Kafka mengerutkan kening, tampak jengkel. "Di saat seperti ini, kamu malah lebih memikirkan sebuah pintu?" tanyanya dengan nada tidak percaya. Rokok yang digenggam di tangan kanan hanya diputar-putar dengan gaya main-main. Tidak terlihat ada bekas disulut api atau apapun. "Iya, kan? Kalau pintunya rusak, pasti aku yang akan disalahkan lagi. Bukankah itu tujuanmu?" tuduhnya cepat. Kafka menggeram, menahan amarah di hatinya. Bola mata dinginnya menggelap menakutkan. Wanita ini benar-benar sanggup berpikir luar biasa! Dengan kemarahan yang ingin dilampiaskannya kepada Yana, tapi tidak bisa, Kafka akhirnya hanya bisa memukul pintu tersebut hingga bergetar! Yana berjengit ketakutan, wajahnya pucat dan menatapnya dengan ngeri. "Kenapa memukulnya lagi?!" "Memangnya kenapa kalau aku memukul

