Aku tidak menerima penolakan!

971 Words
"Buat aku puas, Sayang." Raymond mengerlingkan matanya pada Diana yang masih membatu. Gadis tentu masih sangat syok atas apa yang baru saja dialaminya. Merasakan sesuatu yang luar biasa hingga tubuhnya terasa seperti dialiri listrik namun nikmat, lalu menjadi lemas dan terengah-engah setelahnya. Diana masih mencerna apa yang dikatakan Raymond, ia tidak tahu bagaimana caranya. Ini saja adalah pengalaman pertamanya. Memuaskannya? Seperti apa? "Come on, babe!" Kali ini Raymond sudah berpindah ke sofa empuk di dalam kamarnya. Ya Tuhan ... aku harus bagaimana? Apa aku harus menyerahkan perawanku malam ini? Oh tidak! Satu hal ini sangat ku jaga dan akan kuberikan pada suamiku kelak. Melihat Diana hanya duduk mematung sambil melamun, Raymond menjadi tidak sabar lagi. Miliknya yang sejak tadi sudah mengeras kian terasa menyiksa. "Hei! Kenapa justru melamun? Jangan menguji kesabaran ku!" Tangan Raymond meraih tangan Diana dan menuntunnya untuk memegang batang kesaktiannya yang terlihat besar dan menantang. Begitu gugup dan kaku, Diana memucat menatap lelaki tampan yang berdiri dihadapannya dengan tubuh polos berhiaskan otot yang begitu indah. "Rileks dong, Sayang! Kamu kan sudah puas? Apa mau lagi?" Raymond berusaha menggoda gadis polos itu. Diana menggeleng dengan cepat. "A-aku ... bisakah aku pergi dari sini? Please!" Dengan wajah mengiba Diana memohon sekali lagi pada Raymond. Sementara tangannya masih memegang sambil mengusap milik Raymond seiring dengan tuntunan pria itu. "Nanti setelah aku puas, akan coba ku pikirkan." Raymond menengadahkan kepalanya merasakan sensasi yang ditimbulkan oleh tangan lembut Diana. "Hisap, Sayang!" pintanya sambil menyodorkan benda tumpul itu pada bibir mungil Diana. "Buka mulutmu!" Diana menggeleng cepat, menolak benda itu. Baginya itu sangat menjijikkan. Tapi ia teringat bagaimana Raymond memanjakan area kewanitaannya dengan lidah dan bibirnya tadi. Apa Raymond tidak jijik? Pria itu justru terlihat begitu menikmatinya tadi. "Babe!" Raymond sedikit menjambak rambut Diana hingga membuat gadis itu memekik kesakitan. Dan tanpa membuang kesempatan lagi, Raymond melesakkan benda tumpul itu ke dalam mulut Diana. "Uhm ... uhm ...." Diana gelagapan karena sebelumnya tak pernah melakukan adegan ini. Benda itu terasa memenuhi mulutnya. Bahkan hampir membuatnya tersedak. "Terus, Sayang! Ouh ... ehm." Raymond meracau seiring membuat gerakan maju mundur di dalam mulut Diana. "Good girl!" Diusapnya pipi Diana yang sedikit basah oleh air mata gadis itu. Ia lalu menarik batangnya dan kembali berjongkok lalu membuka kembali paha Diana. Ia menjilat dan menghisap area berlendir milik Diana dengan b*******h. "Ahh ...," desis Diana secara spontan saat lidah itu menyapu permukaan miliknya, dengan halus menggelitik benda kecil ditengahnya. Ia tak sadar jika ia telah menikmati setiap servis yang diberikan oleh Raymond pada tubuhnya. "Kau siap?" Raymond bangkit dan berniat memasukkan miliknya. "Awww!" pekik Diana sambil meringis. Susah sekali! Kenapa susah sekali untuk masuk, batin Raymond. Ia berusaha terus melesakkan miliknya yang besar dan panjang. Sudah beberapa kali ia mencoba namun terasa sulit sekali bahkan kepalanya saja belum bisa masuk. "Please! Hentikan ini, sakit sekali," rengek Diana dengan mengiba sambil memukuli d**a Raymond. "No!" Aneh sekali ... padahal aku sudah memberikan pemanasan padanya, dia sudah basah tapi kenapa susah sekali. Bless .... Akhirnya setelah usaha yang panjang benda itu berhasil masuk meski baru sebagian. "Aaakkh!" Seperti dirobek saja, Diana memekik keras seiring tumpahnya buliran bening dari matanya. "Hiks ... hiks ... hentikan, Tuan. Sakit sekali, hiks ... hiks ...." "Rileks, Sayang!" Entah kenapa Raymond jadi tidak tega, ia tidak bisa memaksa melakukannya dengan kasar seperti yang biasa ia lakukan pada perempuan-perempuan gatal yang biasa menjadi penjilat dan menggodanya. Baginya Diana sangat lain. Sejak awal Diana tidak tertarik padanya, bahkan bersikap sangat buruk padanya. Dan saat melihat milik Diana yang masih begitu rapat dan bersih ia jadi berhasrat dan penasaran ingin mendaratkan bibirnya pada bagian berlendir itu. Ini pertama kalinya ia melakukan hal itu. Raymond heran, apakah ketampanan dan pesonanya tidak menarik dimata gadis itu. Apakah ketampanannya sudah luntur? Apa Diana tidak tertarik pada dirinya sama sekali? Sementara ribuan wanita rela berlutut hanya demi dilirik olehnya. Raymond mendekap dan memberikan ciuman di bibir Diana yang begitu dingin. Sementara miliknya belum ia gerakkan sama sekali. Dibawah sana terasa sangat sempit sekali. Lelaki itu serasa terbang merasakan sensasi berbeda saat miliknya berhasil masuk seluruhnya. Sempit, menggigit dan lembut. Benar-benar membuatnya mabuk. Ia memperdalam ciumannya meski tak berbalas, lalu turun menyusuri leher Diana dan berhenti pada puncak gundukan kembar dan mengulumnya. "Emhh ...." Sebuah lenguhan lolos dari bibir mungil Diana. "Nikmati, Sayang!" bisiknya seraya terus mendaratkan bibirnya pada tubuh polos gadis yang ia kurung dibawahnya. Sementara pinggulnya mulai ia gerakkan. "Sakit!" rengek Diana. Raymond tahu, ia tidak akan mungkin bisa bermain lama dengan Diana. Ia lumayan takut jika gadis itu pingsan nantinya. Lagipula milik Diana begitu sempit dan terasa meremas miliknya hingga membuatnya tak tahan jika harus berlama-lama. "Sayang ... ouh ... milikmu luar biasa, Babe. Emh ...." Cairan Raymond tumpah di dalam rahim Diana. Ia lupa jika ia tidak memakai pengaman saat ini. "Thankyou, babe." Tubuh Raymond terkulai lemas menindih tubuh mungil Diana. Ia lalu bergulir kesamping dan mengangkat tubuh Diana hingga berada diatas tubuhnya, tanpa melepas miliknya. Entahlah, apa yang ia rasakan saat ini. Rasanya Raymond enggan mencabut miliknya dan tidak ingin melepas tubuh Diana begitu saja. Tubuh Diana terasa berbeda sekali dengan perempuan-perempuan yang pernah ia tiduri. Terasa padat berisi meski Diana tidak terlalu tinggi orangnya. Ia terus mengecup kening dan rambut Diana yang ada di depan bibirnya. "Hiks ... hiks," isak Diana seolah tertahan. "Diana ... aku ingin kau memberikan servis ini padaku setiap hari." "Tidak mau!" tolak Diana seperti rengekan manja. "Sayangnya aku tidak menerima penolakan." "Dimana pintu keluarnya?" Diana beringsut dari posisinya. Namun saat ia akan beranjak, miliknya terasa nyeri dan pedih sekali. "Aww ...." Diana meringis, ia melirik ranjang yang dipakainya tadi. Sebuah noda merah seperti kelopak bunga terlihat oleh matanya. Tanpa bisa dicegah, air matanya lolos begitu saja. "Aku akan hargai kegadisan mu berapapun yang kau mau." "Aku tidak menjual diriku!" "Tapi aku sudah memilihmu." "Aku tidak mau!" "Sudah kubilang tidak ada penolakan!" Suara keras Raymond membuat hati Diana kian terasa teriris. Kenapa nasibnya harus seperti ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD