Bab 1 : Pesta Yang Berakhir Petaka

1264 Words
Lampu disko berputar-putar liar, memecah gelap menjadi serpihan warna neon yang menari di udara pengap. Udara panas, bercampur aroma alkohol, cologne mahal, dan sedikit kepalsuan. Malam ini adalah malam perayaan kenaikan nilai Scott di universitas elit skala internasional sekaligus pesta ulang tahun ke-20 Scott, tetapi bagi beberapa orang yang hadir, ini akan menjadi malam kehancuran. Scott, dengan kemeja sutra terbuka dan senyum menawan yang sering disebut "senyum playboy penakluk," berdiri di atas meja DJ. Wajahnya bersinar, memancarkan aura arogansi yang selalu berhasil memikat. "Oke, oke! Turunkan volumenya sebentar!" teriak Scott, suaranya serak dan seksi. Musik meredup drastis, menyisakan bass pelan yang bergetar di lantai. Ratusan pasang mata tertuju padanya. "Terima kasih sudah datang!" Scott mengangkat gelas sampanye ke udara. "Malam ini adalah malam yang harus kita ingat. Dan karena aku sudah resmi dewasa..." Ia menjeda, senyumnya melebar menjadi seringai misterius yang membuat Yena, pacarnya, di ujung ruangan, tersenyum bangga—sebelum senyum itu membeku. "Ada satu hal lagi yang harus aku umumkan." Hening menggantung. Suasananya berubah drastis, dari pesta ke panggung pertunjukan. Scott melompat turun dari meja DJ, lalu berjalan ke tepi kolam renang, di mana Luna berdiri. Luna, dengan rambut coklat madu dan mata besar yang polos—angel face yang murni—mengenakan gaun putih sederhana. Luna adalah pacar Hao, sahabat Scott. Mereka berdua—Scott-Yena dan Hao-Luna—sudah menjadi pasangan stabil yang tak terpisahkan di geng mereka selama tiga tahun. Scott merangkul pinggang Luna posesif, menempelkan bibirnya ke pipi Luna sejenak. "Kalian semua kenal Luna, kan?" katanya, suaranya kini melunak. "Pacar Hao yang manis? Gadis yang selalu kalian sebut 'terlalu baik' untuk siapapun selain Hao?" Ia menarik napas dalam-dalam, pandangannya menyapu kerumunan yang mulai berbisik-bisik, terutama ke arah Yena dan Hao. "Selama setahun terakhir, Luna bukan hanya 'pacar Hao'. Dia adalah pacarku. Kami sudah menjalin hubungan rahasia selama setahun penuh. Luna dan aku adalah pasangan sekarang." Gedebuk. Bukan gelas, melainkan suara sepatu hak Yena yang dihentakkan ke lantai. Suasana hening yang tegang itu pecah seketika, tetapi bukan oleh sorakan. Melainkan oleh tawa. Tawa yang mengerikan. Yena berdiri di antara kerumunan. Rambut coklatnya yang berantakan, riasan matanya yang tebal, dan gaun hitamnya yang seksi. Ia adalah ratu drama, tetapi tawa ini... tawa ini adalah air mata yang ditahan. Ia tertawa histeris, terhuyung-huyung ke depan seolah baru saja mendengar lelucon paling lucu di dunia. "Ha-ha-ha-ha! HA-HA-HA!" Tawanya memantul di dinding, bernada tinggi, kering, dan sangat menyakitkan. Ada kepalsuan yang menusuk. Air mata mulai mengalir di wajahnya, tetapi ia terus tertawa, meremas perutnya sendiri. Scott mengerutkan kening, senyum percaya dirinya mulai memudar. "Yena, apa-apaan ini?" Yena akhirnya berhenti tertawa, tersengal-sengal. Ia menarik napas dalam, wajahnya merah padam, lalu menunjuk Scott dengan jari gemetar. "Apa-apaan? Kamu tanya apa-apaan, Scott?" Suaranya kini rendah, serak, bergetar di tepi kehancuran. "Aku... aku memaafkanmu setiap kali kamu flirting dengan wanita lain di belakangku! Aku memaafkanmu setiap kali kau menerima telepon dari nomor cewek asing telpon! Aku menelan semua kebohonganmu tentang 'kerja kelompok' dan 'bantuan tugas' yang tidak pernah ada!" Ia melangkah maju, tanpa peduli pada tatapan orang banyak. Matanya menyala penuh amarah dan luka. "Tiga tahun, Scott! Tiga tahun kita jalani, dan setiap kali kau selingkuh, aku selalu bilang, 'Oke, dia hanya b******k genit, dia akan kembali.' Aku selalu memaafkan, karena setidaknya kamu tidak pernah..." Suaranya tercekat. Yena menatap Luna, wajahnya memancarkan rasa sakit yang mendalam dan pengkhianatan yang tak terlukiskan. "...Setidaknya kamu tidak pernah berselingkuh dengan sahabatku sendiri!" teriak Yena. "Luna! Aku tahu kamu pacar Hao! Aku tahu kamu bilang kamu muak dengan sikap Scott yang b******k! Tapi kenapa?! Kenapa harus dengan Scott?! Kenapa harus dengan pria yang sudah jelas-jelas menghancurkan perasaanku berkali-kali?!" Luna mencengkeram lengan Scott, wajahnya pucat pasi, matanya penuh rasa bersalah yang kini tidak bisa ia sembunyikan. Scott berusaha terlihat tenang, nada suaranya defensif. "Yena, jangan kekanakan. Kita sudah dewasa. Aku bosan dengan drama ini. Kita sudah berakhir." "Berakhir?" Yena tertawa, kali ini tawa yang pahit, putus asa. Ia menggeleng. "Tentu, berakhir. Bukan hanya hubungan kita, Scott. Kamu baru saja membakar persahabatan kita berempat. Kamu menghancurkan semuanya hanya demi drama pengumuman murahan ini!" Yena mengabaikan Scott yang kini mulai maju, dan menatap Luna dengan mata yang sudah tidak memancarkan amarah lagi, melainkan kesedihan yang tulus. "Aku bahkan tidak marah kamu merebut pacarku, Luna. Aku marah karena aku kehilangan sahabatku. Selamat menikmati pria b******k itu. Semoga saja dia tidak segera bosan dengan angel face-mu." Setelah ledakan itu, Yena membalikkan badan. Ia berjalan cepat menembus kerumunan, bahunya bergetar, tanpa menoleh lagi. Pintu depan terbanting menutup di belakangnya, meninggalkan keheningan yang lebih berat dari sebelumnya. Scott menoleh kepada kerumunan, mencoba mengembalikan kendali. "Oke, guys, dia hanya histeris. Lupakan saja. Lanjutkan pestanya! Musik!" Tetapi musik tidak kembali. Semua orang memandang Scott dan Luna, yang kini berdiri canggung dan rentan di tengah kolam renang. Scott menoleh pada Luna, mencoba tersenyum meyakinkan. "Jangan dengarkan dia, Sayang. Dia hanya cemburu." Luna tidak menjawab. Air matanya sudah membasahi pipinya. Dia tidak menatap Scott. Pandangannya terpaku pada seseorang di belakang bahu Scott. Di sudut ruangan, di balik sofa kulit merah, berdiri Hao. Hao, yang seharusnya marah, tidak berteriak. Dia tidak bergerak. Dia hanya berdiri di sana, mengenakan hoodie hitam dan jeans, menatap Luna. Luna sudah menjadi pacarnya selama tiga tahun, dan Hao adalah pria yang tenang, penuh perhatian, dan selalu menjadi jangkar yang melindungi Luna dari badai kehidupan, termasuk dari Scott. Namun, kini, mata yang biasanya hangat dan penuh perhatian itu—mata yang selalu membuat Luna merasa aman—kini berubah. Mereka tenang. Terlalu tenang. Dingin, seperti kaca yang tidak memantulkan cahaya. Itu adalah tatapan yang benar-benar tanpa emosi, sebuah kehampaan yang membeku. Itu bukan amarah cemburu yang meledak-ledak. Itu adalah kekecewaan murni, yang menusuk dan mematikan. Tatapan ‘Aku adalah pacarmu’. Luna bisa membaca itu di mata Hao. Kau sudah bersamaku selama tiga tahun. ‘Dan kau memilih untuk berbohong. Kau memilih Scott.’ Jantung Luna berdebar kencang, rasa takut yang lebih dalam dari kemarahan Yena melumpuhkannya. Dia tahu, tanpa kata-kata, Hao tidak hanya terkejut; dia merasa dikhianati hingga ke dasar jiwanya. Tatapan Hao adalah pisau dingin yang menembus ke inti jiwanya, memecahkan citra 'gadis malaikat' yang ia pertahankan, dan menunjukkan betapa jahatnya ia. Luna tidak pernah melihat tatapan seperti itu dari Hao. Tatapan itu seolah mengatakan: Aku mengenalimu. Dan aku tidak mengenalimu. Scott, menyadari betapa intensnya interaksi tak bersuara itu, berbalik perlahan menghadap Hao. "Hei, Hao, ada apa? Jangan membuat ini semakin buruk." Hao mengabaikan Scott sepenuhnya. Pandangannya tidak pernah lepas dari Luna. Lalu, tanpa sepatah kata pun, tanpa mengubah ekspresi dinginnya, Hao perlahan-lahan melepaskan kalung perak dari lehernya. Itu adalah kalung yang di berikan Luna pada hari jadi pertama mereka. Hao meletakkannya dengan hati-hati di atas meja kecil di sampingnya, seolah benda itu terlalu rapuh untuk dilempar. Sebuah gestur yang tenang, tetapi lebih menyakitkan daripada seribu pukulan. Kemudian, Hao berbalik. Dia berjalan pelan dan mantap menuju pintu belakang, menuju kegelapan malam. Dia pergi dengan kesunyian, membawa serta harga diri dan semua kenangan tiga tahun mereka. Kali ini, tidak ada pintu yang dibanting. Hanya keheningan yang tersisa. Scott menoleh kembali ke Luna, marah, bingung, dan merasa kehilangan kendali atas pestanya yang kini hancur berantakan. "Dia kenapa sih? Dia berlebihan!" tuntut Scott, suaranya naik satu oktaf. Luna melepaskan diri dari pelukan Scott. Air matanya yang tertahan kini akhirnya tumpah, bukan karena Scott, melainkan karena perpisahan yang begitu sunyi dari Hao. "Dia tidak berlebihan," bisik Luna, menatap kosong ke arah meja tempat kalung perak itu tergeletak. "Kita yang berlebihan. Kita menghancurkan segalanya, Scott." Tetapi sudah terlambat. Babak pertama pertunjukan Scott telah berakhir. Dan yang tersisa hanyalah dua hati yang hancur (Yena dan Hao) dan satu persahabatan yang mati di lantai dansa yang sunyi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD