Tersenyum

1127 Words
Kini Rayza kembali datang ke kediaman Surya. Kediaman keluarga besarnya yang sudah diwariskan kepada putra pertama keluarga Surya, yaitu ayahnya. Sejujurnya Rayza agak sungkan saat menginjakkan kaki ke kediaman ini. Bukan karena masalah, tapi karena tak bisa memenuhi janjinya pada sang Ummi yang meminta Rayza membawa Qiran bersamanya. "Assalamualaikum..." Ucap Rayza mulai melangkahkan kakinya memasuki kediaman keluarga besarnya. "Waalaikum salam." Ucap Zahra yang langsung mengerutkan keningnya saat menyadari Rayza datang sendirian. Tidak bersama Qiran. Tapi dia tak enak hati menanyakan hal ini karena ada suaminya. Rayza pun segera menghampiri kedua orang tuanya dan mengecup punggung tangan mereka. "Sehat Nak? Lama kau tidak mengunjungi kami." Ucap Raynand mengusap punggung putranya. "Alhamdulillah Ayah." Ucap Rayza tersenyum. Sungguh dia bersyukur karena Umminya tidak bertanya terkait Qiran. "Ayah dengar dari Ummi, katanya kau sudah punya calon istri? Benarkah begitu?" Tanya Raynand tersenyum bahagia. Sedangkan Rayza hanya bisa menunjukkan wajah pucat nya. Dia begitu takut jika ayahnya akan marah jika tahu Qiran tinggal bersamanya. Walau mereka beda unit. "Owh... Itu Rayza... Tadi Ummi cerita sama Ayah. Kan waktu itu kamu cerita ke Ummi akan mengenalkan calon menantu ke sini. Kok kamu datang sendirian? Mana calon menantu Ummi?" Ucap Zahra mengalihkan perhatian. Rayza pun akhirnya bisa menghela nafas lega karena sang ummi sudah memberikan penjelasan yang bisa diterima oleh sang ayah. "Owh begitu ya?" Ucap Rayza tersenyum kikuk. "Kok kamu ga cerita sama Ayah? Ayah pikir kamu ga mau main ke rumah karena takut di jodohkan lagi. Eh ternyata... Kamu sibuk menjalin cinta dengan wanita. Ayah benar-benar penasaran seperti apa wanita yang sukses membuatmu jatuh hati Nak." Ucap Raynand kembali menepuk pundak Rayza. "Em... Insya Allah Rayza akan ajak dia ke mari. Tapi untuk saat ini mungkin belum bisa, karena dia harus menjaga ayahnya." Ucap Rayza berusaha mencari alasan. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa Qiran sedang berusaha melarikan diri darinya. "Lho... Memang ayahnya kenapa?" Tanya Zahra khawatir. "Ayahnya itu salah satu pasien ku." Ucap Rayza jujur, namun malah menciptakan konotasi yang lain. "Ayahnya sakit jantung?" Tanya Raynand penasaran. Skak mat... Rayza sungguh sudah tidak bisa berkutik. Pepatah memang benar. Ketika berbohong, maka akan ada kebohongan lain untuk menutupi kebohongan sebelumnya. "Tidak... Ti... Tidak sakit. Cuma butuh perhatian lebih aja. Ekhem... Aku haus banget nih Mi... Rayza minum dulu ya?" Jawab Rayza sekenanya. Pria itu pun bergerak menuju dapur untuk mengambil minuman sendiri. Tanpa disadari putranya, Zahra justru mengikuti langkah Rayza. "Za... Kalo memang ayahnya sedang sakit. Apa tidak sebaiknya kita menjenguknya. Ayo kita ke rumahnya." Ucap Zahra membuat Rayza tersedak karena terkejut. "Ukhuk... Ukhuk... Ukhuk... Em... Ya nanti aku kabarin lagi deh Ummi." Ucap Rayza bingung harus bicara apa. "Lho kok kamu panik gitu. Kamu lagi menyembunyikan sesuatu ya dari Ummi?" Tanya Zahra tak yakin melihat sikap putranya. Selama ini Rayza orang yang tenang. Tapi hari ini putra sulungnya itu terlihat sangat gugup. "Eh... Engga Mi... Aku biasa aja kok. Ah... Ummi ada-ada saja deh." Ucap Rayza terkekeh geli. "Iya mungkin." Ucap Zahra masih menatap putranya dengan tatapan menyelidik. Merasa diperhatikan membuat hati Rayza semakin gelisah. "Ummi lihatnya biasa aja dong." Ucap Rayza berusaha menyunggingkan senyum yang tenang namun malah terlihat aneh bagi Zahra. "Ummi biasa aja kok. Kamu benar-benar aneh deh sekarang. Em... Ummi pikir-pikir lebih baik kita segera menjenguk ayahnya Qiran. Ya... Untuk memulai silaturahmi yang baik antar besan." Ucap Zahra membuat Rayza kembali tak berkutik. Alasan apa lagi yang harus dia katakan kali ini. Dan sungguh Allah seolah membuka jalan bagi Rayza saat dering panggilan teleponnya berbunyi. Baru kali ini Rayza begitu bahagia mendengar notifikasi panggilan telepon dari handphone nya. "Em... Ummi... Rayza jawab panggilan telepon dulu ya?" Ucap Rayza menunjukkan handphonenya pada sang Ummi membuat Zahra hanya bisa mengangguk. Dan hati Rayza semakin berbahagia. Seolah ada ribuan bunga dan kupu-kupu yang berterbangan dalam jiwanya. Dia merasa seperti taman yang sangat berwarna bahagia saat melihat identitas pemanggilnya. Calon istri idaman "Qiran? Apa dia udah buka kadonya ya?" Gumam Rayza dalam hati. "Ekhem... Hallo... Assalamualaikum." Ucap Rayza. "Waalaikum salam... Rayzaaaa!!! Lo apa-apaan kasih kado ke gue. Gue ga berharap ya dapat kado dari lo... Cepet lo ke sini ambil kado dari lo. Gue ga Sudi terima kado dari lo. Gue tuh bukan cewe yang gila kado dari lo ya... Bla... Bla... Bla..." Ucap suara wanita di seberang telepon dengan kata-kata yang tak ada habisnya. Apalagi dengan teriakan nyaring saat memanggil namanya. Hak itu sukses membuat Rayza tersenyum. "Iya... Maaf... Kamu mau aku ke sana?" Ucap Rayza tenang sambil menatap Ummi nya yang tampak penasaran. "Iya cepetan ke sini. Ambil nih kado kamu. Kasih aja ke cewe yang berharap sama kamu. Gue ga butuh. Kalo kamu ga datang dalam waktu satu jam. Nih kado bakal jadi sampah. Gue injek-injek, gue bakar, baru gue buang." Ucap Qiran tanpa perasaan. "Ugh... Tega banget sih." Gumam Rayza dalam hati. "Iya De... Aku akan ke sana. Baru juga aku pulang. Kamu udah kangen begitu." Ucap Rayza terkekeh mendengar suaranya sendiri. Rayza benar-benar sudah menjadi seorang bucin yang tak peduli dengan amukan Qiran yang malah terdengar seperti nyanyian merdu di telinganya. "Ih... Pede banget... Yaudah ga usah ke sini lagi. Mending gue buang sendiri. Males banget gue kangen sama Lo." Sergah Qiran penuh amarah. "Ish... Ish... Ish... Udah ah jangan ngambek gitu." Ucap Rayza tetap setia mendengarkan ocehan Qiran. Sedangkan di seberang sana Qiran benar-benar tak paham jalan pikiran pria itu. Mengapa tak pernah kapok mendapatkan perlakuan buruk darinya. Qiran merasa terlalu muda jika harus bersama pria yang terpaut 10 tahun darinya. Qiran masih ingin menikmati masa mudanya. Dan akhirnya Rayza seolah menemukan ide brilian. Rayza harus bisa memanfaatkan kesempatan. "Udah jangan marah-marah. Nanti cepat tua lho." Ucap Rayza. "Eh... Sorry ya... Gue masih muda tau. Baru dua puluh tahun. Emangnya Lo. Bujang lapuk 30 tahun. Ga laku-laku." Ucap Qiran ketus. "Kan aku setia nunggu sampai kamu siap De." Ucap Rayza terkekeh. Sedangkan Zahra yang melihat putranya sibuk bertelepon ria dengan sang gadis idaman pun akhirnya pergi meninggalkan Rayza. "Ih... Yang ada nih ya. Kalo gue nikah sama Lo. Lo udah jadi kakek-kakek gue masih kinyis-kinyis. Ih... Ga banget deh." Ucap Qiran mencibir. "Iya deh... Kita sampai kakek nenek." "Aku tutup nih!" Ucap Qiran. "Jangan dong. Yaudah iya. Aku ke rumah kamu ya. Tapi bareng sama Ummi dan ayah aku. Katanya mereka mau silaturahmi sama Papi." Ucap Rayza tersenyum penuh arti. "Eh enak aja... Ga usah kesini kalo gitu. Mending gue buang sendiri kado dari Lo." Ucap Qiran. "Aku cuma mau bilang itu aja. Nanti aku datang ya ke rumah kamu. Kata Ummi aku sih ingin mulai menjalin silaturahmi baik antar besan. Assalamualaikum..." Kemudian pria itu segera menutup panggilan telepon sepihak karena tak ingin kembali mendengar teriakan Qiran yang tak ada habisnya. "Rayza... Heh... Jangan ditutup teleponnya... Rayza!!!" Teriak Qiran kesal. Tut... Tut... Tut... Rayza tersenyum membayangkan wajah Qiran yang pasti sangat kesal karena kabar baik darinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD