Pernikahan

1473 Words
Sekarang ini Tika sedang berada di hotel milik Admaja grup. Hotel milik lelaki yang sama sekali belum dia kenal. Sedari tadi Tika hanya diam sambil sesekali menggembungkan kedua pipinya bosan. Lelaki di depannya sedang sibuk berkutat pada layar leptop miliknya. "Sayang, tadi malam waktu aku telepon kamu, kenapa kamu gak angkat? Terus pesan aku juga gak kamu balas. Tadi malam kamu sibuk ngapain, hem?" Pertanyaan macam apa itu? Seketika tubuh Tika menegang. Sekarang dia harus jawab apa? "Itu_anu_emm....." "Kok kamu gugup? Gak kayak kamu yang biasanya." Sela lelaki itu sambil menghampiri Tika. Bibir Tika terkantup rapat. Dia bingung harus menjawab apa. Tok! Tok! "Masuk," Suruh lelaki itu dengan suara dingin. Perempuan yang memakai baju terlalu minim itu masuk kedalam ruangan lelaki yang sama sekali tidak Tika kenal. "Pak Rehan, anda di tunggu Mbak Vania di bawah." Ucap perempuan itu sambil tersenyum menggoda kearah Rehan. "Suruh aja dia yang kesini." Balas Rehan dengan suara dingin. Tika hanya diam di tempat. Siapa lagi Vania itu? Sungguh kepalanya semakin pusing dengan situasi ini. Ini semua salah kakaknya dulu yang tiba-tiba membuat acara lamaran dengan cara mendadak. Sedangkan waktu itu dia ada acara KKN, jadi dia tidak bisa pulang dan tidak bisa menghadiri acara pertunangan kakaknya. Pintu terbuka lebar. Menampilkan sosok perempuan cantik yang memiliki lesung pipi di kedua pipinya. "Kakak, kenapa kakak belum transfer uang ke rekeningku? Kata mama dia udah nyuruh kakak buat transfer uang bulanan aku dari kemarin. Pokoknya aku marah sama kakak." Seru perempuan yang bernama Vania sambil melipat kedua tangannya kedada. "Kakak lupa, kamu tahu sendirikan kalau kakak dari kemarin itu lagi sibuk ngurusin acara pernikahan kakak. Jadi kakak mohon sama kamu untuk mengerti sedikit kesibukan kakak. Yaudah, kamu sekarang pergi dulu dari ruangan kakak, nanti kakak transfer uang buat kamu." Balas Rehan sambil menghela nafas kasar. Vania hanya menganggukkan kepalanya dengan bibir terus mengoceh. "Awas aja kalau lupa." Ancam Vania dengan nada marah. "Kakak ipar, aku pergi ke kampus dulu ya, Bayy...." Seru Vania sambil tersenyum kepada Tika. Tika terkikik geli ketika melihat tingkah lucu Vania yang menurutnya seperti anak kecil. Tapi saat matanya sibuk mengamati tingkah lucu Vania, tiba-tiba ada tangan kekar yang memeluk pinggangnya posesif. "Aku capek." Adu Rehan, dia menyembunyikan wajahnya di cekukan leher Tika. "Kamu kok seharian diam aja, kamu marah ya perihal tadi pagi?" Tanya Rehan kepada Tika. Dia menatap dalam kedua bola mata Tika. Perlahan Tika menggeleng, bibirnya tersenyum tipis. "Aku hanya tidak enak badan. Kepalaku pusing dan kurasa mataku seperti panda sekarang ini, menghitam." Jawab Tika dengan suara lirih. Rehan menatap cemas kearah Tika. Sedangkan Tika hanya diam sambil menutup kedua matanya. Punggungnya dia sandarkan kebelakang sofa ruangan Rehan. "Mana yang sakit? Kita ke dokter ya? Aku kan udah bilang sama kamu, istirahat di rumah. Pernikahan kita tinggal besok, kalau kamu sakit bagaimana?" Rehan terlihat sangat panik. Tika tersenyum tipis, lelaki didepannya sangat berlebihan menurutnya. Mata Tika menatap lekat wajah lelaki tampan di sampingnya. Sekarang dia tahu kenapa kakaknya dengan cepat jatuh cinta kepada lelaki di sampingnya. Perlahan senyumannya memudar, hatinya tercabik perih. Harusnya kakak-nya lah yang merasakan kasih sayang ini, bukan dirinya. Air mata yang mati-matian dia tahan luluh seketika membasahi kedua pipinya. Takdir memang sulit di tebak. "Kenapa nangis, Hem?" Tanya Rehan, dia mengusap air mata Tika dengan gerakan tangan lembut. "Tidak, aku bahagia memilikimu." jawab Tika sambil memeluk erat tubuh Rehan. "I love you." Bagaimana Tika tidak menangis? Lihatlah, cinta lelaki itu sangat tulus untuk kakaknya. Dia sampai tidak tega membayangkan betapa kecewanya Rehan nanti ketika Rehan mengetahui kebenarannya. Kuharap kamu tidak menyesal setelah menikahiku nanti. ** "Jangan tidur larut malam, aku mencintaimu Mika Guana." Pesan Rehan sambil tersenyum kepada Tika. Tika berjalan masuk kedalam gerbang rumahnya dengan wajah lesu. Rumahnya sangat ramai dengan adanya sanak saudaranya yang sedang menyiapkan pernikahannya dengan Rehan. "Assalammualaikum." Seru Tika sambil melepas sepatunya. "Waalaikumsalam. Aduh Mika, kamu cantik banget." Pujian itu....... Tika tersenyum paksa, hatinya hancur malam ini. Bahkan tantenya saja tidak mengenali dirinya dan mengira kalau dirinya itu adalah Mika. "Pasti dong, kan aura kecantikannya bersinar malam ini. Besokkan hari pernikahan dia dan Rehan." Eva menatap iba kearah anaknya. Dia tahu batin anaknya menangis saat ini. "Eva, Tika mana? Gak pulang dia?" Tanya Mela, adik Eva. "Gak, dia lagi sibuk sama kuliahnya." Jawab Eva dengan suara ragu. Mela menggelengkan kepalanya pelan. "Dasar anak itu, harusnya sesibuk apapun dia, dia harus tetap pulang. Karena besokkan pernikahan kakaknya sendiri." Omel Mela sambil berkacak pinggang. "Yaudah tante, Mika ke kamar dulu, permisi." Tika berlari menaiki anak tangga rumahnya menuju kamar Mika, kakaknya. Dia menangis tersendu-sendu. Cukup! Dia tidak kuat dengan semua ini. "Sayang," Panggil Eva yang langsung memeluk tubuh putrinya. "Sakit, Ma. Aku gak kuat." Tangis Tika pecah membasahi baju Eva, mamanya. "Semua terasa begitu tidak adil untukku. Takdir Tuhan seakan tidak berpihak kepadaku. Aku benci dengan situasi ini! Aku benci, Ma. Aku benci." Teriak Tika dengan kaki yang terus menendang-nendang. Hancur? Tidak perlu di tanya lagi, sekarang hidupnya seperti tidak ada gunanya lagi. "Mama percaya sama kamu kalau kamu bisa hadapi semua ini. Mama akan selalu ada buat kamu sayang." Ucap Eva, dia mencoba menguatkan putrinya yang sedang rapuh dan putus asa. "Tapi, Ma...." "Anak mama pasti bisa menghadapi semua ini. Anak mamakan kuat." Potong Eva sambil mengusap lembut air mata putrinya. ** Malam ini Tika tidak bisa tidur, matanya enggan untuk terpejam. Pundaknya terasa berat, dia tidak kuat memikul beban hidup ini sendiri. "Tuhan, tunjukkan kepadaku bahwa kehadiranmu itu ada. Tunjukkan kepadaku bahwa engkau selalu ada di sampingku." Gumam Tika sambil menatap lurus keatas langit-langit kamarnya. "Jika semua ini adalah suratan takdirku, maka tolong permudahlah jalanku. Cukup aku tidak sanggup lagi. Aku serahkan semuanya padamu." Batin Tika sambil menangis pedih. ** Pagi hari ini rumah Tika sangatlah ramai. Semua orang sibuk menyiapkan acara pernikahannya dengan Rehan. Di depan cermin besar, Tika bercermin untuk melihat wajahnya sendiri yang penuh dengan make up. Dia menatap wajahnya sendiri dengan tatapan sendu. Semoga keputusanku benar tuhan_Doa Tika dari dalam hati. "Mbak Mika cantik sekali." Puji perias yang merias wajah Tika hingga sedemikian rupa. Tika hanya menanggapi perias itu dengan senyuman. Suara di bawah semakin berisik. Mela dan Eva masuk kedalam kamar Tika. "Eva, kenapa Mika tidur di kamar Tika?" Tanya Mela yang mulai cerewet. "Mungkin dia kangen sama adiknya. Yaudahlah Mel, biarin aja." Jawab Eva dengan suara gugup. Dia takut rahasia keluarganya terbongkar. "Aduh keponakan tante cantik banget sih, tante jamin mata Rehan tidak akan berkedip saat melihat kamu nanti. Ayo turun sayang." Puji Mela dengan suara agak keras, hingga membuat Tika yang sedang melamun terlonjat kaget. "Eh, iya tante." Eva dan Mela menggandeng tangan Tika, mereka berdua menuntun Tika untuk turun kelantai bawah. Mata Tika dan Rehan bertemu, mereka saling tatap dan mengagumi. Pikiran itu cepat-cepat Tika buang, seharusnya dia tidak usah terlalu mengagumi Rehan, toh kalau lelaki itu tahu siapa dirinya, sudah pasti Rehan akan membenci dan menceraikannya. Tika dan Rehan duduk tepat didepan penghulu. Tika hanya diam di samping Rehan. Pikirannya berkelana tentang hal negatif yang akan menerpanya setelah Rehan tahu semuanya tentang dirinya. "Saya nikahkan anda, Rehan Admaja, dengan saudara Mika Guana, binti bapak Galuh Guana, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan apartemen, di bayar tunai." Sang penghulu itu menjaba tangan Rehan. "Saya terima nikah dan kawinnya Mika Guana binti Bapak galuh Guana dengan mas kawin tersebut di bayar tunai." Rehan berucap dengan lantang dan tegas. Bahkan tidak ada tanda keraguan sedikitpun yang keluar dari bibirnya. "Bagaimana para saksi? Sah?" Tanya sang penghulu kepada semua tamu undangan disini. "Sah!" Seru mereka semua dengan kompak. Tika mencium punggung tangan Rehan, begitu pula sebaliknya, Rehan membalas dengan mencium lembut kening Tika. Seketika air mata haru jatuh dari pelupuk mata Tika. Tika dan Rehan meminta restu kepada kedua orang tua mereka masing-masing. Tika memeluk mamanya dengan air mata yang membanjiri pipinya "Ma," lirih Tika sambil menatap wajah sembab mamanya. "Jangan nangis sayang, maaf, maafkan kami, karena kami sudah merusak kebahagiaan kamu dengan menyuruh kamu menikah dengan lelaki yang seharusnya menjadi milik kakakmu." Ucap Eva sambil mengusap pipi anaknya. "Shutt...., Ini sudah takdiku, Ma. Jadi ini semua bukan salah mama atau siapapun." Tika beralih memeluk papanya yang juga ikut menangis diacara sakral ini. "Pa," Panggil Tika dengan bibir bergetar. "Papa janji, Nak. Papa janji, Papa akan terus memantau kamu. Jika Rehan berani berbuat kasar kepada kamu, pulanglah, rumah ini selalu terbuka untukmu." Ucap Galuh sambil menatap lembut wajah putrinya. "Semoga kamu bahagia sayang." Doa Galuh kepada putrinya. Tika mengangguk lemah. Semoga_doanya dalam hati. Tika beralih meminta restu kepada kedua mertuanya. "Menantu mama, semoga kamu dan Rehan cepat punya anak. Mama gak sabar mau nimang cucu." Canda Lilis, Mama Rehan. Syam, Papa Rehan menggelengkan kepalanya pelan ketika mendengar doa istrinya. "Jangan dengerin omongan mama kamu Mik, dia memang begitu. Semoga keluarga kalian bahagia." Doa Syam, untuk Tika dan Rehan. Acara pagi hari ini sudah selesai. Tinggal nunggu acara resepsi yang akan di gelar nanti malam di hotel Admaja grup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD