Chapter 01

1255 Words
Rantika Alexandrova menatap kesal pada isi dompetnya. Ia sudah menghabiskan dua juta, baru beberapa hari berada di Manhattan sebuah kota penuh dengan serba malah. Beda dengan negaranya Indonesia. Yang makan lontong saja hanya mengeluarkan uang lima ribu rupiah. Seharusnya Ranti tidak menuruti keinginan sang ayah. Untuk ke negara super maju ini. Dengan hanya bermodalkan uang sebesar dua puluh juta untuk hidup di kota Manhattan. Yang mana? Beli minuman saja, harus mengeluarkan uang sebesar lima puluh ribu. Belum makannya, belum lagi ongkos ke sana ke sini membuat kantong Ranti terkuras habis. Hidup pada negara super maju seperti ini, bukanlah perjara mudah. Dengan modal uang saku pas-pasan dan semuanya serba mahal. Ranti Alexandrova bukanlah seorang gadis miskin dari keluarga sederhana. Ayahnya adalah seorang pengusaha sukses di Indonesia. Ayahnya bukan tak sanggup untuk membiayai kebutuhan Ranti selama berada di Manhattan. Tapi yang Ranti tak habis pikir. Ayahnya menyuruh dirinya mencari jodoh dan menjelajahi dunia luar. Selama ini Ranti selalu pergi bekerja, pulang ke rumah, dan besoknya pergi lagi pulang ke rumah. Tanpa main-main ke sana ke sini. Jadilah, Ranti diterbangkan ke Manhattan dengan modal uang pas-pasan. Padahal umur Ranti tidaklah terlalu tua, baru berkisar dua puluh tujuh tahun. Dan ayahnya sudah menyuruh dirinya mencari jodoh dengan berjelajah dunia luar. Ranti tidak dibolehkan pulang ke rumah selama tiga tahun. Kecuali ia membawa kabar bahagia, tentang pernikahan. "Astaga! Uang segini mana cukup hidup di kota sebesar ini. Kalau di Jakarata aku bisa jamin, bisa hidup dengan uang satu juta untuk dua bulan." Ranti mengeluh. Ia sekarang bukan berada di Jakarta. Tapi ia berada di Manhattan semuanya serba mahal dengan harga, makanan dan minuman luar biasa mahal. Ranti menyeka keringat di keningnya. Hari ini rencananya, ia mencari sebuah pekerjaan yang bisa membantu dirinya hidup selama tiga tahun. Untung saja dirinya adalah, lulusan terbaik dari universitas ternama di dunia. Oxford University. Sebuah universitas bergengsi di seluruh dunia. "Semangat Ran!! Nggak ada yang namanya pantang menyerah. Kalau hanya untuk makan dan minum kamu bisa berhemat. Tempat tinggal sudah disediakan," Ranti menyemangati dirinya sendiri. Ia berjalan penuh senyuman, dan sesekali tertawa melihat beberapa pengamen memainkan alat musik biola yang sungguh luar biasa merdu. "Aww!" Ranti menghentikan langkahnya menatap pada celananya yang putih sudah basah. Ranti mengalihkan tatapannya pada mobil sport berwarna putih melaju kencang. Ia memerhatikan teliti mobil sport yang tidak berhenti padahal sudah jelas pengemudi itu salah! "Sialan! Masa aku pulang lagi? Nggak mungkin. Jarak rumah dan ke sini jauh sekali," Ranti mengerucutkan bibirnya. Tetapi baru sebentar ia mengembangkan sebuah senyuman manisnya, melihat sebuah penjual pakaian di depan sana. Mudahan saja, ada yang sesuai dengan kantongnya. Ranti memasuki toko pakaian dengan melihat-melihat celana bahan katun, yang akan dibelinya. Harga murah, bagus, dan tidak terlalu buruk. Ranti menjatuhkan pilihannya pada celana berwarna putih  sesuai dengan selera dan harganya. Walau di Jakarta ia sering membeli celana yang harganya hanya berkisar seratus ribu sampai seratu lima puluh ribu. Tapi sesekali ia membeli celana dengan harga tiga ratus lima puluh ribu. Tidak masalah bukan? Ranti orangnya sangat hemat. Walau keluarga kaya, ia tidak pernah sombong. Sifatnya juek dan jutek memang seringkali dikatakan sombong oleh orang-orang tapi, ia adalah pribadi dengan mempunyai sebuah rasa kasihan tinggi. Melihat para pengemis, pemulung, dan yang lainnya. Ia akan memberikan sedikit uangnya pada mereka. Setidaknya memberikan beberapa nasi bungkus. "Saya beli ini," Ranti memberikan celana yang dipilih olehnya pada kasir toko tersebut. Kasir toko menerima celana dari Ranti mengatakan jumlah harganya. "Terima kasih," Ranti melangkah menuju ruang ganti setelah membayar tagihan celananya. Hari ini. Ia harus mendapatkan sebuah pekerjaan, menjadi pelayan restoran pun jadi. Yang penting halal. Setelah mengganti celananya, Ranti berjalan kembali menyusuri jalan Manhattan. Bangun-bangunan menjulang tinggi menghiasi kota ini. Dengan orang-orang berlalu lalang berangkat kerja, pergi sekolah, dan ada yang sedang berolahraga pagi. Ranti menghentikan langkahnya. Melihat pada satu gedung tinggi bertuliskan ZL Company sebuah bangunan paling tinggi dengan ukiran emas putih ditulisannya. "Amazing!" takjub Ranti pada bangunan tersebut. Ia berjalan memasuki gedung perusahaan tersebut. Dengan sebuah tekad yang membawanya ke sini, mudahan saja ia diterima bekerja di sini. "Permisi, apakah ada lowongan pekerjaan di sini?" Ranti bertanya pada Resepsionis perempuan dengan, rambut di sanggul, berkulit putih, bola mata hitam, dan terlihat sangat cantik. Resepsionis tersebut tersenyum manis menyambut Ranti. "Dua hari ini perusahaan kami sedang mencari seorang sekretaris. Kau bisa langsung ke ruang HRD berada di lantai tujuh,"jawab Resepsionis bernama Becca tersebut.   "Terima kasih," Ranti melangkah menuju lift yang akan mengantarkan dirinya pada lantai tujuh. Setibanya ia pada lantai tujuh. Ia menatap sekelilingnya yang terdapat banyak sekali, orang-orang bolak-balik berjalan membuat kopi, mengambil air putih, atau semacamnya. Ranti memberanikan dirinya kembali untuk bertanya. "Permisi, di mana ruangan HRD?" Ranti bertanya pada pria bertubuh tinggi, berambut pirang, kulit putih pucat, dan mata kecoklatan. Pria tersebut tersenyum pada Ranti. "Sebelah kanan, nanti kamu akan menemukan papan nama HRD di situ." pria berambut pirang nan tinggi itu menunjuk pada sebelah kanan Ranti. Ranti mengangguk dan mengucapkan kata terima kasih. Satu hari ini tidak bisa dihitung ia mengucapkan kata terima kasih beberapa kali. Tapi hanya satu kejadian yang tidak disukai olehnya. Celananya yang kotor akibat ulah orang kaya yang tidak mau berhenti dan berkata maaf. Apa susahnya meminta maaf? Tidak akan mati juga. Ranti kalau berjumpa lagi dengan orang yang mengemudikan mobil sport putih tersebut. Dia akan mencaci makinya dan kalau perlu menamparnya. Bagaimana kalau perempuan? Ia tidak peduli perempuan atau laki-laki yang penting rasa sakit hatinya terbalas. Tok, tok, tok, tok. Ranti mengetuk pintu ruangan yang bertuliskan HRD ini. Semoga saja orang-orang di dalam ramah-ramah, seperti orang-orang yang dijumpai olehnya tadi. "Masuk!" Ranti menghembuskan napasnya secara kasar. Sebelum memasuki ruangan yang akan menentukan nasibnya setelah ini. Apakah ia ditolak atau diterima? Semoga saja takdir berpihak padanya. "Permisi, saya ingin melamar pekerjaan. Kata Nona Becca Resepsionis di bawah, sedang menerima karyawan di perusahaan ini." ucap Ranti berusaha santai. Ia merasa sangat gugup sama seperti ia melamar di Bank dahulu. Walau Ayah-nya pemilik perusahaan besar tapi, ia tidak pernah mau bekerja bersama Ayah-nya. Dalam ruangan ini terdapat hampir sepuluh orang. Ada satu ruangan yang bertuliskan ketua HRD. "Oh..., tentu saja. Kami sedang membutuhkan sekretaris CEO. Kamu bisa berbicara pada Mrs Roder." wanita bernama Cleo dengan postur tubuh tinggi, kulit coklat eksotis, dan rambut berwarna hitam. Ia berjalan menuju ruangan yang terdapat ketua HRD. Ranti mengucapkan terima kasih kembali. Memasuki ruangan tersebut dengan jantung berdebar.   "Permisi, saya ingin melamar di perusahaan ini." Ranti melihat pada seorang wanita paruh baya tapi masih terlihat sangat cantik. Mrs Roder tersenyum manis pada Ranti. Ranti merasa lega pada orang-orang di perusahaan ini yang terlihat ramah dan murah tersenyum. "Silahkan duduk," Ranti menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju kuris di depan Mrs Roder. "Kami di sini sedang membutuhkan sekretaris untuk CEO. Ellena sekretaris lama, baru saja berhenti tiga hari yang lalu dikarenakan ia sudah menikah." Ranti mendengarkan penjelasan dari Mrs Roder. "Apakah kau membawa persyaratan lamaranmu?" Mrs Roder bertanya pada Ranti. Ranti tersenyum pada Mrs Roder. Ia memberikan amplop coklat yang sedari ia pegang. "Semuanya sudah lengkap," ucap Ranti berharap dalam hati diterima. Mrs Roder menerima amplop coklat dari Ranti. "Saya periksa lebih dahulu," Mrs Roder tersenyum saat membaca data diri dari gadis di hadapannya. Seorang gadis dengan pengalaman kerja luar biasa dan pendidikan yang sempurna. "Kau, aku terima. Besok pagi datanglah kembali menanda tangani kontrak dan langsung bekerja," Mrs Roder mengulurkan tangannya dan mengucapkan kata selamat. Ranti tersenyum senang. Hari ketiganya berada di kota ini. "Terima kasih. Saya akan bekerja sebaik mungkin," ucap Ranti menyambut jabatan tangan dari Mrs Roder. Sebuah keberuntungan baginya. Sudah diusir ke Manhattan dan sekarang sudah mendapatkan sebuah pekerjaan dengan gaji lumayan besar mencukupi kebutuhannya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD