Pada malam hari, Kafka akhirnya muncul kembali setelah pergi entah ke mana. Yana Jazada berbaring murung, memunggungi arah pintu, menolak untuk mengecek siapa pun yang datang ke ruangan. Dari langkahnya, sebenarnya dia sudah tahu kalau itu adalah mantan suaminya. Tidak hanya berat dan menakutkan, tetapi langkahnya memiliki aura khusus yang membuat bulu kuduknya berdiri seperti alarm alami. “Sudah makan?” tanyanya pelan. Walaupun terdengar dingin, ada sedikit kesabaran di dalam suaranya. Yana mengernyitkan kening, menolak untuk menjawabnya. “Kamu marah? Apa yang membuatmu seperti ini lagi?” Yana masih tidak mau membalasnya. “Berbalik atau kamu akan menyesalinya!” Dengan amarah yang terpendam di hatinya, Yana berbalik dan segera duduk untuk bangun. “Untuk apa kamu menawari kakakk

