13-Binar Kesedihan

1348 Words

Aku sama sekali tidak bosan mendongak meski rasa pegal di tengkuk mulai terasa. Malam ini langit begitu indah dengan taburan bintang kerlap-kerlip. Sejak pulang dari kafe, aku dan Panca duduk di bangku taman. Cuaca yang bersahabat membuat kami memutuskan untuk tinggal lebih lama. “Jangan dongak terus, Za. Patah, tuh, leher.” “Hahaha!” Mendengar ucapan Panca aku terbahak. Aku menoleh dengan satu tangan memijit tengkuk yang mulai terasa pegal. Lalu aku memperhatikan Panca yang duduk miring dengan satu tangan bersandar di kepala bangku. “Bintangnya bagus, ya,” kataku setelah beberapa menit diam. “Iya. Dari kecil aku suka lihat bintang.” “Oh ya di mana?” Panca menegakkan tubuh. Kepala mendongak menatap bintang yang masih betah menampakkan kilauannya itu. Aku pun mengikuti, kembali mendong

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD