Si menyebalkan Arsel

1437 Words
Ana sedang berada di kantin bersama sahabatnya Dinda. "An lo mau pesen apa?" tanya Dinda. "Gue pesen mie ayam sama es teh manis aja," jawab Ana malas. Dinda mengangguk dan berjalan ke stand mie ayam di depannya. Ana mengehela nafasnya panjang, kalau saja tadi dia tidak lupa membawa kotak bekalnya, sekarang dia tidak akan berada di kantin dan melihat banyak orang yang menapakkan keuwuan. Apalagi di pojokan. Melihatnya saja membuat mata Ana perih dan sekujur badannya geli. Ana mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi instagramnya sambil menunggu Dinda yang sedang memesan makanan. Tak berselang lama, Dinda datang dengan nampan berisi dua mangkuk mie ayam dan dua es teh manis. Dengan senyum merekah di bibirnya Ana berdiri dan mengambil alih nampan tersebut karena melihat wajah Dinda yang kesusahan. "Nih mie ayam punya lo." Ana mengangguk dan kembali duduk lalu dia mengaduk mie ayamnya. "Eh An lo tau ga, kalau besok ada pertandingan basket di sekolah kita. Jadi besok kita gak belajar," ucap Dinda. Ana menggelengkan kepalanya sambil memasukkan mie ayam ke mulutnya. "Lah kok gue baru tau ya?" tanya Ana bingung. Dinda memutar bola matanya malas. "Lo kan kerjaannya nolep di kelas sistah," katanya dengan nada yang menyebalkan. Ana tidak menanggapi ucapan Dinda dan memilih kembali fokus pada mie ayam di depannya. Sampai, suara dari belakangnya membuat Ana memutar matanya dan ingin pergi meninggalkan tempatnya saat ini. "Woyy pacar gue ada di kantin ternyata, pantesan gue cari ke kelasnya gakada. Ternyata ke kantin." Suara siapa lagi kalau bukan suara Arsel? Si cowok populer yang selalu mengatakan bahwa Ana adalah pacarnya dan selalu membuat Ana ingin menggorok leher laki-laki itu. "Hai sayang." Arsel duduk di sebelah Ana dan itu membuat Ana dengan cepat berdiri dari duduknya dan melangkahkan kakinya menjauhi laki-laki kurang kerjaan itu. Baru saja beberapa langkah, tangan Ana sudah di cekal oleh Arsel dan itu membuat Ana menggeram kesal. "Lepasin Sel!" geram Ana. Bukan melepasnya, Arsel malah menarik tangan tersebut dan membuat tubuh Ana tidak stabil dan hampir terjatuh. "Arselio Danantya! Apa-apaan si lo!" Arsel nyengir dan menampilkan gigi rapihnya. "Maaf yang, nariknya kekencengan," katanya. Ana berusaha melepaskan cekalan tangan Arsel. "Sel lepasin tangan gue anjir! Gue mau ke kelas!" Arsel malah menarik lagi tangan Ana dan mendudukkan Ana di depannya. Ana menghela nafasnya kasar dan memandang Arsel dengan tatapan tak suka. "Bisa gak sih sehari aja lo gak ganggu gue?" tanya Ana kesal. Arsel mengangguk "Yaudah! Lepasin tangan gue sekarang dan jangan ganggu gue!" Arsel melepaskan tangan Ana dan membiarkan Ana pergi dari kantin. Dinda yang melihat sahabatnya pergi ke kelas duluan mendengus sebal. Arsel beranjak dari kursinya dan berjalan ke stand pojok. Dia membeli satu kotak s**u dan roti lalu berjalan kembali ke tempat dimana Dinda berada. "Din," panggil Arsel pada Dinda yang sedang menyeruput es tehnya. "Apaan kak?" "Nih gue nitip ini. Kasihin sama Ana, bilangin dari pacarnya." Arsel menyimpan s**u kotak dan roti itu di depan Dinda lalu dia pergi meninggalkan kantin. Dinda mendengus sebal. Lagi-lagi dia harus menjadi pelantara dari kedua insan tersebut. Ana mendengus saat dia sudah sampai dan duduk di kelasnya, Ana belum menghabiskan mie ayamnya. Bahkan dia baru memakannya tiga suap. Kenapa Arsel selalu saja menganggu dia. Ana menenggelamkan kepalanya di tangan yang dia lipat. Perutnya masih lapar, karena tadi pagi dia juga tidak sempat untuk sarapan. Dia menggeram, Sungguh, Arsel selalu saja berhasil membuat kekesalan Ana memuncak. "Woy!" Tepukkan di bahunya membuat Ana mengangkat kepalanya, dan ternyata itu adalah Dinda. "Apaan?" "Nih makan." Dengan mata berbinar Ana mengambil roti dan s**u di sodorkan Dinda. Dia langsung membuka roti dan memakannya. "Tumben lo baik banget Din, pake bawain gue roti sama s**u segala." Mulut Ana penuh dengan roti yang di kunyahnya. Dinda memutar bola matanya malas. "Gausah geer lo! Itu bukan dari gue." Ana mengernyitkan dahinya. "Lah terus ini dari siapa anjir?" "Dari pacar lo!" Dinda duduk di kursi sebelah Ana dan mengeluarkan ponselnya. "Pacar gue? Dari siapa Din?" "Siapa lagi kalau bukan kak Arsel An," jawab Dinda. Ana berhenti menguyah dan memandang Dinda horor. Kenapa sahabatnya ini tidak memberitahu Ana dari awal. Kalau saja Ana tau dari awal bahwa ini dari Arsel, Ana tidak akan memakannya. "Mau apa? Mau nyalahin gue kalau gue gak ngomong dari awal?" Ana mencebikkan bibirnya dan lanjut mengunyah. "Yaudah deh gapapa, lagian gue lagi laper juga. Kali-kali gitu gue makan dari uang si penganggu itu." Dinda berdecak. "Gue sumpahin semoga lo jadi bininya biar setiap hari makan dari uang di kak Arsel!" Ana menjitak kepala Dinda, membuat Dinda meringis dan memelotokan matanya. "Heh kalau ngomong pake bismillah dulu napa!" Sarkas Ana. Dinda yang di jitak kepalanya balik menjitak Ana dan terjadilah perang kecil-kecilan sampai guru masuk dan memberhentikan perang mereka. ■■■ "Gue duluan An, pacar gue udah nunggu di depan." Dinda menepuk bahu Ana yang sedang membereskan buku-bukunya ke dalam kelas lalu setalah itu menjalankan kakinya keluar kelas. "Hilih bucin," geram Ana sambil mensletingkan kantongnya karena sudah selesai membereskan buku-bukunya. Ana berjalan keluar kelas dan melewati koridor yang di penuhi orang. Banyak tatapan-tatapan dan bisikikan yang membuat Ana memutar bola matanya malas. Si Ana cantik anjir, cuma jutek aja. Jadi males gue mau deketin dia- suara buaya 1 Anjir geulis kitu si Ana (anjir cantik gitu si Ana)- Suara buaya 2 So cantik, so jual mahal. Padahal si kak Arsel terus ngejar dia, tapi terus aja di tolak- Suara orang sirik Dan banyak lagi. Ana tidak menanggapinya dan hanya memutar bola matanya malas. Ana mengeluarkan ponselnya saat sudah berada di luar gerbang, membuka Aplikasi ojek onlinenya. Tapi nasib sedang tidak berbaik hati pada Ana. Handphonenya tiba-tiba mati. "Mampus! Kan tadi istirhat hp gue tinggal lima persen anjir." Gumamnya. Ana mengerecutkan bibirnya, menggunakan Angkutan umum bukan solusi yang tepat untuk Ana. Ana tidak bisa berdesakan dengan orang yang tidak dia kenal. Bukan apa-apa, Ana hanya trauma karena dia pernah di copet saat berada di angkutan umum. Dan itu membuat Ana trauma. Lebay memang, tapi itulah Ana. Akhirnya Ana melangkahkan kakinya menuju pangkalan ojek di dekat taman. Butuh lima menit agar dapat sampai di pangkalan ojek tersebut. Dan nasib tidak berbaik hati lagi pada Ana. Pangkalan ojeknya kosong. Tidak ada ojek satu pun. Ana menggeram dan menendang batu di depannya. Lagi-lagi nasib tidak berbaik hati pada Ana. Batu itu mengenai kepala cowok yang sedang memarkirkan motor besarnya di depan jalan--dan yang paling parahnya lagi cowok itu adalah Arsel. Arsel mengeram saat kepalanya terkena lemparan batu yang membuat kepalanya perih. "WOY SIAPA YANG LEMPAR BATU!" teriak Arsel yang turun dari motornya dan pandangannya langsung mengarah pada Ana yang sedang mengigit bibir bawahnya. Arsel segera mengubah mimik mukanya dan menghampiri Ana. "Yang, lo yang lempar gue batu?" tanya Arsel lembut saat sudah berada di depan Ana. "Yang, yang pala lu peang! Nama gue Anatasya bukan yang!" Sarkas Ana. Arsel tersenyum manis dan mencubit pipi Ana dengan gemas. "Anjir! Apa-apaan lo cubit-cubit pipi gue!" Ujar Ana galak dan membuat Arsel terkekeh. "Lo yang lempar batu ya? Mau apa sayang? Cari perhatian gue?" Tanya Arsel pede dan membuat Ana memutar bola matanya malas. "Pede amat lo! Siapa juga yang caper sama lo! Gaada kerjaan." Arsel terkekeh lagi dan memandang Ana. "Terus lo mau apa disini?" Tanya Arsel. "Gue mau ke pangkalan ojek tapi ojeknga gak ada!" Jawab Ana refleks dan itu membuat Arsel terkekeh karena ritme ucapan Ana yang cepat. "Yaudah bareng aja sama gue." Arsel menarik tangan Ana dan itu membuat Ana refleks menepis tangan Arsel. "Apa-apaan si lo!" Marah Ana, tapi itu terlihat menggemaskan di mata Arsel. "Ayo Anatasya pacarnya Arsel. Biar Arsel yang Anter pacarnya pulang." Ujar Arsel lebay. "Gak! Gue pulang naik ojek aja!" Arsel menaik turunkan Alis tebalnya. "Yakin? Ojeknya gak akan ada sayang mau sampai malem lo disini juga." Ana mendengus, bagaimana ini? "Jadi mau bareng gue gak?" Tanya Arsel sekali lagi. Ana menghela nafas panjang dan memandang Arsel. "Oke! Karena keadaan kaya gini, gue ikut lo!" Ana berjalan duluan ke motor Arsel. "Buruan!" "Iya sayang iya." Arsel naik ke motornya dan menyuruh Ana duduk di belakangnya. Lalu motor tersebut berjalan memecahkan jalanan sore kota Bandung. Motor Arsel sudah berada di depan rumah Ana, dan itu membuat Ana segera turun dari motor Arsel. "Makasih!" jawab Ana singkat dan langsung berbalik dan berjalan menuju rumahnya "Ana." Panggil Arsel dan membuat Ana mendengus. Ana berbalik. "Apa?!" "Sini dulu." Ana memutar bola matanya malas dan berjalan ke arah Arsel. "Apaan?" "Lo gamau nawarin gue masuk kedalem ketemu camer gitu?" Tanya Arsel dan berhasil mengundang pelototan dari Ana. "Halu!" Ana membalikkan badannya dan berjalan mejauhi laki-laki kurang belaian ini. Arsel terkekeh. "Liat aja lo! Besok gue kesini buat lamar lo!" Celetuk Arsel. Ana membuka gerbang rumahnya dan masuk lalu menutupnya dengan keras. Arsel benar-benar membuat hari Ana menjadi menyebalkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD