Tawaran Bagus

1182 Words
"Dek, temen lo hamil?" tanya Clive kepada Clara. "Hamil? Ya enggaklah, temen gue kan belum nikah, ga mungkin Zanna senekat itu, lagipula dia sama sekali belum punya pacar." Clive hanya mengangguk, matanya masih menatap Zanna, dia merasa kasihan kepada teman adiknya. "Yaudah, gue ke kamar." Clive lalu keluar dari kamar Clara, dia duduk di pinggir ranjangnya sembari melonggarkan dasinya,ndia masih heran kenapa bisa teman Clara datang dan pingsan di depan rumah. Sudah pasti terlihat dari wajahnya, Zanna memiliki masalah yang berat. Baru saja Clive hendak merebahkan dirinya, handphonenya berdering. Telepon dari sekretarisnya, Gavin. Clive lelaki tampan sekaligus pemilik perusahaan besar di bidang pertambangan, dia nyaris sempurna di hadapan semua wanita. Hidungnya mancung, alisnya tebal, iris matanya yang berwarna coklat gelap mampu membuat wanita manapun bertekuk lutut kepadanya. Sayangnya dia selalu diberitakan sebagai pria menyukai sesama jenis. Sebenarnya memang Clive memiliki luka berat dalam hatinya yang membuat dia trauma berhubungan dengan wanita. Semenjak dia ditinggal pergi oleh kekasihnya, dia tidak pernah lagi mau berhubungan dengan wanita manapun. Padahal usianya sudah menginjak 28 tahun. "Ada apa Gav? Ini sudah tengah malam, kenapa menelfonku?" tanya Clive sembari melepas kaus kakinya. "Ini gawat, coba cek artikel yang memuat berita tentangmu," ucap Gavin. Tanpa berpikir panjang, Clive segera membuka google chrome, mencari namanya di sana. Sedetik kemudian, sebuah artikel yang baru saja dirilis satu jam yang lalu membuat Clive emosi, hampir saja dia melempar handphonenya. "GILA! CEPAT CARI SIAPA YANG MENULIS ARTIKEL INI!" bentak Clive kepada Gavin. "Sudah Clive, tapi pihak media enggan mengubah isi beritanya dengan uang kita," ucap Gavin. Tidak ada pilihan lain bagi Clive selain membuktikan kepada dunia bahwa dia bukan gay. Artikel itu sungguh memuakkan, foto saat dia makan bersama Gavin. Tidak hanya itu, ada foto wajah Clive yang begitu dekat pada Gavin. Padahal saat itu Clive hanya membisikkan kepada Gavin. "Ini bisa membuat aku gila," umpat Clive. "Tenanglah, kita coba cari cara lain, apa mungkin mau mengadakan konferensi pers?" tanya Gavin. "Tidak perlu, aku akan buktikan dengan undangan pernikahanku. Sebentar, baru saja berita ini dirilis, tapi saham perusahaanku sudah jatuh? Yaampun, astaga kau lihat? Grafik benar-benar jatuh." Clive menggigit bibirnya karena kesal, dia meremas rambutnya. Tangannya mengepal kuat, ingin rasanya memecahkan semua barang yang ada di mejanya, namun dia takut keluarganya akan bangun. "Sudahlah, kau segera atur gedung pernikahan, baju pernikahan, semuanya besok. Aku akan menikah besok." Gavin di kamarnya melongo mendengar ucapan Clive. Dia hampir saja pingsan, memesan semua itu dalam waktu kurang dari 24 jam? Gavin bisa gila lama-lama menjadi sekretaris Clive. "Ta-tap ...," ucap Gavin terpotong. "Aku tidak suka bantahan, atau gajimu aku potong," ucap Clive lalu mematikan handphonenya. Dia memijat pelipisnya pelan, tidak tau harus bagaimana saat ini, yang menjadi kebingungan dalam diri Clive adalah siapa calon pengantin wanitanya? Seumur hidupnya dia hanya mencintai Jane, gadis cantik yang belasan tahun lalu telah putus darinya. Bahkan gadis itu meninggalkan dia menikah dengan lelaki lain yang kaya raya, hal itu membuat Clive merintis perusahaan dan kini dia sudah menjadi miliyader. Berkat patah hati yang hebat Clive menjadi orang sukses. "Ya Tuhan, bagaimana ini, berikan aku satu bidadarimu, kumohon," ucap Clive mengusap wajahnya kasar. Clive tidak bisa tidur, dia memikirkan ucapan gilanya beberapa jam yang lalu kepada Gavin. Siapa gadis yang tepat untuk bisa menjadi pendampingnya? Setidaknya kriteria Clive adalah gadis yang cerdas, mandiri, dan mungkin tidak menggantungkan diri pada Clive. Dia sendiri bingung mencari wanita seperti itu dimana. Allesia, satu-satunya di pikiran Clive adalah gadis itu. Salah satu pegawai kantornya yang terlihat mandiri dan tidak tertarik dengan ketampanannya. Akan sangat aneh jika Clive melamarnya langsung, sejenak terlintas pernikahan kontrak di kepala Clive. Hal itu membuat Clive semakin frustasi. Dia memilih keluar kamar dan terkejut melihat teman Clara yang terbangun dan terlihat menyeret kopernya keluar. "Mau kemana?" Suara berat itu membuat Zanna hampir saja berteriak, dia terkejut, menoleh ke belakang, seketika darah mengalir deras dalam tubuhnya, jantungnya berdetak sangat kencang. "Maaf, anda siapa?" tanya Zanna. Kalau diperhatikan, wajahnya mirip dengan ayah Clara. "Kamu bertanya aku siapa? Apa kamu tidak ingat? Lelaki yang kesusahan menggendongmu masuk ke dalam rumah? Belum lagi aku harus menggendongmu ke kamar Clara, kamu itu berat tau," ucap Clive. Mata Clive jatuh pada perut Zanna, dia masih curiga jika Zanna ini sedang hamil, mungkin karena kehamilannya itu dia kabur dari rumah. "Menggendong saya? Tapi-" ucap Zanna terpotong karena Clive mengulurkan tangannya. "Aku Clive, kakaknya Clara, enggak perlu pakai bahasa formal. Umur kita cuma beda lima tahun mungkin, kamu mau kemana malam begini?" tanya Clive menatap Zanna. Entah mengapa melihat tatapan Clive yang begitu hangat membuat Zanna terpukau, dia terlihat tampan meski ada guratan halus di bawah matanya, serta lingkaran hitam di sana. "Oh, iya kak. Maaf, aku mau pergi saja, enggak mau merepotkan di sini." Zanna menjawab dengan menunduk. Clive lalu menyuruh Zanna duduk di taman belakang, mereka bisa bersantai berbincang menikmati langit malam yang cerah sekaligus melihat bintang yang indah bersinar di sana. "Coba dipikirkan lagi, apa kamu punya tempat tinggal? Kalau kamu ada masalah dengan keluarga, sebaiknya diceritakan dengan baik," ucap Clive. Zanna menarik nafasnya berat, kepalanya terasa pening, matanya sibuk menatap air kolam yang bergerak mengikuti angin. Pantulan cahaya lampu membuat jejak sinar gelombang di sana. "Iya kak, aku memang tidak lagi memiliki siapapun, semenjak ayah dan ibu meninggal, aku hidup dengan om dan tante, tapi mereka malah memanfaatkan aku dan mengambil alih perusahaan ayah. Aku diusir tanpa uang sepeser pun, tapi aku enggak mau juga merepotkan orang lain," ucap Zanna. "Perusahaan ayah kamu?" tanya Clive. Zanna mengangguk pelan, dia masih tidak mau menatap wajah Clive, dia yakin Clive pasti menatapnya dengan tatapan iba, dia tidak suka orang lain menatapnya seperti itu. "Iya, De Labora. Perusahaan kosmetik yang dirancang ayah dan ibu dengan susah payah, tapi kini malah jatuh ke tangan om dan tante," jawab Zanna. "Terus? Kamu mau membiarkannya begitu saja? Seharusnya kamu bisa menuntutnya di pengadilan," ucap Clive. "Enggak bisa kak, aku sudah terlanjur dengan asal menanda tangani surat kepemilikan," ucap Zanna. Mengingat hal itu membuat dia ingin menangis, tangan Zanna saling bertautan, mengepal, dingin bergetar. Dia menahan air matanya yang meluncur. "Lalu sekarang kalau kamu mau pergi dari rumah ini, kamu mau tinggal dimana?" tanya Clive "Belum tau kak," jawab Zanna lemah. "Tinggal saja di sini, lagi pula kan cari tempat tinggal juga sulit." "Tapi aku enggak mau merepotkan kak," jawab Zanna. Kali ini Zanna memberanikan diri menatap Clive, dia menatap dalam mata Clive, ada rasa yang nyaman di hati Zanna. Setidaknya dia merasa ada manusia yang masih baik. "Tidak, kamu tidak merepotkan. Kamu boleh tinggal di sini, bahkan tidak perlu membayar sekolahmu atau uang saku, tapi ada satu syarat. Itupun kalau kamu mau," ucap Clive menaikkan satu alisnya. "Apa kak?" tanya Zanna penasaran. Clive berdiri lalu mendekati Zanna, membisikkan kalimat kepada Zanna. "Jadilah istriku," ucap Clive tersenyum lalu dia menaikkan alisnya. "Hah? Istri? Berarti kita menikah kak?" tanya Zanna. "Iya, aku membutuhkan istri, kamu membutuhkan uang, bukankah kita saling menguntungkan? Coba kamu pikir dulu sebelum menolak." Clive lalu mengajak Zanna kembali masuk, udara malam diluar semakin terasa dingin. Sedangkan Zanna masih terpaku dengan syarat yang diajukan Clive. Menikah? Usia Zanna masih sangat muda. Bagaimana bisa dia bisa menjadi istri Clive? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD