ALWAYS YOU: SAM & CANTIKA

2121 Words
"Bunda..." "Eh anak Bunda datang. Sama siapa, nak?" "Sendiri, Bunda... Diminta Mama cek cafe yang di jalan Riau." "Oh gitu." "Ini Bunda, dari Mama." ujar Cantika seraya menyerahkan dua buah food container berisi dendeng kering bikinan Andien - Ibunya. "Banyak banget, Ca?" Cantika tak menjawab, hanya tersenyum pada Hannah. "Ayah Edo belum bangun, Bund?" "Sudah. Lagi ngelukis di belakang. Gih ke sana, sekalian ini tolong bawain ya?" "Siap Bunda!" Cantika mengangkat nampan kayu berisi secangkir kopi pahit hangat dan tiga buah mini pizza yang baru saja Hannah keluarkan dari dalam oven. "Ayah ga ada bosennya sama pizza ya Bund?" "Ga ada! Masa katanya pizza itu kayak Bunda, ga akan ngebosanin!" Cantika terkekeh geli, sementara Hannah menggelengkan kepalanya mengingat kegombalan sang suami. "Ayah..." sapa Cantika hangat begitu memasuki sebuah ruangan dengan dinding kaca yang khusus Edo gunakan untuk studio melukis. "Hey! Anak Ayah ada di sini. Kapan datang?" "Baru kok, Yah..." "Ayah nih, makan pizza mulu." ujar Cantika lagi. "Tepungnya udah diganti itu sama Bunda. Apa katanya lebih tinggi serat gitu. Ya Ayah sih oke aja daripada ga boleh makan pizza." "Udah gitu pizzanya cuma saus tomat dan keju?" "Kalau lagi ada pepperoni biasanya ditambahin Bunda juga, Ca. Saus tomatnya homemade itu." "Ga ada sayurnya?" "Ga enak Ca sayur di masukin ke pizza. Ayah minum cellery juice tiap pagi kok. Pizza juga sekarang dijatah sama Bunda. Ayah udah tua, Ca!" "Tua aja ganteng begitu!" Edo terkekeh mendengar komentar keponakan (tiri) iparnya itu. Begitu Edo menikmati kopi dan pizza-nya, Cantika duduk di atas kukies (kursi lukis) berhadapan dengan kanvas yang Edo oret dengan warna warni akrilik. "Ca?" "Ya Ayah?" "Sudah ketemu Sam?" "Sam?" "Bunda ga bilang dini hari tadi Sam pulang?" "Hah? Ngga." "Oh." Edo menganggukkan kepalanya. Mungkin Hannah tak mengatakan pada Cantika karena khawatir keponakannya itu akan langsung pergi begitu saja menghindari putera ketiga mereka. "Ya udah deh, Cantika ke cafe dulu ya Yah... Keburu siang." 'Tuh benar kan!' batin Edo. Cantika beranjak dari tempatnya duduk, mendekati Edo sebelum mengulurkan tangannya, meminta tangan Edo. "Ca... Mau sampai kapan ga ngomong sama Sam? Ayah dan Bunda sedih lho..." Cantika menurunkan lagi tangannya. "Ga tau, Yah!" ketus Cantika. "Apa ga bisa kalian selesaikan? Sebenarnya ada apa sih nak?" Cantika memaksa, meraih tangan Edo, mengecupnya takzim. "Cantika pamit, Yah." ujarnya tanpa memperpanjang kata dengan Edo. Edo mendengus, memikirkan apa yang bisa dilakukannya untuk mendamaikan keduanya. Sementara itu, Cantika berlari kecil menuju dapur kediaman Edo dan Hannah, ingin berpamitan dengan Hannah sebelum meninggalkan rumah itu. "Bunda..." "Ya, nak?" "HEY CA!" pekik Bintang saat melihat Cantika yang terlihat... Panik? "Hai Bang Bumi, Bang Bintang, Jihan." sapa Cantika pada ketiga anak Edo dan Hannah yang tengah menikmati sarapannya. "Cantika pamit ya Bunda." ujar Cantika lagi, sama seperti tadi, memaksa meraih tangan Hannah untuk dikecupnya takzim. "Lho, Ca?" respon Hannah bingung melihat sikap Cantika. 'Pasti Edo bilang Sam pulang.' "Bye, Bunda." "Ca?" Hannah masih berusaha menghentikan gadis mungil itu. Tergesa, Cantika terburu-buru melangkah, hingga... 'bugh!' "Aduh!" lirihnya seraya mengusap hidungnya yang menabrak tubuh seorang pria. "Ca?" lirih pria itu. Cantika mengangkat kepalanya, menantang kedua netra Samudera yang terlihat sendu. Selama beberapa saat waktu seolah berhenti. Baik Cantika ataupun Samudera tak ada yang ingin mengakhiri tatapan keduanya. Rindu... Betapa saling merindunya mereka. Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk menahan kerinduan bukan? "Ca..." lirih Samudera lagi. Cantika memalingkan wajahnya. Tak berkata apapun, ia melangkah cepat kembali. "Ca!" ujar Sam seraya menahan langkah Cantika, mencengkram erat pergelangan tangan cinta pertamanya. "Ca... Ngomong dong..." Masih tak mau bersuara, Cantika berusaha melepaskan cengkraman Sam. Percuma! Sam benar-benar enggan melepas. "Lepas!" ketus Cantika. "Let's talk." Cantika tertawa sinis. Memberi tatapan benci pada Sam. "Ca... Please..." "Gue harus ke cafe. Ga ada waktu buat lo!" Lagi, setiap kali Cantika bicara dengan kemarahannya, seolah hati Samudera diremas tanpa ampun. 'Kenapa kita jadi begini Ca?' "LEPAS!" bentak Cantika. Emosi Samudera memuncak. Tak memperdulikan rontaan Cantika, Sam mengangkatnya, meletakkan Cantika di pundak kanannya seraya menahan paha Cantika yang terus saja berusaha melepaskan diri dari rengkuhan Sam. "Ayah, Sam pinjam studio!" pinta Sam pada Edo yang baru saja keluar dari studio melukis dengan membawa nampan yang tadi berisi sarapan paginya. Edo mengangguk. "LEPAS!" ronta Cantika lagi. Begitu mereka masuk ke dalam studio Edo, Sam mengunci ruangan itu, memasukkan kunci ke dalam saku celana cargonya. Baru kemudian menurunkan Cantika dari gendongannya. "GUE BENCI SAMA LO!" pekik Cantika lagi. Sam diam saja. Apapun yang terjadi, sekalipun Cantika mengeluarkan jurus demi jurus karate untuk menghabisinya, Sam tak perduli. Lima tahun waktu yang terlalu lama untuknya kehilangan Cantika. Dan ia tak ingin mengulanginya lagi. "Sekalipun kamu bikin aku ga bernyawa di sini, aku ga akan bukakan pintu itu." Cantika memilih diam. Mengatur emosinya, yang gagal dan justru membuatnya meneteskan air mata. Sam mengikis jarak, hendak membawa Cantika ke dalam rengkuhannya. Walau akhirnya ditepis kasar oleh gadis bersurai lurus itu. "Aku minta maaf, Ca... Apapun kesalahanku, aku minta maaf." "Gue benci sama lo!" isak Cantika. "Ca... Please, kasih tau aku, apa yang bikin kamu benci sama aku? Aku ga ngerti sama sekali. Lima tahun lho Ca kamu menghindari aku. Ga ada satupun chat, telpon, email aku yang kamu respon. Bahkan saat aku nelpon Papa dan Mama kamu jelas-jelas menolak bicara sama aku. Setiap kali aku pulang, kita ketemu, kamu menghindar. Apa segitu najisnya aku buat kamu?" Cantika beranjak menjauh, mendekati jendela besar di salah satu sisi studio itu, lalu duduk di sisi jendela, mengamati riak air kolam renang yang tak setenang hatinya dengan air mata yang terus saja mengalir. "Ca?" tegur Sam lagi. Ia pun duduk di samping Cantika, menghadap gadis kesayangannya, bersandar pada jendela kaca. "Lo masih sama Fara?" "Fara?" "Iya Fara!" ketus Cantika. "Masih gimana Ca? Maksud kamu, aku pacaran sama Fara?" "Ga usah belagak b**o!" "Astaghfirullah. Aku ga pernah pacaran sama Fara, Ca." "Gue ga masalah lo jadian sama siapapun! Tapi gue jijik sama cara pacaran lo dan Fara. Gue benci sama lo!" "Ini ada apa sih Ca?" ujar Sam lagi. Sama sekali tak mengerti penyebab amarah Cantika padanya. Cantika mengeluarkan ponsel dari handbagnya, membuka kunci layar, lalu mencari foto dan video yang selama ini menjadi penyebabnya menjauh dari Sam. "Nih! Munafik!" ketus Cantika lagi seraya menyodorkan ponsel itu pada Samudera. Sam mengamati lekat kedua file. Tak berkomentar sama sekali. Mengulang video di tangannya beberapa kali. Pun menatap lekat foto yang terlihat tak senonoh. "Dari siapa kamu dapat file ini? Dari Fara?" Cantika tersenyum sinis. Enggan menjawab pertanyaan Sam. "Dan kamu diam aja selama ini, Ca? Membuat kita menjauh?" "Lo tidur sama Fara, Sam! Lo tidur sama dia!" isak Cantika. "Kamu lihat aku tidur sama dia? Lihat aku menyetubuhi dia?" "SAM!" "JAWAB PERTANYAANKU CA! KAMU LIHAT AKU TIDUR DENGAN FARA?" Cantika tersentak. Membeku menatap kemarahan di kedua netra Sam. "Video ini asli. Aku memang menemani Fara sampai kamar Hotel. Aku dari toilet waktu itu, dan Fara keluar dari toilet cewek dalam keadaan mabuk. Aku sendiri ga paham kenapa dia bisa mabuk sementara di acara perpisahan kami ga disediakan alkohol. After that, aku bawa dia ke receptionist, nanyain apa dia booking kamar, dan mereka bilang iya. So, aku antar dia ke kamarnya, dan seperti yang kamu lihat di video, aku ga sendiri Ca, ada petugas Hotel yang menemani aku, membukakan pintu untukku yang kerepotan memapah Fara. Setelahnya, aku dan petugas itu pergi dari kamar Fara." Cantika masih terdiam mendengar penuturan Samudera. "Dan foto ini... Aku pinjam tab kamu, Ca!" Samudera tak menunggu Cantika bereaksi, ia mengambil tablet di dalam handbag Cantika yang tadi tertangkap netranya kala Cantika merogoh mencari ponsel. Sam meletakkan tablet itu depan wajah Cantika guna membuka kunci layarnya, lalu menyambungkan OTG USB yang ia ambil dari saku celananya, meng-install sebuah program. "Nih." ujar Sam seraya menyodorkan hasil analisis keaslian foto yang tadi dilihatnya pada Cantika. Cantika menerima tablet yang disodorkan Sam, menatap hasil analisa dengan keterangan EDITED 91%. "Aku akuin yang ngedit foto itu jago." gumam Samudera. Cantika mengangkat kepalanya, menatap Samudera lekat. "Foto itu palsu, Ca. Aku ga pernah tidur sama Fara. Bahkan jadian pun ga pernah." Cantika benar-benar terdiam. Hanya air matanya yang kembali menetes. "Kamu ga masalah aku jadian sama siapapun? Yakin kamu, Ca?" kini Sam bertanya. Lembut. Walaupun tak sama sekali dijawab gadis di hadapannya. "Aku jadian sama mereka untuk nyari perhatian kamu. Aku ga ngerti gimana caranya supaya kamu ga memperlakukan aku seperti kamu memperlakukan Bang Ben, Bang Bumi, Bang Bintang, atau cowok lain." "Sam..." lirih Cantika. "Kupikir dugaanku benar. Kamu ga pernah punya perasaan khusus sama aku. Kamu nganggap aku sekedar sahabatmu, ga lebih." "Sam..." "Pertama kali aku jadian, aku berharap kamu marah, Ca... Ternyata justru kamu ngasih selamat. It used to hurt me a lot." Cantika menarik nafas panjang, menahannya di paru-parunya, lalu mengembuskan udara itu kembali secara perlahan. Ia sadar, ia sudah sebegitu salah pahamnya selama ini. "Tapi Ca ga pernah pacaran, Sam..." Sam mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk. Menatap kedua netra Cantika yang masih terlihat sendu. "Arzan?" tanya Sam, melirih. "Ngga. Aku ga jadian sama Arzan." "Arzan bilang kalian jadian." Cantika terkekeh pelan. "Dan kamu percaya?" "Arzan is my best friend. Was! Sebelum dia bilang kalian jadian." "Kamu mutusin persahabatan kalian karena Arzan bilang dia jadian sama aku?" Samudera menggeleng. "Karena dia memintaku untuk ga dekat-dekat kamu lagi. Dan aku menolaknya tegas. Dia pikir dia siapa? Baru jadi pacar aja belagu!" Cantika kembali terdiam. "Masalahnya, tiba-tiba kamu menjauh. Sekuat apapun aku berusaha mendekati kamu lagi, kamu terus menjauh. Dan ternyata karena kamu menduga aku tidur dengan Fara?" Kini Cantika mengangguk lesu. "Kenapa kamu ga tanya situasinya ke aku, Ca?" "Kalau kamu di posisi aku, apa kamu akan bertanya?" Sam mendengus. "Seenggaknya aku akan minta Dae Ho Appa atau Daddy Ditya untuk mengecek file laknat itu!" "Aku ga terpikir ke sana, Sam." "Ya. It's really you, Ca! Kamu banget!" "Sam..." gumam Cantika, memberengut. Samudera kembali menatap Cantika lekat, menegakkan punggungnya, mengurai lembut surai Cantika yang terlihat berantakan. "Kamu sih!" "Kenapa?" "Ya gara-gara kamu gendong aku terbalik gitu, rambut Ca jadi acak-acakan!" Sam terkekeh, lucu mendengar nada manja Cantika. "Ih, malah ketawa!" "Tetap cantik kok, Ca..." puji Samudera, tulus. Cantika terkekeh, membalas senyum Samudera. "Kita baikan kan?" tanya Sam. Kelingkingnya terulur di hadapan keduanya. "Iya." jawab Cantika seraya menautkan kelingking mereka. "Kita sahabatan lagi kan Sam?" Sam terhenyak. Terdiam. "Sam?" "Kamu udah punya cowok?" Cantika menggeleng. "Kan Ca udah bilang, Ca ga pernah pacaran. Malah kata Papa, nanti Papa jodohin aja." Sam terkekeh. 'Semoga kandidatnya aku, Ca!' batinnya. "Termasuk lima tahun ini?" Cantika mengangguk. "Tapi kata Papa, ada yang suka main ke rumah kamu. Siapa namanya ya? Caleb?" "Oh. Dia sahabatku. Dia ga suka cewek." "Ooo..." gumam Samudera seraya mengangguk. "Ca..." "Ya?" "Aku... Ga mau sahabatan sama kamu." lirih Samudera lagi. "Sam masih marah?" tanya Cantika, kedua netranya mulai tergenang lagi. Sam terburu menggelengkan kepalanya. "Aku..." Sam mengatur nafasnya, berusaha mengendalikan detak jantungnya yang menggila. "Aku... Kita tunangan aja gimana, Ca?" Cantika tergugu. Tak menyangka mendengar ucapan Sam. Kalimat yang jauh di dalam hati lama ia harapkan menyapa pendengarannya. "Sam?" "Aku yakin kamu tau... Aku cinta kamu, Ca. Seperti Papa mencintai Mama. Seperti Ayah mencintai Bunda." ucap Samudera lagi. "Sam..." "Mau Ca? Apa kamu mau tunangan sama aku?" "Kamu ga lagi nge-prank aku kan?" Sam mengikis jarak keduanya, melabuhkan kecupan singkat di pipi kanan Cantika. 'Cup!' "Sam..." 'Cup!' berpindah ke pipi kiri Cantika. "Sam..." Lalu mengecup lama di kening Cantika. Cantika terdiam. Tangan kanan Samudera terulur. Ibu jari dan telunjuknya mengapit dagu Cantika lembut, mengangkat wajah gadisnya agar menatapnya lekat. Sam kembali mengikis jarak, melabuhkan kecupan hangat di bibir mungil Cantika. Menghentikan waktu. Berlama-lama di sana. Mengecup dan mengecap tanpa henti. Menunggu cintanya menyambut dengan kecupan hangat yang sama. "Masih ngira aku nge-prank?" tanya Sam lembut setelah mengusaikan kecupan mereka. "That was my first kiss, Sam. You stole it!" "You stole mine too!" Keduanya terkekeh pelan. Saling memandang penuh puja. "Marry me, Ca?" "Did you bring a ring?" "Nope! Kita pesan aja sama-sama ya?" "Oke." "Oke apa?" "Pesan sama-sama." "And?" "Apa, Sam?" "Will you marry me?" Cantika terkekeh. "Hmm..." "Hmm?" "I do..." Sam memajukan wajahnya kembali, sesaat sebelum ciuman itu terjadi lagi, Cantika memundurkan wajahnya, terkekeh geli. "Ca?" tanya Sam heran. 'Lah, mau dicium malah ngakak?' "Ca?" "Itu..." ujar Cantika seraya mendelik ke pemandangan di hadapannya, persis di tepi kolam renang. Sam mengikuti arah pandang Cantika, ikut terkekeh geli melihat kelakuan Ayahnya yang sedang memajukan bibir maksimal, sementara sang Bunda terbahak seraya menahan d**a suaminya agar tak memberinya ciuman yang menggelikan itu. "Astaga Ayah!" kekeh Samudera. "Pasti mereka lihat ya?" "Pastilah, Ca! Itu nyindir kita." "Terus?" "Ya paling pas keluar studio langsung digiring ke KUA!" "Sam!" Sam terkekeh lagi. "Mmuah!" ucap Samudera dengan kedua netra yang begitu berbinar. "Sam ih... Malu..." "I love you, Ca..." "Love you too, Sam." "Like always?" "Ya, like always. Always you."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD