makasih pak." ucap Emma tak ada pilihan lain selain menerimanya.       Emma terlihat tergesa-gesa menghabiskan makanannya, dia pingin cepat-cepat pergi dari kantin. Dia merasa tidak nyaman karena berpasang-pasang mata terlihat menatapnya dari berbagai penjuru. Ulfa yang menyadari sikap aneh sahabat nya turut gila dengan menghabiskan makannya dengan cepat.      "Kalian makan buru-buru amat?" tanya Adrian.      "Mau kerja lagi pak, tadi didalam udah numpuk." jawab Ulfa.       Emma mengangguk membenarkan jawaban Ulfa. Setelah habis menu makan siang mereka, Emma juga Ulfa berpamitan pada Adrian untuk pergi terlebih dulu. Tak lupa Emma membawa dua potong semangka dari meja nya.      "Aduuhh makasih banget ya Fa..." ucap Emma.      "Kamu berhutang satu penjelasan padaku, kenapa kamu menghindarinya?!" todong Ulfa dengan pertanyaan yang ingin dia tanyakan sejak mereka melangkah meninggalkan meja kantin tadi.      "Ya nggak nyaman aja Fa, selain karena aku nggak ada perasaan apa-apa ke dia, pak Adrian kan juga merupakan inceran tetua-tetua kita, kamu paham kan maksudku?" terang Emma.      "Iya paham... makanya kamu tuh pacaran kalau gak dibolehin pacaran sama orang tua kamu, ya langsung nikah aja lah, untuk menghindari buaya-buaya pabrik." serang Ulfa.      "Nikah muluu sih di pikiran kamu, bentar lah aku masih pingin bebas nggak terikat tanggung jawab pernikahan, kamu pikir nikah itu gampang?" balas Emma.      "Yaaaa ya ya terserah kamu, dah ah aku mau lanjut pasang accesories, nanti keteter bantuin lahh..." pinta Ulfa.      "Iya kalau aku udah selesai tinggal duduk manis aja, ya aku bantuin, kalau aku jalan Mulu gak pernah diem ya tolong dong..." ucap Emma.      "Hehehhee maap gak bisa bantuin kamu." sahut Ulfa.      "Rere nggak masuk kenapa?" tanya Emma teringat perihal seringnya Rere nggak masuk kerja.      "Nggak tau sih, tapi gosipnya dia hamil gitu." jawab Ulfa.      "Ehhh yang bener, jangan fitnah kamu!" seru Emma.      "Kita tunggu aja sampai waktu yang jawab semuanya." jawab Ulfa.      "Duuhh nggak nyangka sih aku." gumam Emma.       Mereka berdua sampai di line bersamaan dengan bel masuk kerja. Ulfa langsung merangsek ke tempat duduknya dan buru-buru melanjutkan pekerjaannya memasang accesories pada upper yang sampai pada proses pemasangan Accesories.      Sementara Emma ngecek artikel berikutnya, membuka semua komponen mengecek satu persatu, mencatat kemudian menyiapkan material untuk proses berikutnya.      "Emma... kamu cari plong bulat 10mm ya, dulu kayanya pernah ada kok, buat accesories ini." pinta Azizah sambil matanya menatap Conform yang akan jalan berikutnya.      "10mm gede banget Mak, emang ada ya?" tanya Emma.      "Bentar aku tanya Bu Isna ya, kayanya nggak ada deh soalnya terbesar waktu itu pernah kerja 7mm aja." Azizah membawa Conform itu ke meja Bu Isna.      Sementara Emma melanjutkan mengumpulkan kloos kosong dari para penjahit yang akan ia gunakan untuk daftar benang artikel yang baru saja dia naikkan.      "Emm..." panggil Azizah dari meja Bu Isna.       Emma buru-buru mengambil keranjang dan melipat MP, memasukkan beberapa kloos kosong kedalam keranjang lalu membawanya serta memenuhi panggilan dari Azizah.      "Apa Mak?" tanya Emma begitu sampai di meja Bu Isna.      "Habis ini kamu ke cutting dies ya, minta tolong buat, bikin plong ukuran 10mm." terang bu Isna.      Cutting dies di sini berbeda dengan cutting dies untuk art paper ataupun akrilik, cutting dies di sini adalah departemen yang job desc nya membuat pisau cutting yang akan di gunakan untuk memotong material kulit, dan user dari departemen ini adalah bagian cutting material. Cutting dies setiap hari membuat ribuan potong pisau sesuai mal pattern berdasarkan brand yang diproduksi, dan setiap brand menerbitkan bermacam-macam artikel, mulai dari boot, semi boot, sneaker, flat shoes sampai sandal. Jadi wajar begitu masuk sudah seperti tempat las besi.      "Oh iya Bu, bisa saya pinjam conformnya?" tanya Emma.      "Udah nggak usah bawa conform, ini anak-anak udah mau kerja artikel ini, nanti bingung lihat sample nya belajar dari mana coba." kata Azizah.      "Oh gitu ya udah..." Emma berangkat ke gudang benang terlebih dulu untuk mendaftarkan beberapa benang untuk artikel berikutnya, Ecru dan 147 untuk Conform Zanvara warna putih kombinasi ungu tadi.      Kemudian melanjutkan langkahnya menuju gedung Cutting Dies yang berada di dekat departemen RND.      Emma masuk kesana dan menemui GL mereka.      "Pak... ada gak plong bulat ukuran 10mm?" tanya Emma pada bapak-bapak yang berdiri dengan tampang seremnya.      "Ooo... 10mm ya, nggak ada mbak, kamu coba kesana, itu ke cowok ganteng paling ujung, minta dia bikinin." ucap si GL pada Emma.      "Bikin?" tanya Emma.      "Iya bikin.. lah nggak ada mau gimana lagi, dia yang bikin gituan udah kesana aja." lanjut GL sambil menunjuk ke arah man power yang dimaksud.      Emma pun berjalan kearah yang ditunjuk. Namun belum juga sampai di tempat yang di maksud sudah ramai suit suit juga ciee cieee dari rekan kerja di cowok itu.      Maklum lah, departemen ini emang jarang dijamah karyawan perempuan jadi sekalinya ada yang bening dikit masuk jadi langsung ramai.      "Mas kata GL kamu aku suruh kesini buat bikin plong bulat 10mm." ucap Emma pada akhirnya.      "10mm gede banget buat apaan?" tanya cowok bernama Fadhil Muhammad yang terlihat dari id card yang dia pakai.      "Iya emang segitu, buat Accesories mas." jawab Emma.      "Ada Conform nggak?" tanya Fadhil kemudian.      "Enggak ada.... udah kerja soalnya di line." jawab Emma.      "Tapi, emang bener 10mm nggak salah kan?"      "Enggak." jawab Emma.      "Ya udah tunggu ya." Fadhil merapikan beberapa pattern pisau cutting kemudian mulai mengambil sepotong besi berdiameter 1cm panjang 7cm kemudian mulai mengerjakan plong bulat itu.      "Nama kamu siapa?" tanya Fadhil.      "Cieeeee dia ngajak kenalan." sahut seseorang yang ada di sebelahnya pada yang lain. Dan tentu saja langsung disambut ramai oleh suit dari mereka.      "Emma." jawab Emma tanpa menghiraukan lainnya, karena Fadhil udah baik mau bikinin dia plong yang ia butuhkan.      "Aku Fadhil... jangan kapok kesini, mereka emang suka gitu." Kata Fadhil kemudian.      "Iya mas..." jawab Emma. Emma menyapukan pandangan keseluruh meja kerja Fadhil, matanya tertuju pada sebuah palu bergagang pipih seperti yang digunakan anak-anak PKT di line nya.      "Mas bikin palu juga ya?" tanya Emma kemudian.      "Hmmm sebenarnya sih job desc nya cuma bikin pisau cutting, tapi ya adaaa aja yang di minta line buat ini itu. Jadi ya udah besi-besi potongan yang gak guna masih bisa dipakai lagi buat lainnya." jawab Fadhil.      "Ohh gitu..." jawab Emma. Dia sebenarnya baru menyadari ada departemen per besian di pabrik sepatu fashion.      "Kenapa? kalau butuh juga, ambil aja sesukamu, itu tadi aku bikin pas nggak ada kerjaan." kata Fadhil.      "Ohhh nggak mas, belum sih, kapan-kapan aja kalau butuh aku kesini lagi." jawab Emma.      "Nih udah jadi." kata Fadhil kemudian sambil menyerahkan plong itu untuk Emma.      "Cepet ya..." Emma terlihat kagum dengan pekerjaan Fadhil.      "Ehh bentar aku coba dulu." Fadhil mengambil sebuah material kulit lalu mencoba plong nya, kemudian mengukur hasil plong dengan roll ukur yang dia pakai.      "Bener kan nih 10mm." Fadhil menunjukkan hasil plong pada material kulit tadi ke Emma.      "Okkee..." jawab Emma.      "Makasih ya mas.." ucap Emma menerima plong tadi lalu berpamitan, termasuk pada GL nya juga.      "Udahhh gassskannn." celetuk Arka dari sebelahnya, saat Emma telah berlalu.      "Apaan sih..." Fadhil terlihat malu-malu diledekin temannya.      "Emma cantik loh." sahut yang lainnya.      "Kalau nggak mau, buat aku aja." sahut Arka kemudian.      "Enak aja..." ucap Fadhil nggak mau kalah.      "Okkeee guys... kita tunggu kelanjutannya."       "Tunggu aja." ucap Fadhil.      Emma balik ke line tepat saat plong sudah ditunggu oleh Ulfa. Karena Ulfa bagian pemasangan accesories.      "Nihhh..." Emma menyodorkan plong nya.       "Dapet aja nih anak..." kata Azizah dengan senang hati.      "Iyaaa lah apa gunanya punya Transfer good looking, kalau nggak buat disuruh-suruh, kalau urusan sama cowok siapa yang nggak bakal klepek-klepek sama dia." cerocos Ulfa yang langsung mendapat cubitan extra dari Emma.       "Ngomong aja... tuh kerjain." kata Emma kemudian kembali ke tempatnya untuk ceklist output perjam.       Sore ini tidak ada jam lembur, line 8 pulang seperti line lainnya tepat waktu karena masih trial, beda cerita kalau upper sudah ok, pasti lembur-lembur kaya hari-hari sebelumnya.      Emma masuk ke preparation departemen untuk melihat Seah, dia lembur apa nggak, baru saja dia melongok dari balik rak outsole Assembly, Seah sudah berkomat komit padanya.      "Aku lembur, kamu duluan aja."      "Okke..." balas Emma sambil mengangguk.      Emma berjalan keluar dari pabrik menuju ATM di dekat gerbang untuk ngecek gajinya.      "Alhamdulillah." ucapnya sambil menekan menu transaksi berikutnya, rupanya dia mengirim sejumlah uang ke rekening mamanya, setelah keluar dari ATM, dia menelpon mama nya.      "Assalamualaikum ma... barusan Emma transfer sedikit buat uang jajan sekolah Adel." ucap Emma.      "Waalaikumsalam...makasih sayang, tapi udah ya hasil kerja keras kamu, kamu tabung saja, jangan pikirin Adel, kamu tabung buat bekal masa depan kamu ya." pesan mama.      "Nggak papa kok ma, Emma nabung kok, tapi masih kepingin jajanin Adel ma."      "Ya udah nggak papa, tapi jangan manjain melulu adik kamu ya, nanti ngelunjak."      "Iya ma..."      "Hari minggu pulang nggak?"      "Belum tau ma, nanti kalau udah ada info Emma kabari ya." jawab Emma.      "Iya sayang... ini kamu lagi apa?" tanya mamanya.      "Ini Emma lagi jalan ma, barusan pulang kerja, yaudah ma nanti lagi ya, kalau Emma udah sampai kos Emma telpon mama." kata Emma.      "Iya sayang hati-hati Assalamualaikum."      "Waalaikumsalam..." Emma mengakhiri panggilannya.      "Emma..." panggil seseorang yang tiba-tiba menjajari langkah kakinya. Emma melihat kearah pemilik suara bass tersebut.      "Mas Fadhil... kok kesini? kos dimana?" tanya Emma.      "Sama kaya kamu di gang Dahlia." jawab Fadhil.      "Oh ya... masasih, aku kok nggak pernah lihat ya." kata Emma.      "Tapi aku selalu lihat kamu kok, kamu aja yang gak pernah tolah toleh hehehhe." kata Fadhil.      "Hehehehhe iya kali ya..." kata Emma.      "Ehh habis ini mau nggak ikut aku?"      "Kemana mas?"      "Belanja bulanan... kamu nggak belanja?"      "Hehehe iya mas, aku juga belanja. ya udah boleh deh, jam berapa?" tanya Emma.      "Nanti aja habis Maghrib ya." jawab Fadhil.       "Okke mas, nanti panggil aku ya." ucap Emma.       "Siiapppp..."        Sore harinya usai menunaikan sholat Maghrib, terdengar gerbang dibuka, Emma pikir itu Fadhil, dia langsung membuka sedikit pintu kamarnya dengan masih memakai mukena. Ternyata Seah yang pulang dengan wajah lelahnya.        "Baru pulang?" tanya Emma membuka pintu nya lebar-lebar.        "Iya nihhh capek banget makan ati..." ucap Seah sambil masuk ke kamarnya yang berada tepat di depan kamar Emma.        "Kerja customer apasih? Bremi udah turun?" tanya Emma.         "Belum sih Emm... masih Armia sama aja ribet nya." jawab Seah daridalam kamarnya.        "Emma kamu udah siap?" panggil seseorang dari luar gerbang. Emma melongok kearah suara. Ternyata Fadhil udah rapi dengan Hoodie hitamnya.        "Oh iya mas.. bentar ya Emma ganti baju dulu." jawab Emma bergegas menutup pintu kamar untuk ganti baju.        Namun beberapa saat kemudian Seah menerobos masuk dengan masih berseragam lengkap kecuali kaos kaki.       "Mau kemana? itu bukannya mas-mas depan kos yang di sukai sama mbak Ines?" tanya Seah.       "Mau keluar bentar, masa sih mbak Ines suka sama mas Fadhil?" Emma balik bertanya.       "Iya dia sering cerita." jawab Seah.       "Oh gitu... tenang aja aku nggak kencan kok cuma ada keperluan aja tadi." kata Emma.       "Okke deh hati-hati, kalau kamu belanja aku nitip shampo ya."       "Siapp Bu komandan." jawab Emma.       Emma terlihat cantik dengan Hoodie tye die berwarna abstrak cotton candy pink blue kesayangannya dengan jilbab hitam sebagai identitas pribadinya.       Dia emang pecinta Hoodie karena menurutnya simple gak ribet dan nyaman dipakai. Setelah mengoleskan sedikit liptint pada bibir tipisnya dia keluar.       "Okke kita akan kemana?" tanya Emma sambil naik ke motor Fadhil.       "Ke swalayan bentar ya belanja, habis itu kita makannn, aku yang traktir." kata Fadhil.       "Iya mas makasih..." jawab Emma.         Bersamaan dengan itu Ines yang baru pulang kerja melihat Fadhil dan Emma berboncengan matanya langsung membulat tajam menatap Emma.        "Aku nggak pacaran kok, semoga Seah bisa jelasin ke mbak Ines." ucap Emma dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD