Ayla melangkah perlahan ke dalam kamar itu. Ia bersyukur karena kini Jodi sudah diperbolehkan untuk dijenguk. Meski hanya maksimal 10 menit per orang, harus sendirian, tidak boleh masuk bersama-sama.
Ayla duduk di sebuah kursi dengan sandaran yang tersedia. Masih merasa sedih tiap kali melihat kondisi Jodi seperti itu. Sudah tiga hari, tapi Jodi masih tetap tidur dengan nyenyak.
Ayla menatap tangan kurus Jodi yang tersemat jarum infus di sana. Ayla ragu, tapi ia memberanikan diri untuk mulai menyentuh tangan Jodi. Dan mulai menggenggam dengan erat.
Napas Ayla seketika sesak. Membayangkan betapa sulit kehidupan Jodi semala ini. Ayla berjanji, apa pun yang terjadi, Jodi tidak akan pernah kesepian lagi setelah ini. Ayla berjanji, ia tidak akan malu lagi untuk menunjukkan perhatian pada Jodi. Tak peduli Jodi akan membalas perasaannya atau tidak, Ayla hanya akan melimpahkan banyak perhatian pada Jodi. Supaya temannya itu tidak merasa kesepian lagi.
Supaya Jodi tidak merasa sendirian. Karena ia merasa diperhatikan meski itu dilakukan oleh orang yang bisa jadi kurang penting dal hidup Jodi.
"Jod ... ayo dong bangun. Nggak cape apa tidur terus? Ayo bangun, kasihan Mbah Jum. Beliau sedih banget tahu keadaan lo begini. Nggak cuman Mbah Jum, gue juga sedih. Fariz, Iput, Pak Muklas, Mr. Bagie, Pak Irwan. Semuanya mau lo segera sadar, dan segera sehat kembali."
Ayla masih menggenggam erat jemari Jodi. Ia perhatikan jemari kurus nan lentik yang ia genggam. Kontras sekali dengan jarinya sendiri yang pendek dan gemuk-gemuk.
"Jod, kata dokter Dayanti, kalau sampai besok lo belum sadar juga, katanya lo harus mulai sering diganti posisinya. Kadang miring kanan. Kadang miring kiri. Pokoknya nggak boleh terlentang terus. Katanya biar lo nggak mengalami ulkus dekubitus. Yang luka akibat berbaring di posisi yang sama itu lho. Karena aliran darah di bagian yang nempel ke ranjang, jadi nggak lancar sebab tertekan terus. Akhirnya perlahan mengalami pembusukan. Serem banget, ya. Makanya lo buruan bangun. Biar nggak kayak begitu."
Selain memperhatikan telapak tangan Jodi, Ayla juga memperhatikan piyama Jodi yang ternyata kancingnya ada yang tidak terpasang dengan tepat. Kancing kedua dari atas, justru ditautkan dengan lubang kancing pertama.
Ayla pun tergerak untuk segera membenarkan posisi kancing tersebut. Perhatian Ayla berlanjut, menuju ke bagian atas. Menatap bagian leher Jodi, hingga ke wajah.
Di saat itu lah, kedua mata Ayla langsung membulat saking terkejutnya. Karena ternyata, Jodi juga sedang menatapnya. Ayla bahkan bisa melihat senyuman tipis di balik masker oksigennya.
Ayla seketika menunduk dalam. Wajahnya terasa panas. Ia berusaha menutupi wajahnya yang pasti telah berubah warna menjadi semerah lobster rebus.
"A-Alhamdulillah ya Allah ... Jodi ... kamu akhirnya sadar juga." Ayla langsung mengungkapkan rasa syukurnya, meskipun masih dengan menunduk dalam.
Tak bisa dipungkiri, Ayla benar-benar bahagia karena Jodi akhirnya sadar. Ia benar-benar bersyukur karena doanya dan doa-doa orang yang menyayangi Jodi, akhirnya terkabul.
"Apa yang lo rasain sekarang, hm?" Ayla coba menepati janjinya pada diri sendiri dan pada Jodi, untuk lebih aktif menunjukkan perhatian. Meskipun rasanya masih canggung, dan didominasi rasa malu. "Sebentar ya, biar gue panggil dulu dokter Dayanti, supaya segera periksa kondisi lo."
Ayla bergegas berbalik dan bersiap untuk berlari pergi. Tapi langkahnya terhenti, karena Jodi meraih tangan Ayla. Ayla yang salah tingkah segera menoleh.
"K-kenapa Jodi? Bentar, gue harus panggil dokter Dayanti."
Jodi lagi-lagi tersenyum. Sebelah tangannya masih menahan tangan Ayla. Satu tangannya lagi, sedang menyentuh bagian masker, dan mulai membukanya.
"Lho, jangan dibuka, Jod. Setidaknya tunggu dokter Dayanti dulu!"
Jodi masih tersenyum tipis. "It's okay. Lo mau ke mana? Kalau mau panggil dokter Dayanti, langsung pencet ini aja." Suara Jodi masih terdengar begitu serak dan parau. Volumenya juga sangat rendah.
Malu yang Ayla rasakan kini dobel. Karena kini ia juga malu akibat lupa jika ada tombol emergency yang bisa langsung ia tekan.
Untungnya otak Ayla tetap berfungsi dengan baik di tengah kepanikan.
"Uhm ... kalau gitu, gue mau kasih tahu Mbah Jum. Mbah Jum pasti bahagia banget tahu lo udah sadar." Ayla bergegas menekan tombol emergency. "Bentar ya, gue keluar dulu buat kasih tahu Mbah Jum!"
Ayla berlari dengan cepat karena sudah tidak tahan lagi dengan rasa malunya sendiri. Astaga. Ayla merasa sangat bodoh. Namun rasa bahagianya lebih dominan.
Ayla keluar dari ICU bahkan lupa belum melepas APD yang ia kenakan.
Mbah Jum yang awalnya duduk santai di tikar, langsung berdiri menghampiri Ayla. Takut jika ternyata terjadi sesuatu m akibat Ayla yang sangat terburu-buru.
"Ada apa, Nak Ayla?" tanya Mbah Jum.
Ayla menarik napas dalam, berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Alhamdulillah Mbah Jum. Jodi sudah sadar!" Ayla langsung menyampaikan kabar bahagia itu.
"Mas Iyaz sudah sadar?" Mbah Jum seakan tak percaya.
Ayla mengangguk. "Iya, Mbah Jum. Bener!"
"Masya Allah ... Alhamdulillah. Ya udah, ayo kita panggil dokter Dayanti sekarang!"
Ayla menggeleng. "Sudah aku panggil pakai tombol emergency, Mbah. Sebentar lagi pasti dokter Dayanti udah datang."
Benar yang diucapkan oleh Ayla, karena hanya selang sebentar setelah Ayla berkata demikian, terdengar derap langkah yang lumayan banyak.
Dari ujung lorong, terluka dokter Dayanti yang berlari kencang, bersama dengan beberapa perawat.
Tak butuh waktu lama hingga dokter Dayanti akhirnya sampai di ICU.
"Apa yang terjadi?" tanya dokter Dayanti. Raut wajah dokter Dayanti tampak begitu panik, takut terjadi apa-apa pada Jodi.
"Alhamdulillah Jodi sudah sadar, Dok." Ayla buru-buru menjawab karena tidak ingin ada kesalah pahaman tentang kondisi Jodi dan sebab kenapa tombol emergency ditekan.
"Jodi sadar?" Dokter Dayanti pun tampak begitu senang sekaligus bahagia.
Ayla mengangguk seraya tersenyum.
Dokter Dayanti pun segera masuk ke ICU setelahnya. Beserta para perawat juga. Semuanya tampak begitu senang karena Jodi akhirnya sadar.
Mereka bergegas masuk untuk memeriksa keadaan Jodi terlebih dahulu. Sementara Ayla dan Mbah Jum menunggu dengan sabar di luar.
***
Jodi dipindahkan ke ruang rawat setelah pemeriksaan selesai. Perawat sedang mempersiapkan kamar untuknya. Jadi Jodi masih harus menunggu dulu sebentar. Bedanya kini Mbah Jum dan Ayla bisa masuk bersamaan untuk menemani sang bos muda.
Mbah Jum tak kuasa menahan harunya. Sekaligus rasa rindu yang tak tertahankan lagi. Rasa trauma ketika menemukan Jodi dalam keadaan tak sadar di lantai dengan genangan darah, membuat perasaan Mbah Jum semakin tak keruan.
Wanita itu langsung memeluk Jodi dengan begitu erat. Ayla menatap dengan ikut terharu. Jodi turut memeluk sang pengasuh yang bahkan sudah ia anggap sebagai neneknya sendiri.
"Mas Iyaz, alhamdulillah Mas Iyaz sudah sadar. Mbah Jum minta tolong. Tolong jangan rahasiakan apa pun rahasiakan apa pun lagi setelah ini. Mbah Jum sedih sekali karena baru tahu Mas Iyaz sakit belakangan. Mbah Jum jadi merasa sudah gagal merawat Mas Iyaz. Setelah ini, Mbah Jum janji akan selalu mendampingi Mas Iyaz untuk melakukan pengobatan. Mbah Jum akan di samping Mas Iyaz terus, sampai Mas Iyaz sembuh."
Jodi tak menjawab apa pun. Ia hanya mengusap-usap punggung Mbah Jum, sembari menahan dirinya supaya tidak menangis.
Ayla bahkan sudah beberapa kali menghapus air matanya yang menetes begitu saja.
Jodi akhirnya siap untuk mulai menjawab ucapan Mbah Jum. "Aku ... minta maaf, Mbah." Ia teringat pagi itu sebenarnya ia sudah nyaris menceritakan pada Mbah Jum semuanya.
Tapi Mbah Jum memilih untuk mengantar Jayadi dan Maharani pergi dulu. Ngomong-ngomong soal kedua orang tuanya itu ... mereka sama sekali tidak nampak. Jodi tak berani berandai-andai. Juga tak mau bertanya apa-apa. Takut jika jawaban yang akan Mbah Jum dan Alila berikan, membuatnya kecewa. Lantas kemudian itu akan kembali memperburuk kondisinya.
"Makasih ya, Mbah. Udah selalu ada buat aku. Maaf karena selama ini aku cuma bisa nyusahin."
"Jangan ngomong gitu. Mas Iyaz nggak pernah nyusahin siapa pun. Tolong janji aja. Jangan rahasiakan apa pun lagi mulai sekarang."
Jodi tersenyum bersamaan dengan air matanya yang lolos menuruni pelipisnya. "Aku janji, Mbah."
Mereka kembali berpelukan dengan erat. Ayla masih menatap dengan penuh haru, namun juga tersungging senyum manis di wajahnya.
***
Pagi-pagi buta. Bahkan Matahari pun belum terbit. Ayla sudah sampai di koridor Rumah Sakit Medika Mulya. Seperti biasa langkahnya selalu terburu-buru. Ditentengnya seperangkat rantang berisi tahu fantasy dengan hiasan telur puyuh rebus dan taburan black paper di atasnya.
Semalaman suntuk Ayla membuat tahu fantasi itu dengan tangannya sendiri, ditambah bumbu cinta yang tulus dari dasar hati yang paling dalam. Dibela-belain tidak tidur, hanya untuk membuatnya. Sebenarnya tahu fantasy itu hanya lah tahu fantasy biasa.
Bahan-bahannya juga sama dengan tahu fantasi yang dijual di pasaran. Atau mungkin buatan Ayla ini justru tidak pas sesuai aturan Undang-undang membuat tahu fantasy. Ada yang kurang dan ada yang lebih. Sehingga membuat rasanya hambar atau malah terlalu pekat. Dan bentuknya juga tidak beraturan. Ada yang besar, ada yang kecil. Ada yang bulat, ada yang lonjong.
Yang membuat tahu fantasi itu spesial adalah, kerja keras dan juga niat besar yang tertanam dalam hati membuatnya. Ia bahkan menolak bantuan dari Bunda. Pokoknya ia ingin benar-benar menangani tahu fantasinya dari 0 sampai 100%. Karena tahu fantasi itu memang akan Ayla khususkan bagi seseorang yang spesial pula.
Well, tahu fantasi itu tak lain dan tak bukan adalah dibuatkan Ayla, khususon ila Pangeran Jordiaz Putra Aditya, yang konon katanya sedang mogok makan. Bukan karena sedang ngambek atau mual karena obat, tapi karena memang dia sedang kehilangan selera makan tingkat tinggi. Oleh karena itu, dayang Ayla Kalista Ibrahim segera berinisiatif untuk membuatkan pangeran makanan favoritnya. Mungkin dengan begitu, impiannya untuk menjadi pendamping putra mahkota akan tercapai.
Makanan favorit Jodi adalah tahu isi bihun. Sementara tahu fantasi ini adalah bihun dan tahu yang dicampur dengan telur ayam. Kemudian masih diberi toping telur puyuh. Versi lain dari tahu isi, dengan gizi yang lebih lengkap.
Siapa tahu setelah dibuatkan tahu fantasy special penuh cinta itu, Jodi jadi mau makan. Ya ,.. namanya juga Jodi. He always loves tahu isi.
Well, ini memang bukan tahu isi. Tapi kan tahu isi sama tahu fantasi itu sama aja. Soalnya sama-sama didominasi oleh tahu, mie dan juga sayuran. Cuman cara mengolahnya saja yang yang beda? Bumbunya juga sama. Malah kalo menurut Ayla, lebih enak tahu fantasy karena paduannya lebih merata. Kalo tahu isi kan, mie di dalam tahu di luar, rasanya jadi kurang seimbang.
Kembali pada cerita Ayla yang sedang dalam perjalanan ke kamar rawat Jodi. Seperti Kebiasaan. Setiap akan bertemu dengan Jodi, debar jantung Ayla selalu cepat, selalu begitu. Dan satu lagi fakta terungkap. Ayla baru sadar bahwa sekarang ini masih terlalu pagi. Jangankan untuk menjenguk kerabat di rumah sakit, untuk pergi ke pasar saja masih terlalu pagi. Eh ... bukan deng. Petang. Terlalu petang.
Suara-suara pujian itu terlantun keras. Pujian-pujian yang selalu terlantun dari kaset saat adzan subuh akan berkumandang. Saking kerasnya suara pujian itu hingga terdengar sampai ke koridor bagian dalam. Maklum lah, masjidnya kan berada tepat di depan Rumah Sakit.
Pikiran-pikiran negative mulai memenuhi benak Ayla. Bisa-bisanya ia langsung berangkat setelah selesai memasak. Ia bahkan belum sholat subuh. Astaga ... kenapa ia bisa segila ini?
'Gimana nanti kalo Jodi masih tidur?'
'Gimana nanti kalo seandainya Iput dan Fariz yang ada di sana? Bisa habis gue dikatain sama mereka.'
'Gimana kalo para suster yang sedang jaga mengusirnya karena dianggap mengganggu istirahat pasien?'
'Gimana kalo justru Jodi sendiri yang mengusirnya karena menganggap Ila yang datang ini adalah jadi-jadian. Maksudnya, ada kuntilanak, kalong wewe, wewe gombel, sundel bolong atau kawan-kwan mereka yang lain, sedang menyerupai wujud Ayla karena mereka kesengsem sama kegantengannya? '
Berbagai perang Ayla dengan hati dan pikirannya sendiri. Membuat gadis itu jadi sering stress sendiri.
Langkah kaki Ayla masih aktif menuju ke kamar Jodi. Ah, masa bodoh lah. Palingan Jodi dam siapa pun yang menungguinya masih tidur pulas. Nanti Ayla akan meletakkan saja dulu tahu fantasi nya di meja. Kemudian ia tinggal sholat dulu.
Ayla memutar knop pintu nan dingin. Terbuka lah sudah pintu putih dengan hiasan papan nomor kamar. Daun pintunya dingin sekali. Sedingin tangan Ayla yang basah saking groginya.
Sayangnya, ternyata semua tidak seperti yang Ayla bayangkan. Ia pikir Jodi masih tidur. Ternyata ia sudah bangun. Leganya, tidak ada orang yang sedang menungguinya.
Saat Ayla masuk, Jodi tidak melihat kedatangannya. Maklum, dirinya itu sedang asik memainkan ponselnya. Kamar itu terlihat gelap karena lampu memang dimatikan. Sumber pencahayaan hanya berasal dari ponsel Jodi.
Jodi sepertinya terlalu asyik bermain ponsel. Sampai-sampai sama sekali tak menyadari kalau ada orang masuk ke dalam kamarnya.
"Lo sendirian aja, Jod?" tanya Ayla kemudian, sengaja, supaya empunya kamar segera sadar jika ia tidak lagi sendiri di kamar ini.
Jodi pun langsung berusaha menajamkan penglihatannya menuju ke sumber suara.
"Ayla?" Dari suaranya sih, itu memang Ayla. Tapi bisa jadi bukan juga. Karena ini masih terlalu petang untuk seseorang berkunjung.
Jodi mulai khawatir, jangan-jangan yang datang itu adalah sosok hantu rumah sakit yang sedang mengubah diri menjadi mirip Ayla. Bahkan bisa menirukan suara Ayla juga.
"Lo belum jawab pertanyaan gue. Kok lo sendirian aja, sih? nggak ada yang nemenin? Mbah Jum ke mana?" Ayla menanyakan segala hal yang membuatnya penasaran.
"Ini beneran lo apa bukan? Jangan-jangan lo jin tomang yang lagi nyamar jadi Ayla?"
"Ini beneran gue! Nih, kaki gue Napak tanah!" Ayla tampak kesal sembari menghentakkan kaki ke lantai.
Jodi makin heran karena itu ternyata benar-benar Ayla. "Astaga ... lo ngapain pagi-pagi ke sini? Astaga Ayla. Lo nggak lagi ngelindur, kan?"
"Mana ada orang ngelindur bisa dandan cakep begini. Mana bawa makanan yang dimasak sendiri pula. Lo kenapa sendirian? Mbah Jum ke mana?"
"Mbah Jum pulang sebentar ambil baju ganti, dijemput sama Pak Muklas. Barusan banget kok pulangnya. Sekalian mampir pasar nanti katanya. Lo jam segini udah datang, rapi banget, wangi banget pula. Bawa makanan apaan lo?"
Ayla berpikir keras. Tujuannya jelas untuk mengantar tahu fantasi. Ia bahkan baru sada juga jika sudah berangkat kepagian.
"uhm ... jadi gue tuh bikin tahu fantasi. Habis selesai langsung gue anter ke sini. Gue juga baru sadar kalau gue kepagian bannget." Ayla pun memutuskan untuk jujur.
Ayla membuka buntelan rantangnya.
Kedua mata Jodi membulat begitu tahu isinya apa. "Woah ... tahu isi!" Lagaknya sudah seperti baru menemukan uang 1M dalam koper.
"Kan udah gue bilang. Namanya tahu fantasi!"
"Kan bahannya sama aja!"
"Tapi kan bentuk sama cara bikinnya beda!"
"Hmh ... sama aja kalau menurut gue mah." Jodi menyomot satu buah tahu fantasi yang berukuran paling kecil. "Lo beneran bikin sendiri?"
"Ya elah, nggak percaya amat, deh! Gue bikin dengan sepenuh jiwa dan saya gue. Demi lo mau makan!"
Jodi langsung tersenyum. Kemudian ia mulai memakan tahu fantasi yang tadi diambilnya. Ia mengunyah dengan khusyuk, dan mulai terkesima dengan rasanya. "Beneran lo bikin sendiri?"
"Astaga ... apa perlu gue rekam biar lo percaya?"
"Kayaknya emang harus direkam. Demi apa ini enak banget."
Kedua pipi Ayla pun langsung menyemu merah. Tidak sia-sia ia tak tidur semalaman. Hasil kerja kerasnya sungguh terbayarkan oleh pujian dari Jodi. Senang rasanya mendapat pujian dari gebetan tercinta.
"Makasih ya, La. Duh, belum pernah lho ada cewek yang perhatian ke gue melebihi lo. Bahkan subuh-subuh pun udah dateng saking niatnya mau ketemu sambil bawain makanan. Duh, calon istri idaman."
Ayla pun rasanya makin terbang ke awang-awang. Astaga ... mimpi apa ia akan diberi kata-kata seperti itu oleh Jodi. Rasanya sesak napas seperti akan pingsan. Tapi begitu menyenangkan di saat bersamaan.