BAB 10 – TARIAN DI ATAS API
Malam semakin larut, tetapi suasana di La Vienne justru semakin intens. Para tamu masih asyik berbincang dalam lingkaran sosial mereka, tetapi bagi Marco Maxdev dan Lovania Valley, dunia di sekitar mereka seolah menghilang.
Di dalam ruangan ballroom kapal pesiar, cahaya temaram dari lampu kristal memantulkan kemewahan di setiap sudut. Alunan musik klasik menggema lembut, menciptakan atmosfer elegan yang berpadu dengan ketegangan tak kasat mata di antara mereka.
Marco berdiri di dekat bar, menikmati segelas Macallan 1926—whisky yang langka dan eksklusif. Matanya tetap terkunci pada satu titik di tengah ballroom: Lovania Valley.
Wanita itu, dengan gaun beludru merah tua yang membalut tubuhnya dengan sempurna, terlihat seperti mahakarya yang lahir dari hasrat dan misteri. Siluetnya begitu anggun, tetapi auranya membawa sesuatu yang lebih dari sekadar keindahan—sebuah ancaman yang halus namun memabukkan.
Ketika musik berganti menjadi nada yang lebih dalam dan menghanyutkan, Marco akhirnya bergerak. Langkahnya stabil, penuh kendali, sebelum akhirnya dia berhenti tepat di depan Lovania.
Tanpa mengatakan apa pun, Marco mengulurkan tangannya—bukan sebuah permintaan, tetapi lebih kepada panggilan yang tidak bisa ditolak.
Lovania menatap tangannya selama beberapa detik, sebelum akhirnya menyelipkan jemari rampingnya ke dalam genggaman Marco. Hangat. Kokoh. Mengendalikan.
Dan ketika mereka melangkah ke lantai dansa, dunia terasa seakan hanya milik mereka.
Tarian yang Mematikan
Langkah mereka menyatu dengan musik—harmonis tetapi penuh permainan tersembunyi.
Marco menarik Lovania lebih dekat, hingga tubuh mereka hampir tidak menyisakan ruang. Nafasnya hangat di dekat pelipisnya, tetapi Lovania tidak mundur—dia menerima tantangan itu dengan elegan.
Lovania: (Suaranya nyaris berbisik, tetapi membawa ketegasan yang tidak bisa diabaikan)
"Anda selalu punya cara untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan, bukan?"
Marco tersenyum kecil, matanya berkilat dengan sesuatu yang sulit ditebak.
Marco: (Mengencangkan genggamannya di pinggang Lovania sedikit lebih kuat)
"Selalu, sayang. Tapi Anda berbeda. Anda membuat saya harus berusaha lebih keras."
Lovania tertawa pelan, tetapi ada sesuatu di balik tawanya—sebuah permainan yang dia nikmati.
Lovania: (Mengangkat dagunya sedikit, menatap Marco dengan tatapan yang memancing)
"Mungkin karena saya bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan mudah, Tuan Maxdev."
Marco mendekat, hampir menyentuh bibirnya ke pelipis Lovania saat dia berbisik.
Marco: (Suaranya rendah, seperti racun yang manis dan memikat)
"Saya tidak tertarik membeli Anda. Saya lebih tertarik menaklukkan Anda."
Lovania menarik napas pelan, tetapi tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan. Sebaliknya, dia justru membiarkan jemarinya meluncur perlahan di bahu Marco, menciptakan ketegangan yang semakin menggoda.
Lovania: (Mendekatkan wajahnya sedikit ke leher Marco, membiarkan suaranya hanya menjadi milik pria itu saja)
"Dan jika saya tidak bisa ditaklukkan?"
Marco berhenti bergerak untuk sesaat, membiarkan waktu menggantung di antara mereka.
Lalu, dia tersenyum kecil sebelum berbisik tepat di telinga Lovania.
Marco: (Dengan nada lembut yang berbahaya)
"Maka saya akan terus mencoba, Miss Valley. Sampai Anda berhenti melawan."
Sebuah Malam yang Berakhir dengan Janji
Tarian mereka berakhir ketika musik mencapai nadanya yang terakhir, tetapi ketegangan yang mereka bangun tidak hilang begitu saja.
Marco masih menggenggam tangan Lovania ketika dia berkata dengan nada rendah yang penuh makna.
Marco: (Menatap Lovania dalam-dalam, seolah menelanjangi pikirannya)
"Anda akan datang ke Santorini bersamaku, bukan?"
Lovania menarik tangannya dengan anggun, lalu menatap Marco dengan mata yang penuh teka-teki.
Lovania: (Dengan senyum tipis yang penuh misteri)
"Saya belum mengatakan ya."
Marco menyeringai, tetapi tidak ada tanda frustrasi di sana—hanya kesabaran seorang pria yang terbiasa mendapatkan apa yang dia inginkan.
Marco: (Dengan nada menggoda yang berbahaya)
"Tapi Anda juga belum mengatakan tidak, sayang."
Lovania tidak menjawab. Dia hanya melangkah mundur perlahan, membiarkan gaunnya melayang ringan saat dia pergi meninggalkan ballroom.
Tetapi sebelum menghilang sepenuhnya dari pandangan, dia menoleh sekali lagi, memberikan satu tatapan terakhir yang cukup untuk membuat Marco tersenyum penuh arti.
Permainan ini baru saja dimulai.