Menikalah Denganku

1352 Words
"Percayalah sesuai dengan yang kau pikirkan. Jangan memaksa dirimu, untuk mempercayai ucapanku." Bagaikan sebuah kutukan, kalimat itu selalu terngiang dalam pikiran seorang gadis bernama Sarayu Aruna, gadis berumur dua puluh enam tahun yang akrab disapa Sauna, singkatan dari dua kata namanya. Gadis berparas cantik dengan bulu mata lentik hitam yang tumbuh rapi itu, memilih berhenti berharap dari sosok pria bernama Lucky. Ia berpindah haluan untuk berani membuka lembaran baru buat hatinya yang pernah terluka selama dua tahun lamanya, karena sebab yang tak pasti. Kini, Sauna mencoba memberikan kesempatan untuk laki-laki dari kenalan abang—sahabatnya—Gangika, bernama Horizon Cakrawala. Lelaki yang belum pernah ia lihat rupanya sejak Gangika minta nomor hapenya. "Gangika!" teriak Sarayu dari tempat duduknya dalam ruang pengangguran kelas besar. Namun, mereka berempat sama-sama mengelola bisnis online pakaian wanita yang mereka namai dengan Castle Shop. Bagi mereka berempat, itu merupakan sebuah perusahaan online terbesar, seantero kota Jakarta. Suara Sauna yang melengking dan lantang menelusup masuk ke dalam indera pendengaran seluruh sahabatnya yang berada dalam satu ruangan. Sangat mengganggu, sampai-sampai ketiga temannya itu menutup kedua telinga mereka karena tak tahan. "Apaan sih, lo! bikin kaget aja sore-sore teriak nggak jelas kayak gitu. Lo pikir ini kantor bapak lo?!" Gangika mendengus kesal. Semula Sauna sempat mendelik karena mendapatkan pesan singkat dari nomor tidak dikenal, kini ia harus merasa sedih karena ucapan Gangika barusan. "Gue gak punya bapak, Ga," lirih Sauna seraya menunduk kepala. "Aghhh, sial, gue salah ngomong lagi." Gangika berkacak pinggang menyesali ucapannya sembari mengusap kasar kepala. "Lagian lo, sih, kenapa tiba-tiba teriak kayak tadi? bikin kita semua kaget tahu nggak? Syukurnya aja jantung gue baik nggak kenapa-kenapa," saut Harson juga menyentuh d**a. "Namanya juga dia refleks. Lo semua jangan marah-marah sama dia, gue pites kutu lo pada satu persatu. Mau?" Ryung melototkan mata ke arah Gangika dan Harson secara bergantian. "Iya, iya, gue tahu lo memang satria baja ringannya Sauna," sindir Harson setengah suara. "Yehhh ... sirik aja lo!" balas Ryung gak kalah sewot. Kini pandangannya diarahkan ke Sauna yang masih berdiri di posisi awal, menunduk wajah. "Emangnya lo kenapa, Na?" Suara Ryung terdengar sangat berbeda jika berhadapan dengan Sauna. Perlahan Sauna mengangkat wajah melempar tatap ke Ryung. Ia masih ragu dan takut buat mengungkapkan kecemasan yang barusan di dapatnya. "Ini ...," mengangkat hp nya ke udara, "gue tadi dapat pesan dari cowok yang mau dikenalkan abangnya Gangika." "Apa dibilangnya, Na?" Gangika buru-buru mendekatkan diri ke Sauna. "Nih." Dengan matanya yang penuh penasaran, Gangika menerima hape dari genggaman tangan Sauna. Bola mata hitam legam miliknya bergerak searah dengan guliran ibu jarinya menyentuh layar. "Daebak," ucap Gangika memuji. Manik matanya berbinar menatap wajah Sauna. "Lo harus siap-siap, Na. Jangan buat dia menunggu," titah Gangika masih menatap Sauna. "Emang isi pesannya apaan?" Harson penasaran. Berbeda pula dengan Ryung, ada kekecewaan dari ekspresi wajahnya tanpa ada yang tahu. "Dia bilang jam tujuh nanti mau ketemu sama Sauna di restoran The Ritz." Senyum Gangika tak sedikit pun menyurut. "Wow ... tempat mahal itu bok. Anak orang kaya Ka?" tanya Harson lagi. "Memang ... dia itu teman bisnis abang gue, gaes. Dia salah satu pemegang perusahan di Cakrawala Group. Pemilik saham terbesar produsen minyak sawit, dia juga memiliki saham dalam perusahan properti, pertambangan, dan batu bara." Dengan ekspresi memuji, Gangika tampak penuh semangat luar biasa. "Kenapa bukan sama lo aja dikenalkan, Ka? Lo 'kan juga jomlo," ucap Ryung. "Gue nggak mau sama cowok kakulah, nggak suka gue. Dia cocok sama Sauna karena jarang bergaul," balas Gangika lagi. "Asal baiklah. Awas aja dia berani nyakitin Sauna, gue merontokkan giginya," balas Harson penuh ancaman. Sauna tersenyum mendengar ucapan Harson barusan, sahabat-sahabatnya mengkhawatirkan dia seperti biasa. Gadis berumur dua puluh enam tahun itu, memang paling mudah di antara ketiga sahabatnya. Jadi, mereka menganggap Sauna adalah adik kecil. "Bagaimana denganmu, Na?" tanya Ryung ingin mendengar pendapat Sauna. "Gue ingin coba, Kak Ry. Karena, sudah cukup dua tahun hati gue menderita karena lelaki bangcat itu. Kasihan si gue sama hati ini, Kak. Gue pengen menutupi luka yang telah lama tergoreskan. Gue juga pengen punya pendamping hidup, meskipun rasanya gue takut dapat laki-lagi kayak papa sama Lucky. Gue dicampakkan," lirihnya jujur. "Kalau begitu ... temui dia nanti. Gue yang antar lo ke sana." Ryung menawarkan diri walaupun sebenarnya dia enggan. Sauna melipat kedua telapak tangannya merasa bersyukur. "Makasih, Kak Ryu. Kakak emang paling baik di antara mereka berdua." "Sial," gumam Harson gak terima. Gangika cuma geleng-geleng kepala. Sudah biasa hal begituan terjadi di antara mereka. *** Sauna terlihat sangat cantik setelah Gangika memoles sedikit make-up di wajahnya. Hanya sedikit polesan agar terkesan natural. Ryung juga mengingatkan Gangika, lelaki itu mengatakan kalau Sauna memang sudah terlahir cantik. Berbeda dengan Gangika yang harus memoles banyak make-up untuk menutupi bekas jerawatnya. Mengenakan dress putih bermotif bunga bordiran yang dipinjamkan oleh Gangika untuk Sauna, dia semakin terlihat menawan. Sejujurnya, gadis itu sangatlah risih mengenakan dress. Dia jarang terlihat mengenakan pakaian terusan itu, karena kelakuannya yang absurd. Sauna itu paling suka mengenakan celana jeans dan atasan kaus, merasa lebih nyaman. Begitulah hidupnya setelah meninggalkan sang papa karena menikah lagi. "Pegangan yang erat, Na," kata Ryung ketika ia mengemudikan motor besarnya yang diberikan nama si Badai. Mereka membelah keramaian kota Jakarta. Sauna menurut, ia sudah menganggap Ryung sebagai kakaknya, karena umur mereka terpaut empat tahun. Mereka kini berada di jalanan Ibu Kota menuju ke lokasi yang telah ditentukan. Hanya butuh dua puluh menit, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Perlahan-lahan Sauna turun dari atas motor besar Ryung, dengan memegang pundak lelaki tersebut. Melepas helm yang menutupi kepala, ia pun memberikannya ke Ryung. "Rapikan rambutmu." Sauna bergeser ke arah kaca spion motor. Ia pun merapikan surai rambut yang berantakan karena angin dan helm. "Sudah ... makasih ya, Kak," balasnya menatap Ryung. Lelaki itu sempat menopang dagu di atas tangki minyak motor sambil menikmati pemandangan wajah Sauna yang gak pernah bosan baginya. Kini, ia menarik tubuh dan duduk dengan benar. Tangan Ryung menjulur ke arah beberapa sulur anak rambut Sauna, ia merapikan poni. "Jika lo bahagia, gue juga ikut bahagia, Na." Menurunkan tangan dan menarik kedua sudut bibirnya. Sauna mengangguk, "makasih, Kak. Kalau gitu, gue ke dalam dulu. Kakak hati-hati di jalan. Byeeee ...." Sauna berlari ke arah pintu masuk dengan kencang. Ryung yang melihat itu pun tersenyum seraya menggeleng kepala. "Dia memang gak pernah berubah, meskipun yang dia kenakan itu baju terusan," gumam Ryung merasa geli sebelum ia kembali melajukan motornya. "Untuk berapa orang, Mba?" tanya karyawan staff yang berada di depan pintu. "Agh, sa-saya mau bertemu dengan Horizon Cakrawala, Mba. Katanya sih, uda di reservasi." Staff itu melihat buku tamu lebih dulu, dan kemudian tersenyum. "Silahkan masuk, Mba. Saya antar ke meja," ajaknya dengan sopan. Sauna mengangguk juga tersenyum, "baik, Mba." Sampai di meja bertuliskan VIP, Sauna diminta untuk menunggu kedatangan tamu yang memesan meja tersebut. Sauna juga diberikan buku menu seperti yang diminta oleh si pemesan, apabila Sauna lebih dulu datang. "Mba, Mba, tunggu sebentar," cegah Sauna saat staff tersebut hendak meninggalkannya. "Iya, Mbak, ada yang bisa saya bantu?" Sauna melirik ke arah sekitarnya sambil menjulurkan jari telunjuk, "apa memang sepi begini ya, Mba?" Staff wanita tersebut menggantung senyum, "nggak kok, Mba. Restoran ini memang direservasi penuh sama Tuan Horizon Cakrawala." "Benarkah?" tanyanya kaget. "Iya, Mba. Apakah ada lagi yang perlu saya bantu?" Masih dalam situasi kaget, kepala Sauna menggeleng pelan. "Nggak, Mba." "Dia sebenarnya siapa?" Hati Sauna bertanya-tanya tanpa sadar sosok lelaki yang mereka bicarakan tadi, berada di belakang Sauna dan meminta si Mba untuk tidak memberitahu tentang kehadirannya. "Nama saya, Horizon Cakrawala," sautnya dan berdiri tepat di depan Sauna. Lelaki itu tanpa basa-basi menarik salah satu kursi dari sisi meja, tepatnya di depan Sauna. Ia melipat tangan di atas d**a, memperhatikan Sauna tanpa canggung. Gadis itu pun berubah menjadi patung, saat lirikan maut dari Horizon mampu mematikannya seketika. "Jangan memperhatikanku seperti itu, kau bisa mati beneran," cetusnya dengan suara datar. Sauna membuang napas dan mencoba rileks. "Baiklah, aku paling gak suka berbasa-basi. Langsung saja ke inti tujuan kita. Aku mau kau menikah denganku," ucap Horizon dengan lantang dan tegas. "Apa???" "Menikahlah denganku." Bersambung. Hai, selamat datang di karya keduaku yang ada di sini. Jangan lupa tekan love dan tinggalkan komentar. Follow Igku @_putritritrii.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD