Kasmaran

1470 Words
Sepanjang perjalanan Zahra menatap wajah putranya melalui cermin yang berada tepat di atas putranya. Ya... Saat ini Rayza sedang menyetir sambil mendendangkan lagu. Mengikuti irama musik yang disetel olehnya. Bahkan wajah putranya tampak terus menyunggingkan senyum. Sungguh inikah yang dinamakan kasmaran? "Kau terlihat sangat bahagia. Baru kali ini Ummi melihat ekspresi mu seperti ini." Ucap Zahra tersenyum. Rayza pun menatap cermin yang berada di atasnya untuk menatap Umminya. Kemudian kembali menatap jalanan ibu kota agar tetap fokus. Dan sayangnya senyum itu tak pernah pudar dari wajahnya. "Masa sih Ummi?" Ucap Rayza sambil terkekeh. Sungguh dia sangat bahagia mendengar ucapan Martin yang menyatakan sangat setuju Rayza menjadi menantunya. "Iya... Biasanya kan datar... Kaya papan triplek." Ucap Zahra tersenyum. "Ah... Ummi bisa aja." Ucap Rayza kembali terkekeh. "Dia sedang kasmaran Ummi..." Ucap Raynand menepuk bahu putranya. Raynand begitu bahagia, karena sekarang Rayza bukan pria kaku yang sibuk bekerja. Dia juga akhirnya bisa merasakan cinta dan ketulusan. "Ayah tau aja..." Ucap Rayza terkekeh. "Iya dong... Ayah kan pernah muda." Ucap Raynand sambil tertawa. "Tapi dulu ayahmu tidak lebay dan bucin seperti mu. Ekspresinya biasa aja... Ga jadi suka senyam-senyum begini." Ucap Zahra. "Memang begitu ya Yah?" Tanya Rayza sambil tetap fokus mengendalikan laju Mobilnya. "Sebenarnya sih sama aja. Tapi ayah gengsi dong kalo harus senyam-senyum depan Ummi kamu. Hehehe..." Ucap Raynand terkekeh. "Owh jadi dulu Ayah jaim ya? Ummi pikir ayah emang minim ekspresi." Ucap Zahra tersenyum. "Ayah senyam-senyum nya kalo lagi sendiri di kamar dan di kantor. Akmal yang sering memergoki ayah begitu." Ucap Raynand terkekeh. "Wah... Sepertinya pertemuan pertama Ayah dan Ummi seru ya? Aku jadi penasaran." Ucap Rayza membuat Zahra diam seribu bahasa dan Raynand pun mematung. "Lho kok pada diam?" Tanya Raynand. "Nanti akan Ayah ceritakan jika tepat waktunya." Ucap Raynand ingin sekali memeluk Zahra. Sungguh Raynand tak ingin kembali menggoreskan luka lama itu. Biar bagaimanapun... Awal pertemuan mereka adalah suatu hal yang sangat buruk. Perbincangan hangat mereka pun terhenti begitu saja karena suasana canggung. Di sisi lain... Qiran segera berlari ke kamarnya karena merasa kesal. Bagaimana mungkin Rayza dengan mudahnya memikat hati Papinya yang dia kenal kaku. Bahkan dengan mudahnya pria itu mendapat restu dari papinya. Bukannya Qiran tak suka dengan pria itu. Tapi perbedaan umur yang jauh membuatnya ragu. Qiran bukanlah wanita dewasa yang pengertian, dia hanya gadis remaja yang baru mulai melangkahkan kakinya ke tangga kedewasaan. Dan Qiran yakin tak akan mampu mengimbangi kedewasaan Rayza. Qiran juga masih ingin menikmati masa mudanya. Dia ingin punya banyak teman, pergi bepergian, jalan-jalan bersama teman. Karena selama ini masa mudanya dia habiskan tanpa teman. Dia adalah gadis menyebalkan yang sulit memiliki teman. "Qiran... Kamu marah sama Papi?" Tanya Martin pada putrinya yang segera meloncat ke ranjang dan menutup wajahnya dengan bantal. "Qiran belum ingin menikah Pi... Papi tahu sendiri Qiran ga pernah punya teman, Qiran ga pernah menikmati masa remaja Qiran. Qiran ingin punya banyak teman, menikmati masa muda Qiran. Intinya Qiran ingin menikmati apapun yang belum pernah Qiran lakukan selama ini." Ucap Qiran. "Seperti yang tadi Rayza katakan... Dia akan menunggu sampai kamu siap Nak. Kami ga akan memaksamu saat ini juga." Ucap Martin. "Terserah... Aku udah biasa tuh dengan sikap Papi yang selalu memaksakan kehendak sama Qiran." Ucap Qiran sinis membuat Martin diam seribu bahasa. Martin pun keluar dari kamar Qiran. Sungguh dia tak ingin suasana yang tadinya sudah hangat bersama putrinya kembali renggang. Jadi dia memilih untuk menghindari perdebatan ini sementara waktu. Keesokan harinya... TING... Pagi-pagi sekali Qiran sudah mendapatkan notifikasi di handphone nya. Namun karena rasa kantuk yang menjerat kelopak matanya, Qiran enggan untuk membuka mata. TING... Notifikasi itu kembali berbunyi seolah tak putus asa hingga Qiran mau membukanya. TING... TING... TING... "Iiihhh... Siapa sih? Pagi-pagi udah kirim pesan aja... Ga punya kerjaan kali ya...? Beriisiikk!!!" Ucap Qiran menggerutu sambil menumpukkan bantal ke wajahnya. Tapi sayang setelahnya malah notifikasi handphone nya berbunyi nyaring dan panjang. Pertanda bahwa kali ini bukan sebuah pesan yang masuk melainkan panggilan telepon. Dengan penuh emosi akhirnya Qiran menarik tanda hijau ke atas. Tentunya dengan mata yang masih terpejam. "Hallo... Ganggu aja... Ga aja kerjaan ya... Pagi-pagi udah gangguin orang tidur?" Ucap Qiran tanpa mengucap salam. Dan sosok di seberang sana malah terkekeh. Dan dari kekehannya, Qiran tahu betul siapa penelepon nya. "Assalamualaikum... De... Bangun. Sholat subuh dulu. Ni Abang udah di rumah kamu lagi bikin sarapan spesial buat kamu." Ucap Rayza membuat Qiran segera melompat karena terkejut. "Hahh?!?! Lo udah di rumah gue? Gila ya?" Ucap Qiran kesal. "Buat kamu apa sih yang engga De... Udah cepat bangun. Jangan sampai kamu kelewat waktu subuh dan berangkat kuliah terlambat. Seperti janjiku kemarin. Aku akan antar kamu kuliah. Nanti pulangnya aku jemput dan kita jalan-jalan. Aku juga sudah izin sama Papi kamu. Alhamdulillah Papi kamu mengijinkan." Ucap Rayza panjang lebar membuat Qiran malas dan langsung menutup panggilan teleponnya. Di dapur... Rayza tersenyum menatap panggilan telepon nya yang ditutup secara sepihak. Pria itu pun segera menyelesaikan masakannya. Hanya masakan sederhana untuk sarapan pagi. Nasi goreng telur dan beberapa potong sosis dan bakso bakar. Martin yang menatap Rayza begitu piawai di dapur pun tersenyum. "Kau pandai memasak rupanya. Pantas saja putriku bisa memasak sekarang." Ucap Martin. "Hanya beberapa masakan sederhana." Ucap Rayza tersenyum sambil menghias nasi goreng telur lezat di piring khusus untuk Qiran. "Kalau seperti ini... Bisa-bisa jalur pencarian nafkah ku sebagai koki jadi terancam." Ucap Marcello terkekeh. "Tenang saja... Kau tetap bekerja di sini." Ucap Martin membuat Marcello tersenyum. "Ngapain Lo ke sini pagi-pagi???" Ucap seorang wanita dengan nada tinggi tiba-tiba. Rayza pun tersenyum ke arah Qiran. "Memastikan sarapan pagi calon istriku sehat dan bergizi." Ucap Rayza asal. "Lo pikir gue kurang gizi???" Ucap Qiran ketus sambil meraih segelas s**u dan meminumnya sekaligus. "Emmm... Kalo dilihat dari postur tubuh kamu yang kurus begini sih... Sepertinya kurang gizi." Ucap Rayza menatap tubuh Qiran dari ujung rambut hingga kaki. "Belum pernah di lempar pakai telur ya?" Ucap Qiran menggenggam sebutir telur mentah di tangan kanannya. "Ucap pernah... Dulu waktu ulang tahun..." Ucap Rayza mengingat masa SMA nya. "Ngomong sama Lo tuh capek." Ucap Qiran semakin kesal. Sedangkan Martin dan Marcello yang melihat perdebatan mereka hanya geleng-geleng kepala. "Kalo capek ya istirahat... Gitu aja kok repot." Ucap Rayza menghampiri Qiran dengan sepiring nasi goreng spesial buatannya. "Beneran gue lempar pakai telur nih ya?" Ucap Qiran geram. Tapi Rayza malah terkekeh dan menyendok kan telur ke mulut Qiran. Bahkan karena emosi Qiran tak menyadari bahwa mulutnya malah terbuka menerima suapan itu. "Dari pada di lempar mending di makan. Enak kan?" Ucap Rayza meraih telur yang ada di tangan Qiran. Qiran pun mengunyah makanannya. "Nih habiskan. Habis itu mandi... Sholat subuh." Ucap Rayza tersenyum manis pada wanita bar-bar yang sayangnya malah membuat dia jatuh cinta. Qiran pun makan dengan lahap. "Anak pintar..." Ucap Rayza menatap Qiran yang lahap memakan masakannya. "Gue makan karena lapar. Bukan karena enak." Ucap Qiran. "Terserah... Yang penting dimakan." Ucap Rayza. "Papi mau aku ambilkan sekalian?" Tanya Rayza. "Owh... Papi ambil sendiri saja. Marcello... Kau makan juga sekalian... Kau juga ya Rayza." Ucap Martin. Mereka pun sarapan bersama. "Eegghh..." Ucap Qiran bertahak karena kenyang. Bahkan gadis itu mengusap perutnya yang terasa penuh. "Alhamdulillah..." Ucap Rayza lembut. "Alhamdulillah." Ucap Qiran cepat kemudian pergi ke kamar untuk mandi. Sungguh kebiasaan yang buruk. Martin pun geleng-geleng kepala melihat perilaku putrinya. "Jangan lupa sholat..." Ucap Rayza. "Iya." Jawab Qiran singkat. Setelah kepergian Qiran. Martin pun menatap Rayza dengan tatapan yang sulit dimengerti. "Papi membuat aku salah tingkah." Ucap Rayza yang menyadari tatapan calon ayah mertuanya. "Aku hanya heran padamu... Bagaimana mungkin kau bisa jatuh cinta pada putriku yang seperti itu. Sungguh aku sendiri pusing menghadapinya selama ini. Dan aku jadi tak habis pikir padamu." Ucap Martin. Sedangkan Rayza hanya tersenyum. "Aku rasa dia cukup menggemaskan." Ucap Rayza terkekeh. Dia sendiri ingin tertawa dengan ucapannya. Jujur saja Rayza bingung apa yang membuatnya jatuh cinta pada Qiran. Jika dibilang cantik, dia memang cantik, tapi ada juga yang lebih cantik. Jika dibilang lucu, Qiran sama sekali tidak lucu, tapi justru menyebalkan. Jika dibilang memiliki tubuh aduhai, sangat jauh dari kata bohai. Tipikal wanita dewasa sama sekali tidak cocok untuk nya. Entahlah... Martin pun tertawa mendengar ucapan Rayza yang menyatakan putrinya menggemaskan. Jujur saja kalau itu memang iya. Sikap Qiran yang menyebalkan memang selalu membuatnya gemas untuk memukul b****g bocah itu. "Papi kenapa ketawa?" Tanya Rayza. "Jalan pikiran mu anti-mainstream." Ucap Martin. Dan kali ini Rayza yang tertawa. "Katakan dengan jujur. Apa yang membuatmu jatuh cinta pada putriku. Karena jujur saja, aku sendiri ragu kau benar-benar mencintainya. Sikapnya, perilaku jauh dari kata indah yang membuat seorang pria jatuh cinta. Tapi kau... Ah... Aku pusing memikirkannya." Ucap Martin. "Jangan dipikirkan kalau begitu." Ucap Rayza santai. "Aku hanya khawatir kau terpaksa menerima dia... Biar bagaimanapun... Kau terlalu baik pada keluarga ini... Tolong jujur padaku. Apa yang membuatmu jatuh cinta ada putriku... Agar aku tenang melepasnya demi kebahagiaannya dan kebahagiaan mu." Ucap Martin penasaran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD