Salah tingkah

948 Words
Tanpa sadar ada pria yang mengikuti dirinya. Dialah Satria. Pria yang sudah satu tahun mengejar cintanya. Sejujurnya Satria merasa tak tega melihat Qiran yang bersedih. Apalagi gadis itu diperlakukan dengan begitu buruk oleh teman-temannya. Sungguh Satria tak tega. Rasa cinta yang berkembang di hatinya selama satu tahun, tetaplah sulit untuk ditebas begitu saja. Satria merasa, dia harus menjadi sosok yang bijak. Menyelesaikan masalah harus mendengar dari dua pihak bukan satu pihak saja. Dengan memantapkan hati, Satria melangkahkan kakinya mendekat ke arah Qiran. Tapi sayangnya baru beberapa langkah, sebuah mobil hitam mengkilat berhenti tepat di depan halte. Tak lama kemudian sosok yang mengemudinya pun keluar. Seorang pria dengan tubuh tegap dibalut kemeja hitam dan celana navi. Tak lupa jas putih yang menunjukkan profesinya sebagai seorang dokter. Dan dari penampilannya jelas dia pria dewasa yang mapan. Sayang posisi pria itu membelakangi Satria sehingga dia tak bisa melihat wajah sang pria. Langkah Satria segera terhenti. Begitu melihat sang pria duduk di samping Qiran. Dari kejauhan akhirnya Satria bisa melihat wajah sang pria. Tapi sayang, belum sempat melihat wajah itu, hatinya harus terbakar api cemburu. Saat Qiran segera memeluk tubuh pria itu dengan erat. "Ini sudah cukup jadi bukti. Kamu memang menjalin hubungan dengan seorang pria yang terlalu dewasa Qiran..." Ucap Satria bermonolog kemudian pergi menjauh. Di sisi lain... Entah apa yang membuat hati Rayza tak tenang. Yang jelas semua rasa bimbang nya terjawab. Dia melihat gadis yang dicintainya sedang menangis di sebuah halte dekat kampusnya. Rayza pun mendudukkan dirinya tepat di samping Qiran. Pria itu membiarkan Qiran menangis untuk meluapkan seluruh emosinya. Tapi Qiran rupanya menyadari kehadiran seseorang. "Kok kamu di sini?" Tanya Qiran terkejut melupakan tangisannya saat menoleh ke samping. "Menangis lah jika menangis membuatmu lega." Ucap Rayza membuat tangis Qiran kembali pecah. "Hiks... Hiks... Hiks... Aku... Hiks... Hiks..." Tangisan Qiran begitu pilu bahkan sampai tak sanggup berkata-kata. Qiran segera memeluk Rayza. Sedangkan Rayza tak membalas pelukan Qiran. Bukan karena tak mau. Tapi jantungnya terlalu menggila dalam posisi seperti ini. Bahkan dia bisa merasakan kelembutan tubuh Qiran. Setelah berusaha bersahabat dengan jantung gilanya. Rayza pun akhirnya mengulurkan tangannya untuk mengusap punggung Qiran. Dia sadar ini tak boleh dia lakukan pada gadis yang bukan muhrimnya. Tapi tubuhnya sulit menolak. Akhirnya dia memutuskan untuk mengajak Qiran pulang ke rumah. "Ayo kita pulang." Ucap Rayza. "Hiks... Hiks... Aku ga mau pulang... Hiks..." Ucap Qiran menggeleng. Membuat Rayza merasa gelisah karena rambut Qiran menggelitik kulit lehernya. "Tidak... Kita pulang sekarang." Ucap Rayza langsung melepas pelukan Qiran kemudian bangkit dan menarik Qiran ke mobilnya dengan kasar. Lalu dia menjalankan mobilnya menuju apartemen. Sedangkan Qiran merasa kesal. Di saat dia membutuhkan sandaran bahu untuk menangis, Rayza malah menolak dan mengajaknya pulang. Seharusnya Rayza berusaha membuat Qiran berhenti menangis, bukan malah menarik Qiran dengan kasar lalu mengajaknya pulang. Sepanjang perjalanan Qiran menampakkan wajah kesal dan kecewanya. Bahkan dia melupakan rasa sakit hatinya pada teman-teman di kampusnya. Sesampainya di apartemen Qiran. Rayza membiarkan Qiran masuk ke kamar. Rayza yakin Qiran buruh waktu untuk menenangkan hatinya. Entah masalah apa yang dihadapi Qiran. Yang jelas dia akan membantu Qiran menyelesaikannya. Saat ini yang harus dia lakukan adalah menghibur Qiran. Rayza pun mengambil bahan makanan untuk bisa dia masak. Mengingat hari sudah siang dan mereka harus makan siang. Usai memasak dia menghias sepiring nasi untuk Qiran. Berharap gadis itu bisa kembali tersenyum. Karena baginya jauh lebih menyenangkan saat menghadapi Qiran yang marah-marah seperti nenek lampir dibandingkan dengan Qiran yang bersedih. Pria itu membuat Badut lucu. Nasi putih itu tampak menggunung dibentuk lingkaran dengan dua mata dari wortel. Tak lupa bibir merah sang badut dia buat dari tomat. sedangkan rambut kriwilnya di buat dari brokoli yang diatur sedemikian rupa. Sesaat pria itu tersenyum puas melihat hasil karyanya. Rayza yakin Qiran pasti akan tersenyum saat melihatnya. Dengan hati bahagia pria dewasa nan mapan itu berjalan menuju kamar Qiran. TOK... TOK... TOK... "Assalamualaikum... Qiran..." Ucap Rayza. "Waalaikum salam... Masuk aja." Ucap Qiran dari dalam kamar. Hati Rayza begitu sakit dan teremas pilu saat melihat mata Qiran sembab dan merah. Entah apa yang terjadi pada Qiran. Karena terakhir kali dia mangantar Qiran kuliah, gadis itu masih baik-baik saja. Rayza pun tersenyum. Dia berusaha mengalirkan energi positif nya pada Qiran. Dia ingin Qiran tersenyum lagi. "Ayo makan siang..." Ucap Rayza menyodorkan nampan dengan sepiring nasi dan lauk pauk serta jus mangga. "Aku lagi ga nafsu makan." Ucap Qiran enggan menatap makanan yang di bawa oleh Rayza. "Ayolah makan dulu... Atau mau aku suapin? Tapi pake bibir..." Ucap Rayza menggoda Qiran. Lagi-lagi telinga Qiran harus terkontaminasi oleh hal m***m yang diucapkan Rayza. Sungguh Qiran selalu kesal mendengar candaan m***m itu. Tapi bagi Rayza candaan mesumnya selalu ampuh membuat Qiran menurut padanya. Rayza pun tersenyum menang saat Qiran mengambil paksa piring di tangannya untuk diambil alih. "Ini apa?" Ucap Qiran datar melihat hasil karya Rayza. "Bagaimana lucu ga?" Bukannya menjawab pertanyaan Qiran, Rayza malah balik bertanya. "Tergantung... Ini apa dulu?" Ucap Qiran dengan wajah tanpa ekspresi. Sungguh di luar ekspektasi seorang Rayza. Dia pikir Qiran akan tersenyum dan bahagia melihat karyanya yang sangat apik ini. Tapi ternyata Qiran tak menampakkan ekspresi apapun. "Yaudah sini... Aku aja yang makan." Ucap Rayza mengambil alih kembali piring itu. Tapi sayang Qiran menahan piringnya. Qiran benar-benar ingin tahu karakter apa yang dibuat oleh Rayza. "Kalo udah dikasih, jangan diambil lagi dong... Aku kan nanya ini apa? Bukannya dijawab malah ngambek. Cowok kok ambekan banget." Ucap Qiran mengomel membuat Rayza tersenyum. Qiran nya telah kembali. "Ini badut. Gitu aja nanya. Kamu tuh ya... Ga pernah menghargai hasil karya orang lain..." Ucap Rayza kelepasan mencubit hidung Qiran karena terlalu gemas. Mereka pun terpaku karena interaksi sederhana ini. Rayza segera menarik tangannya yang kelepasan mencubit hidung gadis itu. Jantungnya kembali menggila. Sungguh Rayza salah tingkah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD