Rasa Penasaran

1137 Words
Malam ini, Grazilda membongkar semua berkas-berkas penting miliknya. Berharap dengan begini, dia mampu menemukan petunjuk baru. Kartu keluarga yang ia temukan telah ia letakkan dan pisahkan sendiri. Sekarang, dia berharap entah bagaimana mampu menemukan foto, berkas lain, atau apa pun yang bisa membuktikan jika ia pernah menikah di masa lalu. Namun, satu jam setelah ia mengobrak-abrik semua berkas, tak ada petunjuk apa pun. Tak ada foto dia bersama dengan lelaki asing, surat nikah, ktp lama, atau apa pun itu. Bahkan tak ada foto tentang putranya-Grazilda telah berasumsi Felix putanya, andai itu benar-. Semuanya nihil. Kartu keluarga ini hanya menjadi petunjuk tunggal. Grazilda kembali menggenggam kartu copian ini, membiarkan pikirannya bertanya-tanya lebih banyak lagi. Satu demi satu pertanyaan yang ia lontarkan, semakin sulit mencari jawabannya. Sekarang, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah menghubungi Kevano. Dia ingin memastikan apakah Kevano tahu tentang latar belakangnya. Mungkinkah Kevano tahu sesuatu yang terjadi di masa lalu? Grazilda ingat. Kevano menjelaskan hubungan mereka telah terbentuk selama tiga tahun. Itu artinya, kemungkinan besar Kevano tahu semua kisah hidupnya, bukan? Hanya saja, kenapa lelaki itu tak pernah sekali pun mengungkapkan jika Grazilda pernah menikah? Mungkinkah Kevano menutupi sesuatu? Atau dia memang tak tahu karena Grazilda menyembunyikan kenyataan ini sebelumnya? Grazilda mengambil ponsel miliknya, memilih menghubungi Kevano dan menuntaskan rasa penasaran. Dia harus memastikannya secara langsung. "Sayang, ada apa?" tanya Kevano dari sebereng. Ada keterkejutan di nada suaranya. Semenjak kecelakaan yang membuat Grazilda kehilangan sebagian ingatannya, wanita itu jarang menghubungi Kevano. Grazilda perlahan-lahan membentuk suatu tembok yang sangat sulit untuk Kevano tembus. Sikap dan kehangatannya berubah drastis. "Maaf, ganggu, Kev. Aku cuma … ehm. Penasaran dengan sedikit masa laluku. Siapa tahu kamu bisa memberikan informasi tambahan." Grazilda berkata pelan, suaranya terdengat halus dan lembut. Terdengar desahan berat dari seberang sana. Kevano mampu menangkap keragu-raguan yang Grazilda miliki. Berkali-kali Kevano mengatakan kapan pun wanita itu butuh informasi, atau pun semacamnya, Kevano lebih dari siap sedia membantunya. Agaknya, wanita tersebut masih memiliki batasan dan terdengar enggan. "Kan sudah aku bilang. Kapan pun kamu perlu aku, untuk membantu apa pun, bilang saja!" Kevano menjelaskan. Selain Kevano, memang ada beberapa teman Grazilda yang menjenguknya secara berkala. Teman-teman yang sebelum kecelakaan bekerja bersamanya. Ayuk dan Tere. Hanya saja, mereka semua tak terlalu mengetahui informasi masa lalu Grazilda karena mereka baru satu setengah tahun saling mengenal. Kevano-lah seharusnya menjadi orang yang paling mengetahui latar belakang Grazilda. "Aku mau tanya, Kev. Apakah mungkin di masa lalu aku pernah membentuk suatu hubungan serius dengan lekaki lain? Apakah aku pernah cerita sama kamu?" Grazilda memastikan. Dia menatap copian kartu keluarga di tangan kanan, menatap pada nama lelaki yang tertera sebagai suaminya dulu. Jefri. Lelaki itu bernama Jefri. "Tidak. Kamu hanya memiliki satu atau dua mantan yang hanya bermain-main dan tidak serius. Maksudku, kalian haya sekadar have fun, nggak lebih. Aku orang pertama yang serius sama kamu, Graz!" kata Kevano, suaranya meyakinkan. "Kamu yakin?" tanya Grazilda, mendengar Kevano menjawabnya tanpa berpikir panjang. Mungkinkah itu artinya Kevano tidak tahu tentang masalah ini? Atau dia menyembunyikan fakta tersebut dari Grazilda. Melihat kepribadian Kevano yang lembut dan penuh pengertian, berbohong bukanlah karakter Kevano yang sebenarnya. Lelaki itu sangat dewasa dan sabar. Mustahil dia menutupi fakta penting. "Sangat." "Jadi nggak ada mantan tunangan, mantan suami, atau semacamnya, ya?" Grazilda menekankan pertanyaanya. "Tidak, Graz. Atau jika memang ada, itu artinya kamu ada ketidakjujuran sama aku selama ini. Karena aku sama sekali nggak pernah denger kamu cerita semua itu sejak awal hubungan kita ada. Aku tahu kamu bukan wanita yang kayak gitu, nggak mungkinlah kamu menyembunyikan fakta-fakta penting seperti itu dariku, kan? Jadi, sesuai dengan pengetahuanku, aku satu-satunya laki-laki yang serius sana kamu, Graz. Belum ada yang lain!" Kevano menjelaskan dengan sabar. Sepertinya dia mulai paham kekhawatiran Grazilda. Wajar bagi wanita yang tak memiliki ingatan masa lalunya, mulai mengorek-orek informasi tentang dirinya sendiri. "Makasih ya, Kev!" Grazilda berkata pelan. Sepertinya di masa lalu, entah bagaimana, dirinya memutuskan untuk tidak memberitahu kenyataan ini pada calon suaminya sendiri. Kevano tidak mungkin berbohong. Berarti Grazilda yang telah menutupi fakta. Hanya saja, kenapa dirinya menutupi hal yang amat penting? Bukankah hubungan yang sehat seharusnya memiliki keterbukaan pada kedua belah pihak? Kevano adalah lelaki yang pengertian dan berpikiran terbuka. Dari komunikasi yang mereka lakukan, Grazilda menyimpulkan Kevano sangat dewasa menyikapi banyak masalah. Pertanyaannya adalah, kenapa Grazilda menyembunyikan kenyataan masa lalunya yang pernah menikah? Mungkinkah di sana ada sebuah rahasia tersendiri? Tindakan itu pastinya memiliki alasan kuat. Grazilda hanya bisa meraba-raba dirinya sendiri dan alasan dari setiap keputusan yang ia ambil di masa lalu. "Kenapa? Apakah kamu mendapatkan ingatan tentang seseorang atau semacamnya?" tanya Kevano serius. Suaranya berbalut kepedihan. Grazilda menggigit bibir, lagi-lagi merasakan hantaman rasa bersalah. Apakah hubungan ini adil bagi Kevano? Di saat lelaki itu tetap berdiri di sisinya, meraih Grazilda kembali tanpa putus asa, mencoba menyempurnakan cerita mereka, tetapi Grazilda justru mengulik tentang masalah lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan Kevano. "Tidak, Kev. Aku … cuma bertanya-tanya karena semua yang aku ingat hanya kekosongan dan kehampaan. Maaf, ya!" Grazilda hampir berbisik. Suaranya rendah, menunjukkan ketidakberdayaan. Satu kesimpulan yang ia kini dapatkan. Kevano tidak mengetahui tentang semua ini. Jika Grazilda harus mencari tahu, maka ia akan mencari tahu semuanya seorang diri. Kevano jelas orang yang berada di luar lingkaran. Seseorang yang tak tahu apa-apa. "It's oke. Kamu baik-baik aja, kan?" "Baik. Aku baik. Udah dulu ya, Kev. Trims buat infonya!" Grazilda memutuskan sambungan begitu saja. Dia lagi-lagi menatap kertas di tangannya, merasa semua ini menjadi teka-teki terbesar. Di bagian atas kartu keluarga, ada bagian alamat secara detail. Mata Grazilda menyipit lama. Dia menimbang-nimbang pilihan yang akan ia lakukan. Apakah bijaksana jika ia mendatangi alamat rumah tersebut? Mungkin tidak terlalu bijaksana. Orang yang tertera sebagai kepala keluarga yang namanya bersisian dengan dirinya, kemungkinan hanyalah masa lalu. Masa lalu yang tak seharusnya ia kulik lagi. Namun, Grazilda hanya ingin mengetahui tentang dirinya sendiri. Dia ingin tahu kisah masa lalu. Dia ingin menutupi semua kehampaan besar yang ia miliki. Singkat kata, ia butuh sebuah jawaban. Grazilda mengamati alamat yang tertera. Kelapa Gading. Tak terlalu jauh. Dari Kemayoran ke Kelapa Gading, tak butuh waktu satu jam. Jika lalu lintas tidak padat, Grazilda bisa segera ke sana besok. Dia bertekad akan mencari tahu semuanya. Ada sebuah pertanyaan yang menggantung di lubuk hati Grazilda. Setelah kecelakaan dirinya, hanya Kevano dan dua teman Grazilda yang secara konsisten menemani dan membimbing dirinya. Tidak ada satu pun orang dalam masa lalunya. Semua itu menimbulkan sebuah pertanyaan baru. Mungkinkah, hubungan Grazilda dengan lelaki yang pernah berstatus sebagai suami dan putranya tidak terlalu baik? Sehingga komunikasi mereka tak ada sama sekali? Semua itu membuat Grazilda mendesah panjang. Dugaan-dugaan tersebut hanya bisa terjawab setelah dia bertemu dan memastikannya secara langsung. Pikiran Grazilda melayang, merasa kian tak berdaya. Sesulit inikah dia ingin mengetahui identitasnya sendiri? …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD