Tale 19

1100 Words
Setelah sore itu berakhir, aku tak pernah melihat Mr. X lagi. Setiap sore, selalu kutunggu dia di tempat pertama kali kita bertemu. Tetapi dia tak kunjung datang. Ponselnya pun tak bisa dihubungi. Pesan yang aku kirim tidak pernah dibalas. Sampai pada suatu hari, aku memutuskan untuk datang ke perusahaan di ujung jalan. Titik puncak kenekatan yang berani aku lakukan demi laki - laki yang bahkan aku tak tahu namanya. Sebenarnya aku sedikit ragu. Tapi mau bagaimana lagi? Aku harus pergi ke sana. Di depan perusahaan itu, seorang security melarangku masuk. "Kau siapa?" tanyanya. "Maaf, Tuan! Tapi aku datang untuk mencari seseorang." "Siapa itu? Siapa nama orang yang kau cari?" Rasanya jantungku akan segera copot dari lintasannya karena berdetak terlalu cepat. Aku lansung menerjang pintu, berusaha membukanya. Tapi security yang name tag - nya bertuliskan James Shoemaker itu, menghadangku. Tentu saja ia bisa menghentikan aku dengan mudah. Secara ia laki - laki, otomatis memiliki tenaga lebih besar dari pada aku. "Jangan coba - coba, Nona!" "Tapi aku harus bertemu dengannya?" "Siapa nama orang itu? Tinggal jawab saja, kan. Nanti akan aku panggilkan." "Aku tidak tahu namanya. Tapi kami sudah sangat akrab. Lelaki itu tinggi, rapi dan umurnya sekitaran 30 tahunan." "Terlalu banyak orang berciri - ciri seperti itu di sini. Apakah ada ciri - ciri yang lebih spesifik? Lagi pula ada urusan apa gadis SMA sepertimu mencari seseorang di perusahaan besar seperti ini? Apa lagi kau bahkan tak tahu nama orang itu. Ya Tuhan, apa yang harus kukatakan padanya? Otakku benar - benar sulit diajak untuk berpikir saat ini Aku berusaha berpikir keras. Nah, aku tahu, meski ini agak konyol, tapi setidaknya aku sudah berusaha. "Dia punya mobil berlogo kuda emas, mobilnya warna hitam. Aku memang tidak tahu namanya, namun kami cukup dekat, Tuan. Biasanya kami bertemu setiap hari. Tapi beberapa waktu ini dia menghilang tanpa kabar. Tentu saja aku khawatir." Laki - laki itu masih nampak meragukan aku. Tapi sepertinya ia menyimak ceritaku dengan baik. "Ooo ... mungkin yang kau maksud adalah Tuan McAdam. Karena satu - satunya orang di perusahaan ini yang memiliki mobil seperti itu adalah beliau. Tapi aku ragu seseorang sepertinya dekat dengan anak sekolah sepertimu." Tuan McAdam katanya? Apakah itu nama belakangnya? "Apa yang aku katakan, semuanya adalah kenyataan, Tuan. Aku memang tidak punya bukti kedekatan kami. Tapi aku minta tolong untuk menyampaikan padanya bahwa aku mencarinya. Aku yakin dia pasti mengenali aku." Laki - laki itu masih nampak meragukan aku. Tapi ia sepertinya merasa iba kepadaku. "Baik lah. Nanti akan coba aku sampaikan. Tapi Maaf, tidak bisa sekarang. Dia sedang ada rapat besar dengan pada kolega." "Baik, Tuan. Aku ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Tuhan membalas Anda dan keluarga Anda dengan banyak kebaikan. Tolong sampaikan padanya, bahwa Lilyana mencarinya! Kutunggu besok sore di restoran seafood biasanya." "Baik akan kusampaikan." "Terima kasih!" *** Sore hari di restoran seafood, aku menunggu Mr. X - ku. Sudah cukup lama. Padahal ia tidak pernah telat sebelumnya. Apa security perusahaannya lupa tidak menyampaikan pesanku? Atau mungkin Mr. X begitu sibuknya, sehingga tidak ada waktu untuk menemuiku? Tapi tidak mungkin! Mr. X bukan orang seperti itu. Buktinya selama ini ia selalu ada waktu untukku. Setelah hampir satu setengah jam, akhirnya ia datang. Seperti biasa, dengan setelan jas yang rapi. "Lilyana?" Aku bingung, ia sedang bertanya atau menyapa? Tapi untuk apa ia bertanya namaku? Bukannya kami sudah saling mengenal? Aku langsung berdiri dan tersenyum padanya. Kemudian kami duduk berhadapan. "Kemana saja kau, Tuan? Aku rindu padamu!" jujurku. "Hmm ... maaf sebelumnya, Nona! Tapi aku tidak tahu siapa kau. Apa aku pernah mengenalmu?" Aku berjengit mendengar pertanyaan konyolnya. "Jangan bercanda! Itu tidak lucu." "Kau mengingatkanku pada seseorang," ungkapnya lagi. Dahiku mengernyit kali ini. Sebenarnya ia sedang bicara apa, hah? "Bahkan nama kalian pun sama!" Ia kembali mengungkap hal tak masuk akal. "Ini memang aku, Tuan. Lilyana Cruise. Baru beberapa hari kita tidak bertemu, tapi kau sudah melupakan aku?" "Tapi aku memang benar - benar tidak mengenalmu, Nona!" tegasnya. "Dan orang yang aku maksud bukan kau. Namanya Lilyana Carpenter. Bukan Lilyana Cruise. Kalian mirip sekali, seperti pinang dibelah dua." Seketika aku teringat kala aku dan Mr. X pertama bertemu. Ia bertanya apakah namaku adalah Lilyana Carpenter. Aku semakin tidak mengerti dengan situasi ini. Mungkin Mr. X baru megalami kecelakaan atau apa, yang membuatnya mengalami amnesia. "Aku tidak mengerti, Tuan!" "Justru aku yang tidak mengerti!" "Lalu bagaimana dengan hubungan kita selama ini?" "Tapi aku tidak pernah mengenalmu. Melihatmu saja baru kali ini!" "Tidak mungkin!" Kubuang mukaku ke arah berlawanan dengan yang tadi. "Tunggu, apakah orang yang kau maksud itu punya tahi lalat di atas bibir?" tanyanya. Aku berpikir sejenak. Kuingat - ingat sebentar. Iya. Mr. X punya tahi lalat di atas bibir. Tapi kenapa ia malah tanya padaku? Bukannya seharusnya ia lebih tahu tentang keadaan fisiknya sendiri? "Iya!" singkatku. "Ini tidak mungkin! Eugene sudah meninggal 12 tahun yang lalu!" Kalimatnya berhasil membuatku menatapnya kembali. "Aku tidak mengerti!" Mr. X mengeluarkan selembar foto dari dompetnya. Ini benar - benar konyol. Ada dua Mr. X di foto itu. Di tengah - tengah mereka ada seorang gadis yang wajahnya sangat familiar dengan mataku. Gadis itu adalah ... aku sendiri? "Dua belas tahun lalu, ketika aku, Eugene dan Lilyana masih seumuranmu, kami mengadakan perjalanan dengan mobil bertiga. Eugene yang menyetir. Kejadiannya begitu cepat. Kami mengalami kecelakaan. Mobil kami masuk ke dalam laut yang bersebelahan dengan restoran ini. Itu!" Tangan Mr. X menunjuk ke arah pantai. "Sebenarnya aku tidak mau datang ke sini lagi. Tapi setelah mendengar namamu adalah Lilyana, dan mendengar bahwa kau mengajakku bertemu di restoran seafood ini, hatiku kecilku berkata, bahwa aku harus datang. "Mayat Lilyana tidak ditemukan. Diduga ia masuk ke dalam palung sehingga tubuhnya terlempar entah kemana. Aku tidak apa - apa waktu itu. Tapi Eugene sekarat. Dia merasa sangat bersalah padaku dan Lilyana. Bahkan disaat terakhir hidupnya, dia masih menyalahkan dirinya sendiri." Aku tak bisa membendung peluh yang berdesak - desakkan ingin keluar dari mataku. Napasku terasa sesak. Sama sekali tidak bisa menahan tangis. Jadi maksudmu, yang setiap hari kutemui itu ... adalah Eugene?" "Iya. Eugene McAdam. Saudara kembarku." Lelaki itu berdiri meninggalkanku begitu saja tanpa pamit. Di luar sana sudah ada seorang wanita cantik yang menunggu — bisa kutebak, itu adalah kekasih saudara kembar Mr. X. Kubiarkan mereka berlalu dari hadapanku. Mataku tertuju pada laut di sana. Aku melihat seorang wanita yang mirip sekali denganku. Mengambang di atas lautan bersama seorang lelaki. Lelaki itu, Mr. X ku. Arwah Eugene McAdam. Mereka tersenyum menatapku. Tangisanku semakin menjadi di dalam restoran ini. Tidak peduli pemikiran orang terhadapku. Perasaanku tidak keruan, antara sedih, takut, patah hati, dan banyak lagi. Kenapa mereka mempermainkanku seperti ini? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD