01. Keguguran Berulang

1064 Words
“Mas Dika, aku minta maaf. Karena keegoisanku, aku keguguran lagi. Seharusnya aku mendengarkan apa kata kamu, Mas. Bukannya ngotot tetap bekerja. Padahal aku sudah tahu kalau kandungan aku lemah.” Adel meminta maaf pada suaminya setelah dia mengalami keguguran untuk ke sekian kalinya. Keduanya tengah berada di klinik dokter spesialis kandungan karena Adel harus dikuret untuk membersihkan rahimnya dari janin yang tersisa. “Sudah, Sayang. Jangan menyalahkan diri kamu sendiri sampai berlebihan. Ini semua terjadi juga bukan atas kemauan kamu. Semuanya sudah takdir. Mas juga sudah melihat bagaimana usaha kamu untuk mempertahankan bayi kita. Kita bisa usaha lagi, Sayang.” Dika berucap dengan lembut pada istrinya. Dia sangat menyayangi Adel. Walaupun ada beberapa faktor yang semestinya menjadi pertimbangan, tetapi Dika terus menepis itu semua. Dia ingiin memposisikan dirinya sebagai suami yang terbaik. “Semua tetap salahku, Mas. Aku secara tidak langsung membuat janin kita gugur. Padahal dia yang membuat hubunganku dengan mama kamu membaik. Sekarang mama kamu pasti akan membenciku karena ini, Mas. Dia pasti akan mengatakan kalau aku tidak becus menjadi ibu.” Adel terisak. Dika peka, dia segera mengusap-usap kening Adel dengan lembut, dan mengecup punggung tangan istrinya itu tiga kali. Berharap cara sederhana itu bisa mengurangi kecemasan yang sekarang menyelimuti perasaan Adel. “Sayang, berapa kali aku harus bilang sama kamu, jangan terlalu serius memikirkan mama. Ini tentang kita berdua, tentang rumah tangga kita. Mama tidak tahu apa-apa.” Dika ingin Adel hanya mendengarkan apa katanya. Hubungan Adel dengan ibunya Dika memang bisa dibilang tidak baik. Dari awal pernikahan mereka, ibu Dika selalu ikut campur. Hingga terkadang, campur tangan ibunya itu membuat keharmonisan rumah tangga Dika, dan Adel terganggu. “Jadi kamu mau kasih tahu mama soal ini, Mas?” tanya Adel dengan tatapan ragu. Sesungguhnya dia tidak ingin ibu mertuanya mengetahui kabar keguguran yang sudah jelas akan menjadi prahara. “Mau bagaimana lagi, Sayang. Kita harus memberitahu mama supaya beliau tahu kalau kamu keguguran. Kalau nanti beliau marah, aku akan melindungimu. Jangan takut.” Dika tidak lelah untuk memberikan dukungan terhadap Adel. Dia ingin wanita itu bergantung padanya, dan menjadikannya rumah singgah. “Benar, Mas. Kita memang harus memberitahu mama. Marah sudah pasti, tetapi kalau kita tidak memberitahu beliau, mamamu pasti akan semakin marah.” “Adel harus sabar ya, Sayang. Mas tahu kamu kuat, makanya Tuhan kasih kita cobaan sebesar ini. Semangat, Sayang.” Keadaan Adel membaik dalam beberapa jam. Mereka berdua pun langsung pulang ke rumah. Sebagai seorang suami, Dika memberikan perhatian penuh terhadap Adel. Apa yang menimpa istrinya untuk kesekian kali itu tidak melunturkan rasa cinta, dan sayangnya terhadap wanita yang sudah menjadi istrinya lebi dari dua tahun itu. Tidak lupa, Dika memberitahukan kabar duka tersebut pada ibunya. Seperti yang mereka perkirakan, Dewina langsung datang ke rumah keduanya beberapa jam kemudian. Hal itu sudah menjadi jadwal rutin setiap terjadi masalah dalam keluarga Dika, dan Adel. Masalah sepele sekalipun, Dewina tidak segan untuk ikut campur. “Ma, maaf. Kali ini janin Adel gugur lagi,” ucap Adel menjelaskan. Dia sengaja melakukan hal tersebut dengan harapan bisa meredam amarah yang mungkin akan meledak dari sosok ibu mertuanya. “Sudah tahu! Dika sudah bilang.” Dewina menanggapi dengan dingin. Sangat dingin. Dewina tidak bisa menutupi rasa kecewanya atas keguguran yang dialami oleh Adel untuk keenam kalinya. Karena terlalu sering terjadi, Dewina menjadi lebih cerewet untuk mengingatkan menantunya supaya lebih berhati-hati, sayangnya Adel terkesan tidak peduli dengan tetap melakukan apa yang dilarang oleh ibu mertuanya. “Mama marah?” tanya Adel dengan nada takut. “Kamu masih berani bertanya? Ini sudah kesekian kalinya kamu keguguran, Adel. Saya capek memperingatkan kamu sampai mulut saya berbusa. Kamu terus saja menganggap kalau apa yang saya katakan itu tidak penting. Wanita ceroboh seperti kamu memang tidak layak punya anak.” “Maksud mama bicara seperti itu apa? Mama ingin menyumpahi Adel?” “Tidak usah berakting, Adel. Saya juga sudah tahu dari Dika kalau rahim kamu bermasalah. Kamu akan sulit hamil. Dan satu lagi, jangan kamu kira saya tidak tahu apa tujuan kamu sebenarnya mau menikah dengan anak saya.” “Ma, Adel tulus mencintai mas Dika. Adel tidak memiliki tujuan apa-apa selain ingin hidup selamanya bersamanya, Ma.” Adel membela diri. Dia ingin menyangkal tentang apa yang mertuanya tuduhkan. Untuk memastikan kalau rahasianya itu tidak pernah sampai ke telinga Dika. Masih ada banyak hal yang belum Adel dapatkan. Kalau kedoknya terbongkar sekarang, maka semua perjuangannya hingga ke titik sekarang akan berakhir sia-sia. “Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan, Adel? Tidak usah menutupi apapun, karena percuma saja. Saya bisa dengan mudah mengetahui apa yang sebenarnya kamu rencanakan. Sayang sekali, anak saya terlalu mencintai kamu. Sehingga dia terus berada dipihakmu padahal sudah jelas kamu salah. Kamu memang ular berbisa yang berbahaya.” Wajah Adel seketika memucat. Dia tidak menyangka kalau ternyata selama ini ibu mertuanya diam-diam menyelidikinya. Kalau seperti ini, posisinya akan menjadi berbahaya. Kapan saja, ada kemungkinan Dika akan membuangnya setelah mengetahui apa yang sebenarnya dia niatkan. “Ma, apapun yang mama ketahui tentangku, tolong jangan bocorkan pada mas Dika. Adel akan melakukan apapun supaya mama mau merahasiakan semuanya. Mama cukup katakan apa yang mama mau dari Adel, maka Adel akan kabulkan apa yang mama minta.” Adel memohon. Dia tidak sedang bercanda. Adel rela melakukan apapun untuk membuat posisinya aman. Tentu saja keputusan itu beresiko, tetapi tentu itu lebih baik daripada dia harus kehilangan Dika. Ini bukan tentang perasaan. Ada hal yang lebih penting daripada itu menurut Adel. “Kamu yakin menawarkan itu pada saya, Adel? Kamu tahu pasti apa hal yang paling saya inginkan. Saya ingin cucu yang dihasilkan dari benih Dika. Tentu saya akan memanfaatkan tawaran kamu dengan baik. Saya akan menjaga rahasia tentang kamu dengan kamu mengizinkan Dika menikah lagi sebagai bayarannya.” Adel terbelalak saat mengetahui apa yang diinginkan oleh mertuanya. Dia memang menyanggupi apapun permintaan Dewina, tetapi dia tidak sedikitpun berpikir kalau mertuanya itu akan memintanya untuk merestui Dika menikah lagi. “Adel tidak bisa melakukannya, Ma. Adel tidak mau berbagi mas Dika dengan siapapun.” Adel menegaskan. Sementara Dewina justru tersenyum sinis saat mendengar apa yang menantunya ucapkan. “Terserah. Semua keputusan ada di tangan kamu. Kalau kamu tidak bersedia, itu artinya kamu sudah siap kalau saya menyerahkan semua bukti yang saya miliki untuk membuat Dika mengetahui siapa kamu sebenarnya.” “Ma …” “Tidak ada pilihan lain, Adel. Kamu hanya punya dua pilihan, menyetujuinya, atau Dika akan mengetahui semua kedok kamu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD