Episode 12. Kecewa

1300 Words
Pak Sarwono memandang ke arah ketiganya, dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh ketiganya, sudah jelas Rangga selingkuh dan ada buktinya, dia juga melihatnya, tapi ketiga wanita yang ada di depannya ini malah membela Rangga dan memfitnah Anggi. "Kalian sudah membuatku kecewa. Aku tidak menyangka kalian bisa berkata seperti itu dengan wanita yang saat ini tengah disakiti oleh suaminya. Bagaimana jika posisi dia berbalik ke kalian, apa kalian bisa menerimanya dan kalian mengadukan kepada mertua kalian, apa dia bisa terima jika anaknya difitnah dan bagaimana kalau kalian sendiri yang difitnah oleh mertua kalian. Hahh, percuma saya bicara dengan kalian bertiga, karena saya tidak akan pernah bisa mengubah hati kalian yang busuk itu," ucap pak Sarwono yang segera berdiri meninggalkan ketiganya. Pak Sarwono benar-benar kecewa, dia tidak pernah menyangka jika kedua anaknya dan istrinya yang sama-sama wanita dengan Anggi malah membela Rangga yang jelas-jelas sudah terbukti bersalah. Pak Sarwono meninggalkan rumah menuju kantor dia ingin melihat apakah anaknya itu sudah kembali ke kantor atau belum. Amora dan Naomi melihat ibunya yang seketika terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Pak Sarwono. Nyonya Sherly tidak menyangka jika suaminya berkata seperti itu, sudah dua puluhan tahun lebih dia membina rumah tangga dengan sang suami dan selama itu juga suaminya selalu membelanya di depan keluarga walaupun dulu Nyonya Sherly dari kalangan miskin, tapi Pak Sarwono tetap membelanya. Walaupun dia selalu disalahkan oleh mertuanya tetap Pak Sarwono tidak meninggalkan dia dan memilih dia. Tapi, sekarang, suaminya kecewa padanya hanya karena menantunya itu. "Mama, Mama kenapa? Mama baik-baik saja?" tanya Amora memegang tangan ibunya. Nyonya Cherly tersentak saat anaknya memegang tangannya, dia menoleh ke arah kedua anaknya tidak ada kata yang diucapkan, Nyonya Sherly segera berdiri dan melangkahkan kaki menuju kamarnya, kedua anaknya merasa heran kenapa Ibunya berubah seperti itu. "Kenapa Mama berubah ya. Apa ada sesuatu, sejak Papa mengatakan hal itu Mama tidak seperti tadi," ucap Naomi yang merasa aneh dengan kelakuan ibunya. "Sudahlah. Jangan pikirkan, mungkin saat ini Mama sedang memikirkan anaknya, sekarang ayo kita pergi bukan yang kita ada janji." Amora segera berdiri, dia tidak ingin berlama di rumah. Naomi mengikuti adiknya, mereka meninggalkan rumah untuk bertemu dengan teman-temannya. Di tempat lain, Rangga dan Dina menghabiskan waktu bersama mereka berbelanja dan membeli apa saja yang mereka inginkan lebih tepatnya Dina, dia memilih semua barang-barang yang mahal sedangkan Rangga membayar semua barang yang dibeli oleh Dina menggunakan kartu kredit. "Sayang, setelah ini kamu harus pergi ke pengadilan atau minta tolong saja sama pengacara untuk mengurus perceraianmu karena aku ingin kamu berpisah dari Anggi secepatnya dan kita bisa menikah mempunyai keluarga bahagia dan aku bisa memberikanmu banyak anak, tidak seperti istrimu itu bagaimana kamu setuju?" tanya Dina. "Iya, aku setuju, aku akan meminta temanku mengurus surat perceraian kami, pulang dari sini aku akan bicara dengannya. Sekarang, apa sudah semua barang yang kamu beli jika sudah ayo kita pulang, aku mau ke kantor takut jika Papa mencariku di sana, " jawab Rangga mengajak Dina untuk segera pergi. Dina menganggukkan kepala, dia mengikuti apa yang Rangga katakan, mereka segera pulang. Rangga mengantar Dina kembali ke rumahnya, setelah itu dia melajukan mobil menuju perusahaan saat tiba di perusahaan Rangga memarkirkan mobil. "Aku harap, Papa tidak ada di kantor jika tidak Papa akan marah kepadaku karena aku baru masuk kantor jam segini dan dia akan bertanya ke mana kamu. Dan kenapa datangnya terlambat selalu pertanyaannya itu- itu saja, membuat aku semakin pusing," ucap Rangga yang segera turun dari mobil dan berjalan menuju ke lobi kantornya. Rangga segera menuju ke lift, dia ingin segera ke ruangannya, takut jika Pak Sarwono sudah ada di ruangannya. Rangga tidak mengetahui jika Pak Sarwono sudah berada di ruang kerjanya. Rangga menekan tombol lift dan setelah terbuka dia segera masuk dan lift kembali tertutup, tidak berapa lama lift terbuka. Rangga melangkahkan kaki menuju ruang kerja dan saat membuka pintu Rangga terkejut melihat Pak Sarwono sudah duduk di bangku kebesarannya. "Baru datang, Rangga? " tanya Pak Sarwono dengan suara yang datar dan tatapan tajam ke arah Rangga. Rangga terkejut karena sang ayah sudah berada di ruangannya. Dan dia juga mendengar sang ayah berrtanya kepadanya, inilah yang dia takuti. Rangga berpura-pura tenang dan melangkahkan kaki mendekat ke arah meja kerjanya, dia segera duduk dan sedikit senyuman diberikan oleh Rangga agar ayahnya tidak marah kepadanya. "Tadi ada klien memintaku untuk bertemu dengannya. Ya sudah, aku menemuinya, Papa kenapa ada di ruanganku?" tanya Rangga dengan tenang tanpa rasa bersalah. Mendengar penjelasan dari Rangga membuat Pak Sarwono hanya bisa menahan emosinya, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan dengan anaknya ini, sudah berani selingkuh sekarang dia malah berbohong kepadanya. Rangga yang melihat keterdiaman ayahnya mulai sedikit curiga. "Ketemu klien, kenapa asistenmu tidak diajak apa begitu pentingnya klienmu denganmu, Rangga. Papa tidak mempermasalahkan kamu bertemu dengan klien manapun, tapi satu hal yang harus kamu ketahui, Papa tidak suka siapapun berbohong jadi katakan yang sejujurnya kepada Papa, kamu dari mana!" teriak Pak Sarwono dengan kencang. Mendengar teriakan Pak Sarwono membuat Rangga terkejut. Ia tidak menyangka jika Pak Sarwono berteriak kepadanya, biasanya ayahnya ini tidak pernah sedikitpun marah. Kalaupun dia berbuat salah sekalipun tidak pernah sampai seperti ini. "Ada apa? Kenapa Papa berkata seperti itu, aku salah apa. Aku mengatakan yang jujur. Jika aku bertemu dengan klien. Aku tidak bohong kepada Papa, buat apa aku bohong kepada Papa." lagi-lagi Rangga berdusta dia mengatakan jika dirinya bertemu klien. Mendengar pengakuan dari Rangga Pak Sarwono tidak bisa menahan amarahnya lagi, dia menggebrak meja dengan cukup kencang hingga ruangan Rangga bergema. "Jangan mencoba untuk berbohong, Rangga. Papa tahu kamu saat ini tidak bertemu dengan klien. Papa sudah bertanya kepada asistenmu, tidak ada jadwalmu hari ini bertemu dengan klien. Dan satu hal lagi, jangan mencoba membodohi Papa, tidak ada klien yang mau bertemu pagi-pagi kamu sudah membuat Papa kecewa, apa mau kamu Rangga Wiyata?" tanya Pak Sarwono dengan raut wajah yang terlihat kekecewaan. Rangga hanya bisa diam, dia tidak tahu harus berkata apa karena saat ini Rangga sudah ketahuan berbohong kepada sang ayah. Pak Sarwono mengusap wajahnya dengan kasar, dia tidak percaya dengan anak yang dia banggakan bisa berbuat seperti ini. "Sudah berapa lama kamu menjalin hubungan dengan wanita itu, sudah berapa lama, katakan kepadaki!" teriak Pak Sarwono dengan cukup kencang. Rangga lagi-lagi terkejut mendengar pertanyaan dari Pak Sarwono, dia tidak mengerti dari mana Pak Sarwono mengetahui jika dia menjalin hubungan dengan wanita lain. "Apa maksud Papa, aku tidak mengerti kenapa Papa berkata aku menjalin hubungan dengan wanita lain, aku tidak pernah sedikitpun menjalin hubungan dengan wanita manapun. Aku mencintai istriku." Dusta Rangga mengatakan jika dia mencintai Anggi. "Mencintai, katamu?" tanya Pak Sarwono dengan suara yang lembut, tapi penuh penekanan hingga membuat Rangga menelan salivanya. Rangga menganggukkan kepala dengan terpaksa, karena melihat raut wajah Pak Sarwono tidak baik, akhirnya dia dengan berat hati mengiyakan jika dia masih mencintai Anggi. "Jangan berbohong, kamu Rangga. Papa tahu dari sorot matamu, kalau kamu sudah tidak mencintai istrimu lagi. Ini semua karena perempuan yang tidak tahu diri itu. Di mana hati nuraninya merebut suami sahabatnya sendiri dan ingat satu hal Rangga, kamu akan mendapatkan karmanya, kamu akan menyesal memilih wanita itu, ibarat kata kamu membuang berlian demi seonggok sampah," ucapan Pak Sarwono seketika membuat hati Rangga tertusuk, dia tidak menyangka jika Dina disamakan dengan sampah dan membanggakan Anggi. "Aku tidak akan menyesal karena bagiku dia permataku bukan sampah seperti yang Papa ucapkan, Papa bisa lihat sendiri nanti jika aku akan bahagia dan memiliki anak tidak seperti wanita mandul itu," ucap Rangga yang akhirnya mengakui bahwa Dina adalah permata baginya. "Akhirnya, kamu mengaku juga Rangga, baiklah lakukan apapun yang kamu inginkan, tapi ingat ucapan Papa, suatu saat nanti kamu akan menyesal dan saat itu terjadi kamu mengemis kepadanya pun untuk kembali tidak akan pernah bisa karena apa, karena hatinya sudah kamu lukai," ucap Sarwono yang segera berdiri dari kursi dan meninggalkan ruangan tersebut dengan perasaan kekecewaan yang mendalam terhadap Rangga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD