Tale 66

1592 Words
Di Cafe Cinamon, mereka makan banyak banget. Selesai makan mereka langsung cabut dan segera mejeng keliling kota. Tapi di parkiran, mereka melihat ada ramai - ramai. Si Iput dan Fariz langsung mengkerut. Beda sama Jodi yang malah maju terus ke arah kerumunan itu. "Itu kok mukanya mirip Ardiansyah, ya!" kata Fariz setelah memperhatikan korban pengeroyokan itu. "Ardiansyah, si cupu maksud lo?" tanya Iput. "Emang lo kenal Ardiansyah mana lagi selain si cupu?" Seakan tak perduli dengan omongan kedua sahabatnya, Jodi terus maju. Padahal sebenarnya dia juga menyimak obrolan mereka. Dia masih senyam - senyum melihat kerumunan itu. Mirip orang mabok. Mungkin orang yang dikeroyok itu sudah babak belur. Benjut semua. Gimana nggak? Preman - preman itu semuanya bertubuh kekar ala Ade Rai dengan tubuh penuh codet dan tato. Fariz dan Iput semakin ketakutan. Langkah kaki mereka berat menguntit di belakang Jodi. Sedangkan si Jodi pantang mundur. Anak itu memang benar - benar punya nyali. Sampai kurang lebih jarak mereka dengan kerumunan sekitar 3 meter, Fariz dan Iput tak berani lagi. Mereka lari bersembunyi di antara mobil - mobil yang diparkir. Sementara si Jodi tetep maju. Tuing. Jodi menyentil bahu dari salah satu preman - preman. Alhasil si preman langsung menoleh. Bila dilihat dari penampilannya, mungkin dialah sang bos. Karena dia yang paling sangar dari yang lain. Melihat sosok tinggi, kurus ceking di belakangnya, si preman gemas sekali. Bogem mentahnya langsung menghantam ke arah pipi kiri Jodi. Untung Jodi berhasil menghindar. Dia tidak akan pernah membiarkan wajahnya terluka. Hal itu tentu saja akan mengurangi pesonanya kan? "Haha ... sorry, Bro! nggak kena. Mungkin lo perlu pergi ke optik." Si preman semakin geram. Giginya gemerutuk menahan amarah. Sebuah bogem mentah melayang, tapi Jodi menghindar lagi. Merasa dipermainkan, si preman mengambil tutup tempat sampah dan melemparkannya ke arah Jodi. Dan nggak kena lagi. Melihat si bos dipermainkan, ketiga anak buahnya yang berbakti ikut jengkel, tidak terima. Mereka meninggalkan korban pertama yang ternyata memang benar si Ardiansyah, si cupu dari XI - IPA - 3. "Gawat, Riz! Jodi dikeroyok!" seru Iput. "Lo kira gue buta apa? Gue juga bisa lihat, Put!" "Terus gimana dong?" "Lo aja yang segedhe kudanil takut, apa lagi gue?" Iput dan Fariz sangat khawatir di persembunyian mereka. Kembali lagi di arena smack down. Jodi masih tetap bisa menghindar beberapa kali. Bahkan dia bisa beberapa kali memukul preman - preman tadi. Ya ... nggak jauh bedalah sama adegan - adegan di sinetron. Tapi lama - lama berat juga melawan 4 raksasa ini. Dua dari preman - preman tadi berhasil mencekal Jodi. Dan dua sisanya, termasuk si bos tersenyum - senyum merdeka melihat mangsa empuk mereka telah tertangkap. Tragedi dimulai. Satu per satu bogem mentah mulai menghantam tubuh Jodi. Tidak ada lagi yang bisa dilakukannya kecuali pasrah dan menghindar agar wajahnya tidak kena pukul. "PUT, RIZ! BAWA SI CUPU KABUR!" teriak Jodi di sela - sela tragedi itu. Tanpa pikir panjang mereka langsung menuruti perkataan Jodi. Mereka lari menghampiri si Ardiansyah yang malang - yang sudah nggak bisa apa - apa -- ke dalam jaguar Jodi. "Jodi gimana dong, Riz?" "Security café, Put!" "Iya bener! Kenapa nggak kepikiran dari tadi?" kata Iput seraya berlari mecari security. Di Arena smack down. Jodi tidak bisa menghindar lagi. Keempat preman itu menghentikan acara pukul - memukul dan cekal - mencekal dengan Jodi. Mereka kasihan melihat si jagoan sudah tidak berdaya. Si Bos preman menarik rambut Jodi dari belakang dan memukulkan kepala Jodi ke aspal. Security café datang bergerombol sambil menghidupkan sirine, membuat para preman kelabakan dan kabur. Meninggalkan Jodi tergeletak sendirian di jalanan. *** "Temannya biar kami saja yang bawa ke rumah sakit!" kata salah satu security. "Nggak usah, Pak. Terima kasih. Kami bawa mobil kok. Jadi kami bisa pergi sendiri ke rumah sakit," jawab Fariz. "Ya sudah. Sekali lagi kami minta maaf atas keterlambatan kami." "Nggak apa - apa, Pak! Salah kita juga, kasih infonya telat." "Mari, Pak!" pamit Iput. Hujan masih belum reda. Malam ini jaguar silver itu dikendarai oleh Fariz. Maklum, yang punya sedang kelenger di jok belakang bersama si cupu. Kepalanya bocor. Dalam keadaan seperti itu, masih sempat - sempatnya dia meneliti detail wajahnya di cermin dengan penerangan lampu senter. Dia sangat bersyukur karena wajahnya tidak apa - apa. "Untung cuma jidat gue yang luka. Masih bisa ditutup pake poni," gumamnya. "Baru kali ini ada orang babak belur gitu ngucap kata 'untung'," timpal Iput. "Lo nggak apa - apa, Jod?" tanya Fariz. "Nggak apa - apa gimana? Ini sakit banget, Nyet!" "Alah ... itu sih salah lo sendiri. Kenapa pake sok jago. Jadi begitu, kan!?" "Gue kan emang jago beneran. Buktinya preman - preman itu pada kabur." "Jiah ... mereka itu kabur gara - gara udah nggak tega lagi mukulin lo." "Terserah lo pada, deh." Jodi meneruskan acara cermin - bercerminnya. Untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada codet di mukanya. "Itu si cupu di bawa ke mana?" tanya Fariz lagi. "Bawa aja ke Rumah Sakit!" jawab Jodi. "OK deh ... anyway lo nggak sekalian diobatin?" "Kagak usah, ini urusan Mbah Jum!" Fariz langsung putar balik mencari jalan pintas ke ruman sakit. Perjalanan terasa sunyi. Si Fariz konsentrasi nyetir, si Iput ketiduran, si Jodi keasikan ngaca dan si Ardiansyah masih kelenger. "MAMPUS!" teriak Jodi. Dia teringat sesuatu. "Kenapa lo?" "Gue ada janji mau ke rumah si kamus berjalan." Fariz sedikit terkejut. 'Kamus berjalan bukannya julukan si cewek Master English itu yak? Ngapain juga si Jodi ke rumah si Nggak Eksis itu?' batin Fariz. "telepon aja. Ngapain juga lo janji ke rumahnya si ... si siapa namanya?" "Ayla." "Iya itu." "Bisnis kecil aja," nawab Jodi. "s**t ... HP gue mati total. Lo bawa HP?" "Nih!" Fariz menyerahkan ponselnya pada Jodi. "Tapi gue nggak punya nomornya si kamus berjalan itu." "Jiah ... sama aja bohong. Bego lo!" "Emang lo juga udah punya nomor Ayla?" Jodi mikir sebentar. "O iya ya, gue juga belum punya. Tadi kan gue cuman kasih nomor gue ke dia." "Sekarang pertanyaannya, lo sama gue lebih bego mana?" tanya Fariz. Dia tersinggung juga gara - gara keseringan dibilang bego sama Jodi. Eh, yang bersangkutan malah cengengesan kaya orang sinting. "Gue lupa, Bung. Orang genius juga manusia biasa, bisa lupa juga." Yang diajak ngobrol tidak menjawab apa - apa lagi kecuali manggut - manggut pasrah. Mau jawab apa lagi? Palingan juga kalo dijawab, bakal dimentahin lagi. Jadi males! *** PR bahasa Inggris Jodi sudah diselesaikan Ayla dengan rapi, bersih dan indah. Bahkan PR Ayla sendiri saja tidak ditulis seindah itu. Karena si Jodi ditungguin lama amat, maka Ayla mengerjakan tugasnya yang lain dulu. Sampai tengah malam, si Jodi belum nongol juga. Padahal ini udah malem banget. Yakin, bahwa dia nggak akan dateng, Ayla segera bersiap untuk tidur. Dia menge - check ponselnya. Tidak ada SMS dari siapa pun. Termasuk dari Jodi. Tapi ... o iya ya, si Jodi tadi kan cuman ngasih nomornya. Dia belum tahu nomor Ayla. Well, mungkin ini saatnya Ayla belajar berani SMS cowok. Dia berusaha tenang, karena Jodi bukan siapa - siapa. Hanya teman. Tugas lo udah kelar Ayla Beberapa menit kemudian, belum ada balasan. Tapi ada telepon masuk. Ini jelas bukan nomor hape, karena pake kode 0354. kode telephon rumah Kediri. "Halo!" "Ayla, ya? Sorry, gue nggak dateng. Tadi gue mau nelpon lo di jalan. Tapi HP gue low bath. Untung udah sampe rumah." "Ini siapa, ya?" Terdengar suara tawa di seberang sana. "Jodi, nih." "Oh ... Jodi .... Iya nggak apa - apa kok!" "Ya udah. Lo kasih gue besok di sekolah aja ya!" "Iya." Terbesit sedikit rasa kecewa di hati Ayla. Padahal tadi dia sudah sangat berharap akan kedatangan Jodi. Dia ingin menunjukkan pada keluarganya bahwa Ayla juga bisa bawa cowok cakep ke rumah. Tapi sekarang ...? Yang diharapkan justru tidak datang. Hmh ... ngapain juga dia kecewa? PLAK! Ayla ngeplak kepalanya sendiri pake kamus ensiklopedia - nya. Ouch, pasti suaaakkkiiitttt sekali!! *** Jodi meletakan kembali gagang telepon - nya. Sementara Mbah Jum dengan berlinang air mata mengobati kening Jodi. Dari mulai membersihkan darahnya sampai luka itu sudah tertutup perban. "Makanya, Mas Iyaz itu kalo jalan alon – alon mawon." Iyaz adalah panggilan sayang Mbah Jum ke Jodi. Sebenarnya bukan Mbah Jum saja. Tapi juga Pak Muklas dan Mr. Baggie. Yaitu tukang kebun dan sopir di kediaman Aditya dan juga pembantu - pembantu lain yang setiap hari datang ke rumah Jodi, tapi nggak nginep. Mereka hanya datang di pagi hari untuk Bantu-bantu bersih - bersih rumah yang udah segedhe white house itu. Kalo soal masak, Mbah Jum masih bisa mengatasi. Orang yang dimasakin cuman Jodi doang. Iyaz diambil dari nama belakang Jodi, Jord - iaz. Dengan ditambah huruf Y di tengahnya. "Iya, Mbah! Namanya juga kecelakaan. Udah deh. Iyaz nggak apa - apa. Jangan nangis lagi. Jelek tau!" Jodi menghapus air mata di pipi keriput mbah Jum. Jodi terpaksa berbohong pada Mbah Jum tentang lukanya itu. Dia bilang ke Mbah Jum, bahwa dia tadi nggak sengaja kesandung batu, jidatnya kebentur pinggiran got. Huff, bohong sedikit tidak apa - apa. Kalo nggak bohong, Bagaimana jadinya kalau mbah jum sampai tau bahwa dia barusaja terlibat tawuran dengan preman - preman serem? "Mbah, ada air panas nggak?" "Ada. Buat apa?" "Nggak buat apa - apa. Pengen ngerendem kaki. Dingin. Barusan ujan - ujanan." "Iya. Mbah ambilin." Mbah Jum beranjak setelah selesai mengobati luka Jodi. Huft ... Jodi bohong lagi. Sebenarnya air panas tadi akan digunakan Jodi untuk mengompres lebam - lebam di perutnya gara - gara dipukulin preman tadi. Bohong demi kebaikan nggak apa - apa, kan? Apa jadinya mbah Jum jika melihat belasan lebam itu. Bisa mati berdiri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD