Hard to Feeling

2022 Words
Lena terbangun dengan cepat, ia melihat sekelilingnya. Tempat ini masih tempat yang sama seperti saat kemarin ia terbangun, membuat Lena mendengus sebal bahwa apa yang menimpanya akhir-akhir ini nyatanya bukanlah mimpi di siang bolong belaka. Saat selimut yang sebelumnya membalut tubuhnya sedikit melorot, ia baru tersadar bahwa ia tidak memakai sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya—dia telanjang! lekas-lekas Lena kembali menarik selimutnya untuk membalut tubuhnya. Ia mengerjap... Seketika bayangan itu muncul berkelebatan di benaknya. Saat percintaan panas yang dilakukannya semalam bersama pria itu... Astaga... Lena meringis sambil menggeleng keras. Tapi usahanya untuk mengenyahkan pemikirannya itu tidak berhasil. Desahan itu, Bagaimana pria itu menciumnya, Bagaimana cara Lena membalas ciumannya, Dan semua sentuhannya yang membuat bulu kuduknya meremang... Lena ingin menangis. Kenapa pada akhirnya ia harus menyerah pada pria itu? Lena beranjak bangun dari tempat tidurnya sambil membalut tubuh telanjangnya dengan selimut. Apa yang harus ia gunakan sekarang? Pakaiannya basah dan juga pria itu juga dengan seenaknya telah merobek dalamannya! Lena kembali menggelengkan kepanya. Tidak ingin mengungkit lagi apa yang terjadi semalam. Namun, saat matanya menemukan sebuah pakaian yang sengaja diletakkan di kursi yang berada di ujung kamar ini, Lena mengernyit. Itu pakaian wanita, lengkap bersama dalamannya. Melihat itu membuat wajah Lena memerah, memikirkan bahwa pria itu sengaja datang ke boutiq untuk membeli pakaian beserta dalaman seorang wanita—itu memalukan! Tapi Lena cepat-cepat menggeleng, tidak terlalu ingin tahu. Lekas, ia segera mengambil pakaian itu untuk ia pakai sebelum pria itu datang ke kamar ini dan mengetahui ke telanjangannya. *** Saat Lena sudah selesai berpakaian, pelan-pelan ia membuka pintu kamar ini lalu mengintip keluar memastikan sekeliling ruangan apartemennya. Tapi, aroma yang lezat langsung menyeruak indra penciumannya seketika membuat perutnya berbunyi. Dengan mengendap-endap Lena mengikuti aroma masakan tersebut ke pusat dimana aroma itu berada. Ia berhenti melangkah saat melihat sosok pria yang sedang memunggunginya tengah berkonsentrasi memasak. Dan saat Daren berbalik, barulah ia menyadari kehadiran Lena yang sedang memperhatikannya. Seketika Lena mencolos, dia terlihat sangat tampan, dengan wajah santai tanpa beban yang sebelumnya tak pernah ia tunjukan pada Lena. Oh astaga, apa tadi ia baru saja memuji pria b*****t itu? "Apa yang kau lihat?" tegur Daren tidak ramah. Lena mendesis, pria itu benar-benar sangat menjengkelkan. "Tidak, tadi aku mencium aroma lezat dari masakan yang kau masak. Tapi setelah aku tahu kau yang memasak, aku pikir makanan itu tidak akan lezat lagi." kata Lena sinis, padahal ia baru saja menelan air liurnya karena tak tahan dengan aroma masakan yang di masak Daren. Daren hanya menaikan bahunya tidak peduli lalu kembali ke aktifitas sebelumnya.                Lena menggertakkan giginya kesal, melihat bagaimana reaksi pria sialan itu yang terlihat begitu tenang dan tampak tak mempedulikan apa yang telah terjadi semalam membuat Lena sangat geram. "Kau mau berdiri terus seperti itu?" Daren kembali menegur Lena yang sedang ingin menjejelkan sesuatu yang akan menutupi wajah menjengkelkan pria b*****t itu. Daren melewati Lena sambil membawa hasil masakannya dan menata di meja makan kecil yang berada tidak jauh dari tempatnya. "Kemarilah, aku sudah membuatkan satu untukmu juga." "Apa?" tanya Lena sedikit terkejut, mencoba memastikan apa yang Daren ucapkan tadi. "Duduklah," kata Daren sabar. Lena mendekat dengan ragu sambil menatap ke arah Darren. Tapi pria itu sama sekali tidak tampak sedang bermain-main membuat Lena mengernyitkan dahinya bingung. Setan apa yang merasukinya sepagi ini, sehingga bersikap ramah seperti tadi dan juga repot-repot membuatkan makanan untuknya juga? Lalu ia menatap ke arah masakan yang dihidangkan Daren. Wow, Lena kembali menahan untuk tidak menelan air liurnya. Sup kacang merah dan daging asap yang terlihat sangat menggiurkan, uap panas dari masakan tersebut terlihat mengepul seakan menggapai-gapai ke arah Lena untuk segera ia nikmati. "Kau mau terus menatapnya sampai sup itu dingin?" Daren mulai sedikit kehabisan kesabarannya. Lena menatap Daren dengan tatapan menyelidik lalu bergumam pelan. "Bagaimana aku bisa percaya jika makanan ini aman? Bisa saja kan kau berniat meracuniku." Lena berkata dengan ketus, kembali menyulut amarah pria itu. Samar terdengar helaan nafas pendek dari mulut Daren. "Aku pertegas, kenapa aku harus repot-repot melakukan hal seperti itu? Aku tidak punya banyak waktu untuk melakukan hal yang tidak bermanfaat Lena. Dan apa gunanya aku meracunimu? Kau masih bermanfaat untukku. Jadi jangan dulu besar kepala Nona, aku membuatkan makanan ini untukmu hanya karena aku tahu kau pasti kehabisan tenaga setelah percintaan panas kita semalam. Dan aku tidak mau dapurku dijamah lagi tanpa ijin oleh seorang wanita yang kelaparan seperti kemarin." Daren berkata tanpa mengedipkan matanya, tegas dan berhasil membuat Lena tersadar kembali akan posisinya. Ia mendesis keras lalu menyerah, menyeret kursinya kasar dan duduk dihadapan Daren sambil menatapnya tajam penuh benci. Sialan. Pada akhirnya dia mengungkit apa yang terjadi semalam. Tapi... Apakah dia benar-benar sedingin itu? Jujur saja, perkataannya terasa sangat pedas dan membuat Lena merasa sangat rendahan. Lena menggertak, meyakinkan dalam hatinya bahwa ia tidak akan lagi terpesona pada pria jahat di hadapannya ini. Daren sudah kembali lagi pada makanannya. Tidak memperdulikan wanita di hadapannya yang sedang menatapnya benci seakan ingin menikamnya saat ini juga. Merasa itu membuang-buang waktunya saja, Lena mengambil sendok supnya lalu mulai mencicipi sup kacang merah buatan Daren. Matanya tiba-tiba terpejam, merasakan betapa lezatnya masakan ini. Lena kembali mencicipi satu sendok sup kacang merah itu, dan ajaib. Ini memang sangat lezat! Dan sialnya Lena tidak bisa pungkiri itu. Pria ini bisa memasak, mungkin saja dia sedang berusaha memamerkan pesonanya kembali. Hal itu membuat Lena bertanya-tanya. Apakah wanita-wanita sebelumnya juga diperlakukan seperti ini? Dibuatkan masakan andalannya dan juga mempertontonkan bagaimana pesonanya saat ia memasak, dan juga apakah dia memperlakukan wanita sebelumnya seperti dia memperlakukannya sekarang? Benarkah ia selalu bersikap dingin dan berkata pedas seperti itu? Lena menggeleng, kenapa ia harus tahu? "Kau benar-benar tidak tahu berterima kasih, setelah mencaci masakanku yang sama sekali belum kau cicipi tadi lalu menuduhku telah meracuni makananku, sekarang kau malah mengomel tidak jelas di hadapan makanan itu." Daren sudah tak tahan lagi, wanita ini benar-benar membuatnya naik pitam. Setelah mencicipi dua sendok supnya tadi, Daren cukup lega ketika melihat ekspresi Lena yang tampak menikmati masakannya. Tapi senyum kemenangannya pupus seketika saat melihat ekspresi Lena berubah dan kembali terdiam, menatap sup buatannya dengan kening yang mengernyit tampak memikirkan sesuatu, dan saat wanita itu menggeleng keras tampak tidak setuju dengan pemikirannya sendiri, barulah Daren sadar bahwa Lena sedang memikirkan hal yang negatif pastinya. Daren mencoba menarik mangkup sup milik Lena, tapi Lena cepat-cepat menahannya. "Ini milikku!" sanggah Lena keras tidak akan membiarkan pria jahat itu mengambil sup bagiannya. Daren menatap Lena tajam "habiskan, atau aku akan mengambilnya dan tidak akan memasakan atau mengijinkanmu makan di tempatku lagi." Ekspresi wajah Daren tampak serius, membuat Lena bergidik dan cepat-cepat menghabiskan masakannya. Lagipula, masakan buatan Daren benar-benar lezat, sehingga Lena tidak terlalu membuat rumit lagi perintah Daren tadi. Jika tiap hari pria ini sudi memasak untuknya. Wah... Lena tidak dapat membayangkannya lagi. Daren memperhatikan wanita itu dengan diam, dia tampak lahap dan menikmati hasil masakannya. Sebenarnya ia ingin bertanya bagaimana rasa masakannya itu. Apakah buruk? Pas? Atau lezat? Karena sebelumnya dia tidak pernah memasak untuk siapapun. Bisa saja masakannya tidak sesuai dengan selera lidahnya. Daren mengernyit-bingung. Apa ia sedang gugup sekarang? "Darimana kau belajar memasak?" tanya Lena akhirnya saat sudah selesai menghabiskan masakannya. Dia meneguk air putih yang sudah Daren siapkan tadi. "Itu bukan hal yang sulit." Daren menjawab dengan singkat. "Bukan hal yang sulit?" Lena mengernyit, dan tak lama ia mendengus pelan saat menyadari bahwa pria itu sedang menyombongkan dirinya sendiri. "Aku pernah bilang, bahwa aku terbiasa mengurus hidupku sendiri. Jadi memasak bukanlah hal yang sulit. Aku belajar otodidak untuk itu." Lena mengangguk sambil memasang wajah pura-pura tidak peduli. Lagipula kenapa ia harus tahu? "Omong-omong, makanlah ini." Daren tiba-tiba mengeluarkan sebuah plastik berisi pil dan menyodorkannya ke arah Lena. Lena mengernyit bingung sambil mengambil pil yang disodorkan Daren. "Kenapa aku harus memakan ini?" tanya Lena pelan, tapi saat ia mengetahui apa khasiat dari pil tersebut, matanya membulat kaget dan tiba-tiba merasa malu teramat sangat. "Untuk berjaga-jaga, semalam aku lupa memakai pengaman karena kau--" ucapan Daren terhenti saat Lena menutup mulutnya dengan telunjuknya. "Cukup! Jangan lanjutkan penjelasannya!" sanggah Lena dengan wajah yang memerah seperti kepiting rebus. Astaga! Haruskah pria itu mengingatkan apa yang terjadi semalam dengan cara ini? Benar-benar sangat memalukan! "A-aku tidak mau memakannya!" tiba-tiba ada dorongan kuat untuk Lena menantang pria b*****t itu. Daren menatap Lena dengan pandangan tidak suka sekaligus tidak setuju dengan penolakan yang diberi Lena. "Aku tidak peduli jika kau tidak mau memakannya, tapi aku tidak akan bertanggung jawab jika kemungkinan yang paling buruk terjadi padamu hanya karena penolakanmu ini Lena." Dengan susah payah Lena menelan ludahnya pahit. Tentu saja, kemungkinan terburuknya hanya karena sebuah ketidak sengajaan semalam itu, pria itu tanpa sadar telah menanamkan benihnya ditubuhnya... Tapi Lena belum mau kalah, tidak! Dia tidak akan kalah tepatnya. "Berhenti memonopoliku! Dan apa hakmu memerintahku sesuka hatimu, memangnya aku sudah menyetujui permintaanmu tentang membalas apa yang telah kau beri itu. Dengar Tuan Daren yang terhormat, malam itu adalah sebuah kesalahan. Ah ya! Itu adalah sebuah pelecehan! Kau telah melecehkanku!" Lena berkata dengan lantang. Hanya saja, respon yang diberi Daren tidak terduga. Pria itu malah tertawa keras dengan nada yang meremehkan membuat Lena mengernyit bingung. "Apa? Pelecehan? Pelecehan kau bilang?" Daren kembali tertawa, membuat Lena menggertak kesal menahan marah. Bisa-bisanya dia tertawa di saat serius seperti ini! "Aku melecehkanmu? Apa tidak salah? Pelecehan dilakukan oleh seorang pria c***l kepada wanita yang tidak berdaya. Sedangkan malam itu? Apa membalas ciumanku, mendesah untukku, bahkan dengan sukarela menggoyangkan pinggulmu untukku kau bilang sebuah pelecehan?" Daren menaikan sebelah alisnya menatap Lena dengan tatapan geli. Ya tuhan, wanita itu benar-benar ajaib. Suara nafas Lena terdengar berisik karena amarah yang teredam dan ingin segera ia ledakan. "Lagipula, tentang permintaan imbalanku, apa aku harus mendengar persetujuanmu setelah tanpa sadar kau telah menjawabnya dari bahasa tubuhmu semalam? Kau sudah memberi apa yang aku mau Lena, dan aku katakan kau akan bebas dariku jika kau dapat membayar apa yang telah ku keluarkan untukmu. Kemarin." Daren berkata tanpa beban, masih menatap Lena dengan senyum miringnya. Dan Lena yang sudah tak tahan lagi menampar dengan keras pipi Daren lalu menyiram wajah Daren dengan air yang berada di gelas bekas ia makan tadi. "Kau! Kau pria b******k! b*****t! Kau b******n! Pengecut! Kau- Aku membencimu!" Lena berteriak dengan lantang di hadapan Daren, mengumpatnya sebisa mungkin sambil menumpahkan kebenciannya agar pria ini cepat tersadar bahwa kata-katanya sangat melukai hatinya. Daren masih terpaku untuk beberapa saat, merasakan sengatan yang kuat akibat tamparan Lena tadi, dan saat matanya menatap ke iris biru yang sedang menatapnya penuh benci, Daren balas menatapnya dengan tatapan murka membuat Lena mulai menyadari apa yang telah ia perbuat. Daren bangkit dari duduknya, menatap Lena dengan rahang yang mengeras. Dan suasana berubah sangat serius saat ini. "Apa kau marah? Apa kau tidak setuju dengan apa yang kuucapkan? Hah? Asal kau tahu, jika semalam kau tidak mendorongku ke dalam kamar mandi dan tidak membuatku kebingungan, aku tidak akan pernah sudi memberikan tubuhku ini secara sukarela untukmu! Dan aku--" ucapan Lena terhenti saat Daren mendorong tubuh Lena ke dinding meja dapur membuat ia terhentak sakit. Dan saat ia akan memberikan perlawanan Daren membungkam bibir Lena dengan bibirnya ganas, tentu saja Lena sebisa mungkin memberontak, meronta. Mencoba melepaskan dirinya dari jeratan Daren. Tapi kekuatan Daren tak sebanding dengan kekuatan Lena. Pemberontakan itu malah membuat Daren semakin menciumnya dengan sangat kasar. Sampai ia menghentikan ciumannya. Nafas mereka memburu. Dan mata Lena sudah memanas akibat perlakuan kasar yang diberi Daren. Tapi dia tidak ingin menangis! Dia tidak mau terlihat lemah, dihadapan pria sialan ini! "Munafik." bisik Daren sambil mengusap bibir Lena yang bengkak akibat ciuman paksa yang ia beri tadi. "Kau wanita munafik. Memangnya aku tidak tahu jika kau menikmati apa yang kita lakukan semalam? Hah? Dan kau menyangkalnya hari ini. Bagus. Umpatlah aku sesuka hatimu, benci aku sampai kau merasa puas. Aku tidak peduli. Tapi, dengarkan aku. Aku benar-benar berubah pikiran, kau tidak akan pernah bisa lari dariku! Dan aku tidak akan pernah melepaskanmu begitu saja, mulai detik ini. Camkan itu!" Daren berkata penuh penekanan, membuat tubuh Lena bergetar bahkan tak kuasa menopang lagi tubuhnya. Saat Daren melangkah pergi meninggalkan Lena yang masih mematung akibat ucapan Daren tadi. Tubuhnya langsung terkulai lesu jatuh ke lantai. Tangis itu tidak bisa ia tahan lagi. Benar-benar jahat! Dan tiba-tiba saja, Lena merasa takut, sangat ketakutan.    tbc    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD