Tiga

2033 Words
Lima hari Yana lalui dengan mengantar jemput Kai ke sekolah, selalu bersama setiap Kai sepulang sekolah. Dan sore ini, Yana udah harus balik pulang, karna besok pagi adalah acara akhad nikahnya dengan Radja. Kai mengantar Yana sampai terminal bus. Berdiri disamping bus yang udah nyala mesinnya. “Hati-hati ya mbak. Langsung kabari saat udah sampai rumah. Nggak boleh selingkuh, ingat udah punya pacar.” Kai menyentil hidung Yana. Yana hanya tersenyum. Jujur, hatinya sangat pedih, dia bingung harus gimana cara ngomongnya ke Kai. Dia nggak tega ngomong karna wajah Kai selalu terlihat bahagia saat bersamanya. “Ayo bilang janji kalo nggak akan selingkuh.” Pinta Kai dengan memaksa. “Ayo masuk, ini bus udah mau jalan.” Kernet bus udah mengingatkan. “Aku masuk dulu ya.” Kai ngangguk, mencium kening Yana. “Hati-hati ya sayang.” Yana hanya tersenyum, dan mulai melangkah menaiki bus. Kembali berbalik dan turun mengejar Kai yang sudah melangkah menjauhi bus. Dia tarik tangan Kai hingga tubuh Kai berbalik ke arahnya. Yana meraih tengkuk Kai dan menciumnya. Kai tak tinggal diam, dia melumat bibir Yana dengan sayangnya. Sungguh tak mempedulikan sekitar. Setelah puas, mereka melepaskan tautan. “Kai, maafin aku. Mulai detik ini, kita putus. Tolong lupain semua tentangku.” Abis ngomong gitu, Yana berlari masuk kedalam bus. Segera bus berjalan keluar dari terminal. Kai yang masih mencerna kata-kata Yana terpaku melihat bus yang membawa Yana menjauh darinya. Setelah dia sadar, dia berlari sekencang-kencangnya mengejar bus itu. “Mbak!!! Mbak Yana!!! Mbak!!!” Kai terus berlari memukuli kaca bus, hingga bus semakin meninggalkan langkah kaki Kai. “Mbak!!!!......” kaki Kai luruh ke aspal. Lemas seluruh tubuhnya, nafasnya ngos ngosan karna kelelahan berlari. “Apa maksud dia ngomong kek tadi??” Kai mengacak rambutnya dengan frustasi. Dengan lemas, dia kembali berdiri. Melangkah menuju ke motornya yang ada di dalam terminal. ~~ Yana menangis dalam diam didalam bus. Hatinya terasa sakit, perih dan sangat remuk. Ini bukan inginnya, tapi tak mungkin dia akan tetap menjalin hubungan saat dia sudah sah menjadi seorang istri. Jujur tentang pernikahannya pasti akan lebih menyakiti hati kai. Maafkan aku Kai, aku sangat mencintaimu. Terimakasih untuk lima hari ini. Terimakasih untuk kenangan sebelum kita berpisah. Aku bahagia, aku bahagia menjadi kekasihmu lima hari. Bukankah cinta itu banyak yang tak saling memiliki? Mungkin aku dan Kai berada di mode itu. Sekarang aku mencoba berfikir positif. Jika kami berjodoh, suatu saat pasti Tuhan akan menyatukan kita kembali. Walau mungkin sudah dalam keadaan atau status yang berbeda. Lelah menangisi kisahnya, Yana mulai memejamkan mata. Dia terlelap hingga sang kernet menyenggol, membangunkan karna udah sampai tujuan. Segera dia menelfon Jo minta dijemput. Berjalan keluar terminal menuju halte bus. Duduk dengan beberapa orang disana. Tak begitu lama, Jo datang. ~~ Yana mengetik pesan balasan untuk Kai. Pesan WA dari Kai sebanyak 60 pesan itu. [Aku nggak bercanda Kai. Maafin aku, kita putus, kita bukan lagi kekasih. Aku menikah besok pagi. Jika kita berjodoh, mungkin Tuhan akan mempertemukan kita dengan caranya suatu saat nanti.] Send Kai. Setelah pesan itu centang dua biru, Yana segera mematikan ponsel, mengambil sim card nya dan mematahkan menjadi kepingan kecil. Kembali dia menangis hingga larut. ~~ “SAH” Ucapan beberapa orang yang menyaksikan pernikahan Yana dan Radja menjadi bukti bahwa mulai detik ini Yana sudah resmi berstatus istri orang. Tak hentinya Yana mengusap mata selama acara berlangsung. Menandakan jika dia sama sekali tak merasa bahagia. Seperti permintaan pak Hendra, malam ini Yana dibawa pulang keluarga suami ke rumah mereka. Yana mendorong kursi roda Radja, sedangkan tas nya dibawakan oleh pak Narto, supir pak Hendra. “Kalian langsung istirahat saja ya. Pasti lelah sama acara tadi.” Ucap pak Hendra. “Iya pi.” Radja yang jawab. “Ayo kita ke kamar.” Radja ngomong sama Yana. Tanpa membalas, Yana hanya terus mendorong kursi Radja. “Kamarnya yang mana mas?” tanyanya setelah bingung mau bawa suami ke arah yang mana. “Yang itu.” Radja menunjuk sebuah pintu yang berada didepan tangga. Ah iya ini rumah Radja berlantai dua ya gaes. Rumah yang lumayan mewah dan ada beberapa kamar didalamnya. Setelah masuk kedalam kamar, Yana terdiam, dia sendiri bingung mau gimana. Canggung, karna pertama kali. “Bantuin lepas.” Pinta Radja sambil berusaha lepas jas. Segera Yana membantu melepas jas dan sepatu yang masih Radja gunakan. “Mas mau mandi?” tanyanya. Radja hanya menjawab dengan anggukan. "Bawa aku masuk ke kamar mandi." perintahnya. Tanpa menjawab, Yana mendorong Radja masuk ke kamar mandi. "Keluar." ~~ Sudah sebulan Yana tinggal dirumah Radja. Radja memang dingin, dia bahkan jarang berbicara. Namun itu tak menjadi masalah baginya. Bahkan dia juga tak satu kamar dengan Radja. Kamarnya ada disebelah kamar Radja. Seperti kebiasaannya, setelah selesai membantu suaminya mandi, dia membawa Radja ke meja makan. Sarapan bersama dengan papi Hendra. Mengambilkan makanan untuk papi mertua lebih dulu, baru mengambilkan untuk suaminya. Setelah itu, dia mengambil untuk dirinya sendiri. Papi tersenyum melihat prilaku Yana setiap harinya. Ini sangat berbeda dari menantunya yang dulu. Soraya Ferani, seorang sekertaris pribadi Radja yang ternyata merangkap sebagai kekasihnya. Wanita yang gila harta, bahkan selama menjadi menantu, belum pernah mengambilkan makan untuk mertuanya. Seandainya saja Raya masih jadi istrinya Radja, pasti dia juga segan mengurus suami yang cacat begini. “Yana, nanti siang Papi berangkat ke Jerman. Papi titip Radja ya, tolong jaga dia. Papi akan sangat merepotkanmu.” Kata papi disela makan. “Iya Pi, pasti aku jagain mas Radja. Papi jangan pikirin itu, fokus kerja aja.” Jawab Yana. “Berapa lama di Jerman?” tanya Radja. “Mungkin 2-3 bulan. Papi udah kasih kerjaan di kantor sama Panji.” Panji itu tangan kanannya Radja dulu. Anaknya kakak pak Hendra. Radja hanya ngangguk. “Empat bulan lagi Kaisar lulus sekolah. Dia bisa bantuin di kantor pusat.” Sahut Radja. “Uhuk...uhuk...uhuk...” Yana segera meraih segelas air putih dan meminumnya. “Hati-hati Na, sampai tersedak gitu.” Papi natap Yana. “Iya Pi.” Mendengar nama Kaisar, membuat hati Yana berdebar. Sampai detik ini pun dia masih menyimpan nama Kai direlung hatinya. Bahkan dia tidak berniat mengeluarkan nama itu. Dia bahagia mencintai Kaisar dengan caranya. Apalagi ingat pesan terakhir yang Kai tulis. [Sampai kapanpun elo tetap kekasih gue. Nggak ada kata putus dihubungan kita. Jika Tuhan bilang elo bukan jodoh gue, gue akan riques jika pernyataan itu salah.] ~~ 2 bulan berlalu. Siang hari, jadwal Radja terapi gerakin kaki. Yana menemaninya, menunggui hingga selesai. “Alkhamdulilah, sekarang pak Radja udah bisa berdiri.” Ucap syukur dari dokter yang selalu membantu Radja terapi. “Mbak, suaminya di semangatin terus ya. Ini perkembangan yang luar biasa lho.” Yana hanya tersenyum, dia lirik Radja. Ternyata suaminya juga tersenyum menunduk. “Iya Dok, makasih ya.” Selesai terapi, mereka kembali pulang kerumah. Mau kemana lagi selain pulang, mau jalan-jalan atau nge mall Radja nggak bisa nemenin juga. Sebenernya dia mulai nyaman dengan kehadiran Yana. Yana baik, nurut sama tiap kata-kata papi dan Radja. Siapa sih yang nggak akan nyaman. ~~ “Aku mau di taman.” pintanya saat baru saja turun dari mobil. “Iya mas, aku akan antar kamu ke taman.” Dengan hati-hati dia mendorong kursi roda itu ke taman samping. Saat sampai disana, sudah ada seorang lelaki yang berdiri didepan kolam. Lelaki itu berkali-kali melempar makanan ke dalam kolam. Maksudnya makanan ikan. Ada desiran di d**a Yana, lelaki yang berdiri membelakanginya itu sangat mirip dengan Kai. Bahkan kaos itu, kaos yang sering Kai gunakan saat di kostan. “Pergilah. Tinggalkan kami.” Perintah Radja. Yana hanya mengangguk nurut, dia melangkah menjauh meninggalkan taman. “Kapan pulang?” sapa Radja pada adik sematawayang itu. “Belum lama sih.” Kai mendekati kakaknya. Ya, dia Kaisar Paxon, mantan kekasihnya Layyana. “Kakak nikah lagi kok nggak bilang?” Radja tersenyum simpul. “Pernikahan ini nggak penting. Aku Cuma butuh seorang wanita yang merawatku saja.” Kai membalas senyum licik kakaknya. “Jangan gitu kak. Itu namanya menyiksa.” “Kamu pikir ada, cewek yang mau dengan tulus mencintai kakak yang cacat begini?” “Pasti ada lah, kakak tampan, baik dan kaya. Jangan nyiksa perasaan wanita. Kasian.” Kai mendorong kursi roda mendekati kolam, dia duduk di kursi samping kolam itu. “Dia juga baik Kai, cantik. Tapi aku masih sangat mencintai Raya.” Ungkapnya. “Pelan kak, mungkin dengan terbiasa, semua akan jadi nyaman dan berubah menjadi rasa sayang. Setelahnya, akan ada cinta yang tersemat didalamnya.” Kai tersenyum mengingat kedekatannya dengan Yana dulu. Bahkan awalnya selalu bertengkar adu mulut, tapi lama-lama terasa nyaman dan saling membutuhkan. Hingga nyaman itu berubah jadi rasa cinta. “Cih, sekarang nyeramahin kakak ya!” Radja berdesisi sebal. “Jadi kamu sekarang udah punya pacar?” Kaisar tersenyum mengingat perpisahannya pada Yana. Mengingat pesan terakhir yang Yana kirim itu. “Udah kak.” Memang kamu bilang putus mbak, tapi buatku nggak akan ada kata putus dihubungan kita. Kamu tetaplah milikku. ~~ Yana sibuk membuat makan malam bersama mbok Esti. Kali ini buat menu makanan agak banyak dari biasanya, karna adik iparnya mulai tinggal di rumah lagi. Setelah selesai menyiapkan makanan diatas meja, dia segera memanggil suaminya, membawanya ke meja makan. “Mas, adik kamu nggak ikut makan malam?” tanya Yana. “Mungkin sebentar lagi turun. Makanlah, tak perlu menunggunya.” Segera mereka makan berdua. Setelah selesai, Yana memberesi meja makan dan kembali kedapur untuk mencuci piring. Mbok Esti sudah kembali kerumahnya jam 5 tadi. Kaisar turun dari lantai 2, karna memang kamarnya ada diatas. Dia duduk di meja makan dan mulai mengambil secentong nasi. “Besok mulailah masuk keperusahaan. Panji akan menjemputmu.” Ucap Radja pada adiknya. Kaisar berhenti mengunyah. “Kak, aku baru aja selesai ujian. Masa’ udah harus mikirin perusahaan sih? Aku butuh istirahat lah.” Radja yang udah hafal sifat adiknya, mendegus kesal. Kaisar pintar tapi suka bermalas-malasan. “Kalau nggak besok mau kapan siapnya? Lagian cuma kunjungan ke kantor dulu Kai, kamu biar tau.” “Enggak ah, aku besok mau nyantai di rumah dulu.” Tolaknya dan lanjut makan. Radja hanya bisa geleng kepala dengan sikap adiknya ini. “Terserah kamu lah. Kakak sudah ngantuk.” Radja memutar kursinya sendiri menuju ke kamarnya. Tapi terlihat sangat kesulitan. “Cih, ngomong kalo butuh bantuan.” Desisnya. Kai bangkit dan membatu Radja menuju kamarnya. Membantu kakaknya berbaring di ranjang. Dia mengamati keadaan sekitar. Secara nih ya, Radja kan sudah beristri, bahkan sudah tiga bulan menikah. Tapi di kamarnya tidak ada tanda-tanda ada seorang wanita. Baju, atau alat make up juga tak ada. “Nyari apa?” tanya Radja yang mulai heran lihat keanehan Kai. “Kakak ipar mana? Kok nggak ada di kamar? Tadi di luar juga nggak ada.” Kai natap Radja menunggu jawabannya. “Tadi ke dapur.” “Kakak nggak satu kamar sama dia?” Radja hanya menggeleng dan mulai mengambil buku bacaannya. “Suami istri kok pisah ranjang sih? Aneh emang.” Habis ngomong gitu Kai keluar dari kamar Radja. Kembali ke meja makan, berniat untuk memberesi piring kotor yang tadi belum sempat dia singkirkan, tapi meja udah bersih. Ya, mungkin kakak ipar yang memberesinya. Dia kembali lagi ke kamarnya. Pukul 12.00am Kaisar baru merasa jenuh dengan PS nya. Dia berhenti bermain dan keluar kamar. Menuruni tangga hendak mengambil minuman dingin. Saat berada di tengah tangga, dia melihat seorang wanita berambut kriting berjalan dari dapur membawa segelas air minum. ~~ Pagi pukul 7.30am Kaisar sudah dandan rapi, tentunya ala dia. Bukan style ke kantor. Pakai kaos lengan pendek dibalut kemeja warna putih garis-garis tipis dan celana jeans hitam. Dia stylenya emang gitu. Katanya malu kalau harus pakai jas lengkap dengan dasinya. Menuruni tangga dan duduk di meja makan. Radja sudah ada disana. Memandang Kaisar dengan herannya. “Kenapa liatin gitu? Cinta ya?” Ucap Kai saat tau kakaknya melihat dari atas sampai bawah. “Cih!! Jadi ke kantor?” Hanya dijawab dengan anggukan. “Udah diceramahin papi dari subuh tadi.” Radja ketawa kecil. “Sukurin.” Dia mulai meminum segelas s**u didepannya. Kaisar celikukan mencari si kakak ipar yang sama sekali belum pernah ia temui. Semalam sempat lihat, tapi karna lampu tengah hanya temaram, itu tak mampu memperlihatkan rupa kakak iparnya. “Nyari apa?” tanya Radja yang menyadari mata Kai mulai awas kemana-mana. “Istri kakak mana? Aku nggak pernah liat.” “Enggak penting juga kan.” Jawabnya sambil memotong sandwick dipiringnya. “Iisshh ngomongnya!!! Aku doain kualat!! Bentar lagi bakal bucin sama kakak ipar!!” Kaisar meminum susunya dan mulai beranjak. “Aku berangkat ya.” “Iya, hati-hati.” Selesai sarapan, Radja memutar kursinya sendiri keluar ke taman samping. Dia meraih tongkat kotak yang biasa untuk latihan berdiri. Dia mulai bangkit, berdiri tegak. 2 menit, 5 menit, 10 menit dia tetap bisa berdiri tegak. Terukir senyum di bibirnya. Kembali dia duduk dikursi, agak lama. Lalu dia  kembali berdiri dengan bantuan tongkat, sekarang mulai menggerakkan kakinya perlahan. Menggesernya sedikit. Yes!! Bisa pindah posisi 5cm, dia majukan tongkatnya agar bisa lebih jauh menggeser kaki. Kembali dia geser perlahan, tapi.... Brruuukk... Dia ambruk kelantai. Kakinya tertekuk, dan itu terasa sangat nyeri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD