Part 2

3317 Words
    Di bawah guyuran shower Han Tae masih menggeram marah. Kembali bersumpah akan menghukum Seo Han hingga wanita itu memohon untuk kematian yang tak akan pernah dikabulkan olehnya. Seo Han harus tersiksa sampai dia menyesal telah terlahir ke dunia ini.     Yoonki mungkin belum tahu jika Taehyung sudah tahu informasi itu sejak awal. Hal pertama yang bisa dipikirkan Tae kenapa kakaknya itu memutuskan untuk menyembunyikan kebenaran, adalah mungkin karena sang kakak menganggapnya menyukai gadis bernama Seo Han.     Masuk akal memang, sebab hampir setiap waktu  Han Tae memuji gadis itu, yang telah bertekuk lutut dalam kendalinya. Walaupun akhirnya ia meninggalkannya tanpa kata-kata setelah mengoyak selaput daranya.     Satu hal yang membuat Taehyung tak terlalu merasa perlu untuk bertanggung jawab adalah informasi yang diberikan Suno. Temannya itu  mengatakan kalau gadis yang ditidurinya baik-baik saja dan menjalani kesehariannya dengan cara yang sama.     Spesifiknya Tae jadi tahu bahwa Seo Han tidak hamil sama sekali. Maka tak ada yang perlu ia khawatirkan tentang benih yang ia tanam, karena malam itu Han Tae tak memakai pengaman sama sekali. Satu hal yang patut ia syukuri adalah sang gadis mungkin tidak sedang dalam masa subur ketika bersetubuh dengannya.     Untuk mendapat informasi sedetail itu Han Tae terpaksa harus menceritakan apa yang terjadi di malam bersalju itu. Ia percaya Suno tak akan mengatakan apa pun pada orang lain. Sebab, dari tiga temannya yang lain Sunolah yang paling bisa menjaga rahasia.     Jadi dengan berpikir demikian ia merasa sudah memenuhi satu janjinya bahwa tak akan ada yang tahu percintaan mereka. Meskipun bukan sama sekali tak ada, karena ada Suno dan orang yang diajaknya bertaruh yang tahu tentang hal itu.     Han Tae membutuhkan video itu hanya untuk bukti bahwa sangat mudah bagi seorang Han Tae telah memenangkan pertaruhannya, yakni menaklukkan Seo Han dalam waktu seminggu saat masa winter camp berlangsung.     Namun, boom! Tae bahkan mendapatkan jackpotnya hanya dalam waktu dua hari, bukankah itu cukup membuktikan bahwa ia memang terlalu ahli dalam urusan seperti itu?     Atau bisakah dibilang kalau Han Tae memang terlalu b******k?     Kembali pada sosok Han Tae yang kini tengah mematut diri di depan cermin setelah acara mandinya selesai. Ia menyeringai tipis saat membayangkan apa yang akan dilakukannya pada Seo Han di awal pertemuan mereka nanti, haruskah ia langsung menerjangnya?     Sejujurnya Han Tae merindukan desahan wanita itu. Suara yang terdengar terlalu seksi dan mengundang gairah. Meskipun wanita yang berstatus sebagai pacarnya juga sering mendesah untuknya, tapi entah kenapa ia merasa itu berbeda. Ada kenikmatan lain yang bisa ia dapat dari Seo Han. Mungkin karena waktu itu Seo Han memang masih perawan.     Menurut info terakhir yang diberikan Suno, Seo Han kini tinggal di sekitar Myongdong, membuka toko baju kecil di sana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Itu terkesan ironis mengingat Seo Han dulunya keturunan orang berada yang cukup cerdas.     Salah satu pengurus penting dalam BEM juga ketua Mapala. Gadis yang disegani dan ditakuti preman karena ia memiliki kemampuan beladiri yang tak bisa dianggap remeh. Ah, gadis itu bahkan pernah menelanjangi Daniel si preman kampus, karena mencoba melecehkannya.     Namun, sekarang jika kembali mengingat statusnya yang seorang mantan narapidana, maka tak salah jika hidup Seo Han berubah drastis, keluarga gadis itu pasti telah membuangnya karena malu.     Siapa yang sangka wanita secantik dan secerdas itu malah terjebak narkoba. Hingga ia begitu tega membunuh Jimmy saat mencoba menolongnya, saat sedang dalam pengaruh obat terlarang itu dan jahatnya lagi untuk menghilangkan jejak Seo Han melemparkan tubuh Jimmy ke dalam jurang.     Setidaknya itulah informasi yang Han Tae terima dari Suno dan Jeongguk, juga Sungjae—sahabat Seo Han yang kini telah menjadi istri Jeongguk—sepupu Han Tae.     Awalnya Han Tae sempat berpikir bagaimana bisa? Karena Seo Han terlihat sangat sehat, tak terlihat sama sekali jika wanita itu seorang pecandu.     Namun, nyatanya hasil tes membuktikan adanya kandungan narkoba dalam darahnya. Maka tanpa basa-basi wanita itu pun dikeluarkan dari kampus karena kasus yang sama.     Yah, tentu saja semua memang akan berakhir demikian. Memang siapa yang mau menerima mahasiswa bermasalah seperti itu tetap berada dilingkungan kampus, dikalangan orang-orang yang berpendidikan dengan akhlak yang baik. Walau mungkin sebagian dari mereka sama saja, hanya sedikit terselubung.     Setelah cukup puas dengan penampilannya yang casual dengan atasan kaos hitam bergambar harimau dan celana pendek berwarna senada  Han Tae pun keluar kamar. Melangkah turun menuju lantai dasar untuk menemui kakak dan ayahnya yang tadi sedang mengobrolkan perihal kasus lima tahun silam.     Namun, saat ia menjejakkan kakinya di tangga terakhir kedua sosok pria dewasa itu tak lagi terlihat, sepertinya mereka sudah membubarkan diri. Han Tae sedikit kecewa, ia pun melangkah menuju ruang makan yang berdampingan dengan dapurnya. Mendapati presensi sang ibu yang tengah memasak sambil bernyanyi Han Tae pun tersenyum bahagia, sudah sejak lama ia merindukan sosok peruh baya itu.     Han Tae masih ingat setelah malam itu berlalu, esok paginya ia langsung terbang kembali ke Australia, tempatnya menyelesaikan pendidikan.     Han Tae memang tak sekampus dengan Seo Han maupun tiga sahabatnya yang lain. Lebih tepatnya ia mantan mahasiswa di sana. Setelah satu semester pertama Han Tae lewati di Korea, ia menerima tawaran kakaknya untuk melanjutkan study di Australia.     Kakak yang berbeda umur lima tahun darinya itu menawarkan kebebasan yang diinginkannya sebagai pria dewasa, asal Han Tae tetap bertanggung jawab dengan pendidikannya, alias tak sering membolos seperti yang sering dilakukannya bersama ketiga sahabat karibnya saat masih SMA dulu.     Sang mama hanya bisa pasrah mendukung keputusan kedua anaknya. Ia dan suaminya tak ingin jadi pengekang, tapi lebih berperan sebagai pendukung. Maka ketika Han Tae dinyatakan lulus dengan nilai terbaik tahun lalu mereka merasa sangat bangga.     Keputusan untuk menyerahkan perusahaan keluarga kepada Tae pun disepakati, karena melihat kemampuan akademis pemuda itu, maka ia dianggap cukup mampu untuk jadi pengganti ayahnya.     Sementara Yoonki? pemuda itu sudah menolak tawaran jadi CEO sejak awal, ia lebih memilih jadi musisi. Tak hanya Han Tae, Yoonki pun mampu membuktikan dirinya dengan cara yang sangat ia sukai itu. Yoonki menjadi musisi yang hebat, bahkan setahun lalu ia telah mendirikan kantor agencynya sendiri di Australia. Sementara Tae memegang cabang perusahaan milik keluarga mereka di negara yang sama dengan sang kakak.      Kali ini atas permintaan kedua orang tua mereka, baik Han Tae maupun Han Yoonki pun memutuskan untuk kembali. Walaupun dengan berat hati, sebab mereka sudah terlalu nyaman hidup di Australia sana.     Yoonki memutuskan untuk pulang, setelah sebulan lalu ia berdebat cukup lama dengan sang mama, yang pada akhirnya membuatnya mengalah dan memindahkan kantor agencynya ke Seoul.     Lain halnya dengan Tae, mengurus perusahaan keluarga yang berpusat di Korea bukanlah tujuan utamanya untuk pulang. Pemuda itu hanya pulang dengan satu tujuan, menghukum Seo Han hingga wanita itu bahkan merasa enggan untuk hidup. Dendam Jimmy harus terbalaskan. Itulah misinya kembali pulang.     "Apa yang kau pikirkan, Tae?" Han Tae tersenyum simpul, menatap mamanya yang mondar-mandir menata makananan di atas meja dibantu beberapa maid yang sering kali mencuri pandang kearahnya.     "Tidak ada, Eomma, hanya teringat Jeongguk dan Suno." Mama Han Tae manggut-manggut mengerti. Wanita paruh baya itu mengambil segelas air lalu meneguknya hingga tandas.     "Aku bahkan tak bisa hadir saat pernikahan si Jeongguk k*****t itu," ucap Han Tae, sambil mencomot sebiji anggur merah dari atas tempat buah dan memakannya.     "Kau kalah telak dengannya. Lihatlah dia bahkan sudah mampu memberikan orang tuanya cucu, tak sepertimu dan Yoonki yang taunya hanya bermain saja. Wanita itu bukan permainan,Tae, kau harus tahu itu. Coba kau pikirkan, bagaimana jika seseorang menggunakan ibu hanya sebagai mainannya?"     Han Tae mendecakkan lidahnya mendengar ucapan sang mama. "Apa sih, Eomma, aku juga tahu batasanku. Tak mungkin putramu yang tampan ini berani mempermainkan wanita baik-baik, Eomma. Yang kuajak selama ini hanya w************n yang haus harta dan ketenaran, sementara aku  hanya sedang mencari wanita baik-baik untuk kukenalkan sebagai menantu padamu."     Heijin memutar bola mata malas mendengar ucapan putranya yang sama saja dengan ucapan Yoonki putra pertamanya. Jika sudah berurusan dengan pernikahan maka keduanya akan berusaha untuk berkilah dari pertanyaan seputar calon istri dan cucu. Pada saat seperti itu Heijin hanya bisa pasrah, meski ia sangat ingin segera menimang cucu.     Apalagi ketika Jeongguk datang membawa anaknya yang gembul itu, Ah, rasanya ia ingin sekali menjodohkan kedua putranya dengan putri teman-teman arisannya. Namun, jelas saja itu cuman angan-angan, karena kedua putranya pasti akan menolak mentah-mentah keputusan itu.     Kedua putra kebanggaannya itu lebih memilih bermain dengan jalang di cafe-cafe, Heijin sangat tahu itu, tapi tetap mendiamkannya. Bukannya mengizinkan, hanya saja wanita paruh bay aitu sudah tak punya kekuatan untuk mencegah kelakuan mereka berdua.     "Kalau begitu buktikan kata-katamu dan berikan ibu cucu segera," ujar sang mama saat mendengar bagaimana Han Tae berkilah tadi.     "Ya! Kenapa tak minta sama Yoonki hyung dulu, Eomma," protes Tae ketika dirinya merasa terjebak dan terpojokkan oleh kata-kata yang mama.     "Hyungmu itu akan jadi perjaka tua, lihat saja kelakuannya," dengkus Heijin kesal.     "Memang kelakuanku kenapa, Eomma?" Ibu dan anak itu menoleh bersamaan ke arah datangnya suara. Dilihatnya Yoonki berjalan mendekat dengan wajah datar seperti biasa.     "Ck. Han Tae, lihat hyungmu, tampangnya dingin begitu mana ada wanita yang mau sama dia," Tae terkekeh, sementara sang kakak tetap tak acuh. Pria itu menarik kursi dan duduk di sebelah Han Tae.     "Berhenti ikut ajaran tak senonoh hyungmu itu. Carilah gadis baik-baik, karena hyungmu tak akan mendapatkannya. Coba bayangkan gadis mana yang mau menikah dengan manusia kutub. Kecuali para PSK yang tergoda dengan uangnya, mana ada yang mau menghabiskan malam dengannya."     Yoonki nampak kesal mendengar ocehan panjang mamanya yang semakin ngelantur ke mana-mana, ditimpali adiknya yang seringkali memojokkan dan hampir saja membuka rahasia besarnya tentang gadis sekolahan itu. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk angkat bicara guna menghentikan celotehan tak berkelas itu.     "Setidaknya aku tak pernah tidur dengan seorang pemakai dan psikopath seperti Seo Han."     Satu kata pamungkas Yoonki pun keluar, yang membuat sang ibu mengerutkan dahi tak mengerti. Sementara Han Tae menatap kakaknya dengan tatapan berapi dan bibir gemeretak menahan amarah.     “Ada apa dengan Seo Han? Siapa yang pernah tidur dengannya?” Suara berat pentolan keluarga Han membuat ketiga orang yang  sedang berkumpul di meja makan itu menoleh bersamaan. Han Tae secepat kilat memalingkan wajah tak ingin ayahnya bertanya lebih banyak lagi.     Yoonki pun melakukan hal yang sama. Namun, pria kutub itu masih bisa menjawab sekenanya. “Bukan siapa-siapa, Appa. Hanya Tae, berpikir untuk mendekati gadis itu. Mungkin kami bisa bermain-main dengannya.”     Ayah mereka pun mendecakkan lidah kesal. “Jauhi wanita iblis seperti dia atau kalian akan berakhir seperti Jimmy. Semoga kalian tak akan pernah lupa dengan apa yang menimpa pemuda malang itu.”     “Tentu, Appa,” sahut Yoonki dan Tae berbarengan.     “Tapi maaf, Appa. Karena aku datang ke Korea khusus untuk menemuinya. Dia harus mengerti bagaimana rasanya sebuah siksaan, Appa. Siksaan yang membunuh sahabatku,” batin Han Tae setelah ia menjawab ucapan orang tuanya tadi. ***     Seminggu sudah Han Tae ada di Daegu. Semua hal tentang Daegu membuat Han Tae terlihat lebih ceria. Di samping menikmati mengenang tempat-tempat masa kecilnya, bertemu dengan neneknya. Han Tae juga tak melupakan untuk mengenang kembali semua kisah yang terlewat bersama Seo Han. Malam pertama mereka beralaskan jemari kering di Gudang kayu. Romantis sekali.     Han Tae bahkan berkunjung ke tepian kolam, di mana jebakan itu pertama kali dibuat. Kala itu, dengan akal liciknya Han Tae sengaja tak menyediakan kayu bakar untuk para peserta camp. Ia tau betul sebagai leader group Seo Han pasti akan menanyakan soal kayu bakar itu, meskipun awalnya ia sempat berusaha mencarinya sendiri.  Namun, akhirnya gadis itu menyerah sesuai dugaan awal Han Tae.     Jebakan kedua dimulai saat ia menawarkan tantangan ski ice. Umpannya sudah bisa di dipastikan akan dimakan, mengingat Seo Han gadis yang suka tantangan. Dan yah begitulah, dengan sangat mudah Tae bisa mengelabui gadis itu. Mereka pun berlomba mencapai gudang dengan menuruni pegunungan menggunakan papan ski.     Rencana selanjutnya adalah sengaja membiarkan sang wanita menang dan meninggalkannya jauh di belakang, agar ia bisa melemparkan papan ski dan membuat seolah-olah dirinya tercebur ke danau. Tentu saja sekali lagi itu berhasil.     Han Tae tersenyum iblis dari balik persembunyian ketika melihat Seo Han tampak bingung di tepian danau karena mengira dirinya tenggelam. Rencana besar Han Tae saat itu memang membuat Seo Han basah seutuhnya agar ada alasan baginya untuk menggagahi seluruh pakaian yang membungkus tubuh mulus Seo Han.     Ia pun telah mempersiapkan petasan dengan daya ldeak yang cukup keras, tapi sialnya suara petasan itu tak membuat Seo Han terjatuh. Han Tae pun keluar dari persembunyian, dengan serta merta mengagetkan wanita itu dengan suaranya yang cukup keras. Jika itu gagal Han Tae bahkan berencana mendorong gadis itu. Bagaimanapun caranya ia akan mengusahakan agar Seo Han basah kuyup.      Sepertinya ketika itu keberuntungan pun sedang ada dipihaknya. Seo Han langsung terjerembab ke danau saat Han Tae mengagetinya dengan suara keras. Setelahnya jadilah semua rencana jahat Han Tae berhasil dengan sempurna.     Pemuda itu berhasil merenggut kesucian Seo Han dengan dalil menyeamatkan nyawanya. Kemudian tanpa rasa bersalah sama sekali ia meninggalkan Seo Han yang sudah kehilangan harga dan kehormatannya sebagai wanita.     Setelah kembali dari Australia, Han Tae merencanakan untuk tinggak di Daegu hanya seminggu saja. Kini satu minggu telah berlalu, Han Tae pun sudah berangkat ke Seoul dengan kakaknya—Yoonki.     Han Tae tinggal dengan Yoonki di apartement keluarganya. Namun, tanpa sepengetahuan siapa pun ia telah memiliki satu apartement di kawasan Gangnam. Han Tae sengaja membeli apartement itu secara rahasia hanya untuk sebuah rencana. Yakni untuk memenjarakan Seo Han.     Tempat yang dipersiapkan khusus untuk menyiksa Seo Han. Sebuah neraka bagi wanita pecandu narkoba dan psikopath yang tersembunyi di balik wajah manis tanpa dosanya.     Hari pertama Han Tae di Seoul ia sudah disibukkan dengan segala macam urusan kantor. Bertemu dengan karyawan juga untuk menerima serah terima jabatan dengan pimpinan yang sekarang.     Pemuda itu sedikit kesal, sebab sudah hampir seminggu berlalu ia masih saja belum bisa mengunjungi Myongdong tempat Seo Han tinggal sekarang. Itulah kenapa hari ini, setelah ia mengunjungi kantornya tadi dan menyelesaikan segala urusan mengenai pekerjaannya, Han Tae pun bergegas pergi ke Myongdong.     Myongdong cukup terkenal di Korea Selatan. Tempat itu adalah surganya barang murah baik bagi pelancong ataupun bagi wisatwan asing yang ingin membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang ke negaranya. Di samping itu kwalitas barang-barang di sana juga tak kalah baik dengan tempat-tempat lainnya di Korea.     Hari sudah cukup malam ketika Han Tae sampai di Myongdong. Ia berada di sana mengawasi satu toko  kecil yang cukup ramai pengunjung dari dalam resaturant yang berada di seberang jalan berhadap-hadapan dengan toko itu.     Oh-Han fhasion shop.     Toko itu memang terlihat cukup ramai bahkan lebih ramai dari toko-toko serupa yang berjejer di sana.     Han Tae tetap memerhatikan tempat itu dengan seksama dan cukup berhati-hati, agar tak ada yang curiga padanya, terutama sang pemilik toko. Hingga hampir dua jam berlalu, tampak olehnya satu persatu pengunjung mulai keluar dari toko kecil itu. Ada yang keluar dengan paper bag yang berisikan barang belanjaannya, ada juga yang keluar dengan sedikit raut kecewa mungkin tak menemukan apa yang mereka cari.     Namun, bukan itu yang jadi perhatian Han Tae. Pria itu hanya mengunci satu sosok dalam netranya. Seo Han—Han Tae hanya memerhatikan wanita itu. Pemilik toko yang melayani pengunjung dengan pakaiannya yang cukup sopan menutup auratnya tak seperti dulu, rambut hitamnya pun digelung naik dengan jepit rambut seadanya.     Sialnya penampilan Seo Han yang seperti itu malah membuatnya tampak anggun dan berkarisma, hingga bahkan meski memerhatikan dari jauh, hal itu cukup mampu membuat desiran aneh di d**a Han Tae. Sekelumit rasa nikmat yang pernah ia rengkuh dari wanita itu sejenak terlintas membuat Han Tae meraba birainya dengan ibu jari, sementara netranya menatap penuh hasrat. Jiwa iblisnya menguar ke permukaan.     Sesaat Han Tae pun mengulum senyum kala ia melihat, satu lampu di emperan toko Seo Han telah dimatikan, itu pertanda wanita itu telah bersiap untuk menutup tempat jualannya. Mematikan satu lampu bertanda Seo Han tak ingin lagi ada tamu yang masuk ke sana. Seo Han hanya menunggu agar sisa pengunjung keluar sebelum ia menarik rollingdoor seutuhnya.     Mungkin sekitar lima belas menit lagi, duga Han Tae dalam pikirannnya. Pria itu pun menyudahi acaranya di restaurant dan bergegas bangkit dari duduknya kemudian melangkah menuju seberang jalan.     Sesaat ia berdiri di sekitaran toko, mencoba untuk kelihatan tak perduli dengan toko kecil itu. Ia berpura-pura lebih memerhatikan toko sebelahnya, agar Seo Han tak curiga. Benar saja Seo Han tak menyadari keberadaan Han Tae di sana, apalagi dengan masker yang menutupi wajahnya.     Han Tae masih bersabar untuk menerjang masuk, ia memutuskan untuk menunggu sesaat lagi sampai tamu terakhir keluar dari toko.     Kurang dari sepuluh menit pasangan terakhir pun meninggalkan toko itu. Dilihatnya Seo Han membungkuk hormat sambil mengucapkan terima kasih. Kemudian gadis itu beranjak masuk menurunkan rollingdoor di bagian kanan-kiri toko untuk menutupi rak etalase.     Seo Han kembali masuk mematikan lampu luar toko juga mematikan lampu bagian dalam satu persatu. Han Tae dengan setia masih memerhatikan semuanya, sementara senyum iblis sudah tersemat di kedua sudut bibirnya. Laki-laki itu masih dengan sabar menunggu hingga tersisa satu lampu yang belum dimatikan dan suasana di dalam sana tampak remang-remang.     Sesaat kemudian dilihatnya Seo Han makin masuk ke dalam menuju mejanya untuk mengambil tas sebelum menutup toko dengan sempurna, maka saat itulah Han Tae menerobos masuk kemudian menutup rollingdoor dengan cepat.     "Maaf Tuan, saya sudah tut—"     "Hai."     Seketika suara Seo Han tercekat, ia tak dapat melanjutkan kata-katanya ketika suara itu menyapa telinganya disusul wajah Han Tae yang muncul dari balik maskernya. Wajah tampan dengan seringaian iblisnya.     "K—kau ...?"     "Iya, ini aku, Sayang, apa kabarmu?"     "Apa maumu?! Kenapa kau kemari, b******k!?"     Han Tae  terkekeh mendengar bentakan Seo Han, yang sudah mengambil ancang-ancang untuk bertahan. Wanita itu memasang kuda-kuda untuk melakukan perlawanan.     Baiklah, dulunya Seo Han memang juara bela diri, selama ini wanita itu memang bisa dengan mudah menaklukkan lawannya, bahkan mempermalukan para preman di kampusnya. Namun,jika berhadapan dengan Taehyung rasanya ceritanya akan jadi berbeda, karena Taehyung tak hanya menguasai satu ilmu bela diri.     Kecintaannya pada film-film lawas yang dibintangi si bintang laga Bruce Lee membuatnya mampu menguasai berbagai macam ilmu bela diri seperti sang idola, hingga sangat mudah baginya untuk melumpuhkan Seo Han yang hanya seorang wanita.     "Kenapa kau marah, manis? Kau tak merindukanku? Padahal jauh-jauh aku datang dari Australia hanya untuk bersamamu lagi, menghabiskan malam yang indah seperti dulu."     "Diam kau, b******k! Keluar dari tokoku!! Atau aku akan menghabisimu."     "Bagaimana kalau kita saling menghabisi? bukankah itu terdengar lebih menyenangkan."     "DIAM!" hardik Seo Han, membuat Han Tae tertawa terbahak.      Han Tae berjalan mendekati Seo Han, kali ini mengubah ekspresinya menjadi penuh kebencian dengan tatapan mengintimidasi. "Berikan kuncinya!" Han Tae menengadahkan tangannya di depan Seo Han dengan serta merta membentak wanita itu.      Seo Han berjengit, tanpa sadar memundurkan tubuhnya satu langkah ke belakang.     "Bukankah Tak lucu jika saat kau mendesah nanti tiba-tiba ada orang yang menerobos masuk tanpa permisi."     Sedikit ketakutan Seo Han menelan salivanya kasar. Ia menyembunyikan kunci rolingdornya di balik punggung.     "Berikan, Seo, jangan memaksaku untuk bertindak kasar."     "KUBILANG KELUAR KAU b*****t!"     PLAK!     Satu tamparan keras mendarat di wajah Seo Han. Wanita itu pun langsung tersungkur ke lantai. Kemudian dengan langkah lebar Han Tae mendekatinya.     "Akkh!" Han Tae menjambak rambut Seo Han dengan sangat kasar hingga cepolan rambutnya terlepas dan rambut panjang Seo Han terurai berantakan. Tanpa belas kasihan Han Tae juga menginjak jari tangan Seo Han dengan ujung sepatunya.     "Jangan berani berteriak padaku, JALANG SIALAN!" geram pria itu sebelum melemparkan tubuh Seo Han hingga tersengukur, kepalanya membentur lantai. Segera setelah itu Han Tae mengambil kunci yang tergeletak tak jauh dari tubuh Seo Han. Barulah ia melangkah mengunci toko itu dari dalam.     Setelah semua urusannya dengan pintu toko itu selesai, Han Tae pun kembali mendekat ke arah Seo Han, yang terpekur dengan tubuh gemetar.     "Kemari kau, jalang!" Dengan sadis Tae kembali menjambak rambut panjang Seo Han, kemudian menyeretnya mendekati dinding salah satu rak pakaian. Ia melepas dasinya sendiri dan mengikat kedua tangan Seo Han dengan sangat kuat.     Tubuh Seo Han semakin gemetar ketakutan, Han Tae tahu itu, tapi ia tak peduli. Tangan kirinya kini merapikan rambut Seo Han yang tak beraturan dan menutupi wajah wanita itu yang telah basah oleh air mata.     "To—long ... lepaskan aku, Tae …." Bibir Seo Han gemetar ketakutan, bahkan hingga suaranya pun terdengar terputus-putus.     Namun, bukannya memenuhi permintaan sang wanita, Han Tae malah mencengkram rahang Seo Han dengan kasar, hingga membuat wanita itu memejamkan matanya menahan perih akibat tekanan tangan kanan Han Tae di wajahnya.     "Melepaskanmu? Apakah kau juga melepaskan sahabatku Jimmy? Ke mana keberanianmu yang kau gunakan untuk membunuh sahabat baikku, hah!?"     Seo Han hanya terdiam, ia tak berani bicara apa pun. Apa lagi saat Han Tae memaksanya membuka mata dan menatap kilatan kemarahan di wajah pria itu. Wanita itu sangan ketakutan. Sekilas teringat apa yang pernah terjadi antara dirinya dan Jimmy, sebelum pria itu tewas.     "Dengarkan aku, Seo, aku tak akan membunuhmu seperti kau menghabisi Jimmy, tapi aku akan mengajakmu bersenang-senang, memberimu hadiah karena keberanianmu itu, jadi jangan banyak melawan dan terima saja," ucap Han Tae sebelum merobek kasar seluruh pakaian Seo Han.     Dan ….     "AKH!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD