PART. 2 IKHLAS

1027 Words
Sementara itu di dapur. Risman tengah memasak mie Soto Banjar dengan campuran sawi, tomat, cabai, dan telur. Risman berusaha mengatasi debaran di dalam dadanya. Ia tak boleh terlena oleh perasaan cinta pada Shana. Ada banyak hati yang harus ia jaga. Hati Nini yang ingin ia menikah dengan Kia. Hati Kia yang Risman tahu menyukainya. Hati Ara dan kedua orang tuanya. Risman memilih memendam rasa demi menjaga perasaan orang lain. Mie sudah matang. Risman membawa panci berisi mie dan selembar sobekan kardus ke luar dapur. Diletakkan sobekan kardus di lantai gazebo lalu panci diletakkan di atasnya. "Aromanya hmmm ...." Shana menelan air liur mencium aroma mie. Risman kembali ke dapur untuk mengambil mangkuk, dan sendok. Risman duduk lagi dan menyerahkan mangkuk berisi sendok pada Shana. "Ambil sendiri." Risman mengambil mie untuk dirinya sendiri. Kemudian Shana juga mengambil. Mereka makan dalam diam, hanya ada rintik hujan. "Kalau sudah nikah, begini pasti terasa romantis ya, Paman." Tiba-tiba Shana bicara memecah kesunyian di antara mereka. Risman tersedak, ia segera minum. "Bicara nikah kok Paman tersedak. Ingat Ara, atau Kia nih?" Shana menggoda Risman. "Ingat Zia." Risman tersenyum, Shana tertawa. Pertanyaan nya tadi sebenarnya bak mencubit hati Shana sendiri. Tentu saja jawaban Risman itu bohong. Bagaimana bisa ia memikirkan wanita lain kalau wanita yang ia suka saat ini ada di hadapannya. "Zia gemoy. Selalu bikin rindu kalau tak bertemu sehari saja. Kepeleset katanya itu yang bikin kangen." "Iya. Alhamdulillah sekarang keplesetnya sudah sedikit berkurang." "Dulu aku juga sering kepeleset kata, tapi tidak separah Zia." "Oh begitu." "Iya." Mereka makan mie sambil terus mengobrol. Mie habis, hujan reda. "Sudah reda. Aku harus pulang. Terima kasih ya, Paman. Assalamualaikum." "Wa'alaikum salam." Risman mengikuti Shana ke bawah pondok. Risman mengeluarkan sepeda listrik Shana. Shana duduk di atas sepeda. "Pulang duluan ya, Paman. Assalamualaikum." "Wa'alaikum salam." Di depan jalan ke luar kebun, Shana bertemu Kia. "Kak Sha!" "Kia. Mau antar makan siang ya?" "Iya." "Paman Risman ada kok. Aku duluan ya. Assalamualaikum." "Wa'alaikum salam." Kia menatap Shana. Ada pertanyaan di dalam hatinya. Ada apa Shana ke kebun. Apakah sekadar berteduh, atau ada sesuatu di antara Shana dan Risman. Kia melanjutkan niat mengantar makanan untuk Risman. "Assalamualaikum." "Wa'alaikum salam." Kia memarkir motor di depan gazebo. "Ini makan siang Paman." "Terima kasih." Kia menatap Risman, ingin bertanya tentang Shana, tapi hati kecilnya mencegah. Hal itu terasa tidak sopan baginya. Kia merasa tidak pantas mencampuri urusan Risman dan Shana yang bisa dikatakan adalah bos nya. Risman memang digaji oleh Kai seperti dirinya juga, tapi Risman adalah kakak ipar Raka, cucu Kai. "Ada apa?" Kia terkejut saat Risman bertanya. Sesaat tadi Kia memang terbengong. "Tidak apa-apa, aku pulang, Paman. Assalamualaikum." "Wa'alaikum salam." Kia menyalakan motor lalu pergi meninggalkan kebun. Risman menatap Kia. 'Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Kia. Kamu pasti penasaran apa yang dilakukan Shana di sini. Dia hanya berteduh.' Risman menghela nafas. Lalu melanjutkan pekerjaannya. Baru sebentar Risman melanjutkan pekerjaan datang Wira dan Zia. Hanya berdua naik sepeda. "Assalamualaikum!" "Wa'alaikum salam." "Kalian hanya berdua?" Tanya Risman. "Diantar Abba dan Amma sampai depan. Abba dan Amma mau pergi sebentar. Kami minta ke sini. Tadi ketemu Acil Kia, katanya Paman ada di kebun." Wira menjelaskan Ponsel Risman berbunyi, yang menelepon Elia. "Assalamualaikum, Man." "Wa'alaikum salam, Kak Eli." "Titip anak-anak sebentar ya. Tidak mau tinggal di rumah Nini. Raka, dan Rima ke rumah orang tuamu. Amma dan Abba juga sedang pergi. Kami ajak ikut tidak mau. Ingin ke tempat Paman Risman katanya." "Iya, Kak. Tidak apa." "Terima kasih ya, Man. Assalamualaikum." "Wa'alaikum salam." Risman meletakkan ponselnya. "Kalian jangan kemana-mana, di sini saja sampai dijemput Amma dan Abba ya." "Iya." "Paman sedang apa?" "Menyelesaikan menebang pohon." Risman menunjuk pohon yang ingin ia tebang. "Tapi Paman ingin istirahat dulu." Risman duduk di tepi gazebo. "Paman kan sudah selesai kuli uyah nya ...." "Kuliah, Zia." Wira meralat perkataan adiknya. "Heum itu. Jadi kuli uyah itukan belajarnya capek, Paman. Retus, eh terus jadi sarajana. Dapat ketras itukan yang ada nilainya. Itu bisa buat kerja enak, Paman. Sepetri Abba, tidak capek sepetri Paman. Tebang pohon. Kepana Paman tidak kerja sepetri Abba?" Risman tersenyum mendengar pertanyaan itu. Sudah sangat banyak orang yang bertanya seperti itu. "Ih bolong, eh bengong. Jawab dong, Paman!" "Karena Paman mencintai pekerjaan di kebun. Paman mencintai Kai dan Nini. Paman mencintai kalian berdua. Kalau Paman tidak kerja di sini, kalian tidak bisa bertemu Paman setiap hari." "Cinta? Nikah dong! Eh, Bang. Zia kemarin dengar dong. Kata Nini, Paman Risman mau nikah sama Acil Kia." "Benar, Paman?" Tanya Wira pada Risman. "Paman belum ingin menikah sekarang." "Kepana, Paman?" "Paman pengawalnya Putri Zia. Paman sudah berjanji akan menjaga Zia sampai Zia besar. Kalau Zia sudah sebesar Kak Sha, Paman akan menikah." "Benar ya! Janji!" Zia menunjukkan jari kelingkingnya. Risman tersenyum, tapi dikaitkan juga jari kelingkingnya di jari kelingking Zia. "Paman janji." "Ay pol yu, Paman. Poreper, alwais, until Jannah. Muach! Muach! Muach! Cium jauh tidak dosakan?" "Tidak. Ay pol yu juga Zia sayang." Risman tersenyum. Si kembar ini memang selalu bisa membuat hari-harinya penuh senyum. Menyingkirkan galau hatinya akan kisah cinta yang harus dipendam dalam-dalam. Hanya Allah dan dirinya sendiri yang boleh tahu perasaan cintanya pada Shana. Sementara itu di dalam kamar Shana. Shana duduk di balkon kamarnya. Menatap sejauh jangkauan matanya. Raganya di sini, tapi hatinya tertinggal di kebun. Momen bersama Risman, hanya berduaan itu hal langka terjadi, karena selama ini Shana selalu bersama Ara. 'Acil Ara, maafkan aku, karena memiliki perasaan yang sama dengan Acil pada Paman Risman. Tapi aku berjanji, tidak akan berusaha mengambil Paman Risman. Biar aku simpan sendiri perasaan cinta ini. Mungkin sudah takdir keturunan Nini Rara seperti ini. Sakit karena cinta. Tapi Nini Rara beruntung, karena Allah berkenan menjadikan kekasih hatinya sebagai jodohnya. Nini Aya tak beruntung, cinta dalam diamnya pergi membawa cintanya, tapi akhirnya mendapat cinta yang luar biasa dari Kai Al. Amma juga pernah sakit hati karena dikhianati pacar pertamanya. Amma beruntung tak terpuruk dan bisa menemukan cinta Abba. Dan sekarang aku ....' Shana mengusap matanya. "Aku ikhlas menghapus rasa cinta ini untuk kebahagiaan Acil Ara." Air mata berjatuhan di pipi Shana. Shana tak bisa menebak siapa yang sebenarnya Risman suka. Ara, atau Kia. Shana hanya bisa berdoa, semoga yang tak terpilih bisa ikhlas seperti dirinya. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD